Mohon tunggu...
FLORENTINA
FLORENTINA Mohon Tunggu... Lainnya - An amateur writer

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Kata) Ayah: Regina

21 November 2012   03:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:58 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Regina menambah olesan gincu merah di bibir tipisnya. Ia tak yakin apakah olesan pertama telah cukup tebal atau tidak. Ini pertama kalinya ia menggunakan lipstik. Kata ayah, bibirnya merah alami sehingga ia tidak pernah peduli untuk memolesnya. Lagipula kata ayah, kecantikan alami itu datang dari hati. Karena itu ia selalu berusaha mempercantik hatinya dengan mengamalkan isi alkitab yang setiap hari dibacanya sebelum tidur.


Banyak sekali kata ayah yang diingat Regina. Namun, mulai sekarang ensiklopedia kata ayah milik Regina tidak akan lagi bertambah. Jiwa pemilik buah pikir yang selalu mengutarakan “kata petuah” itu telah mengucapkan perpisahan dengan raganya. Kini raganya yang telah dingin, mulai membusuk, dan masih terbaring di kamar mayat rumah sakit.

“Tok..tok..tok…Cepet dong sayang!” Ketukan kasar di pintu kamar mandi membuat Regina terlonjak kaget. “Se..se..sebentar, Om!” Regina tergagap. Pikiran Regina campur aduk. Kata ayah, keperawan adalah mahkota wanita yang harus dijaga untuk pendamping hidup. Tapi.. Tapi.. tubuh ayah masih terbaring di ruangan dingin itu. Pihak rumah sakit tidak mengijinkan Regina membawa tubuh ayah jika tagihan perawatan tidak dilunasi. Lima belas juta, angka yang tertulis di tagihan yang mereka beri pada Regina.

Regina memantapkan hati. Dengan tergesa, ia menghapus bulir air mata yang mulai membasahi pipinya. Seluruh tubuh Regina bergetar ketika ia membuka pintu kamar mandi hotel berbintang lima itu. Om hidung belang yang tadi mengetuk pintu sudah menanti tanpa sehelai benang di tubuhnya.

Regina berjalan perlahan. Ragu. Namun, sepasang tangan itu segera menariknya dan membanting tubuhnya ke peraduan. Regina memejamkan mata.

Kata ayah, Tuhan mengerti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun