Pendidikan adalah hal penting dan fundamental sebagai jembatan untuk mencapai kesuksesan dan kehidupan yang lebih baik lagi kedepannya. Pendidikan juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan suatu negara. Tingkat pendidikan Indonesia berada di urutan ke-67 dari 203 negara di dunia. Berbagai faktor yang mempengaruhi pendidikan diantaranya terkait kurikulum, sistem, teknis maupun budaya yang berkembang ditengah masyarakat.Â
Di Indoneisa kurikulum yang terus berganti dalam sistem pendidikan telah menjadi pola umum yang diterapkan. Hal tersebut tentu saja harus memaksa siswa dan sekolah untuk terus menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ada. Selain itu terdapat berbagai permasalahan di Indonesia yang menyebabkan ketimpangan pemerataan pendidikan.Â
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi dengan tingkat pendidikan yang rendah di Indonesia. Berbagai permasalahan pendidikan sudah mengakar sejak dahulu yang membuat pendidikan di NTT belum mecapai peningkatan yang signifikan. Namun terdapat kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah NTT dalam pendidikan terkait kemajuan jam oprasional sekolah menjadi jam 5 pagi yang harus memaksa siswa untuk menjalankan regulasi tersebut.Â
Kebijakan tersebut telah berlaku dan diterapakan oleh 10 sekolah menengah atas di Kupang sebagai uji coba pada hari Senin, 27 Februari 2023 lalu. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menyatakan bahwa ada beberapa alasan yang melatarbelakangi kebijakan tersebut, diantaranya sebagai upaya untuk membangun etos kerja siswa serta meningkatkan lulusan SMA/SMK provinsi NTT yang unggul agar dapat bersaing dengan siswa lainnya di pulau Jawa sehingga dapat masuk universitas ternama. Namun kebijakan tersebut menjadi kontroversi di berbagai kalangan karena dirasa akan merugikan siswa dan pihak sekolah, sehingga kebijakan tersebut harus ditinjau kembali.Â
Untuk menerapkan kebijakan tersebut, jam tidur atau istirahat siswa harus dikurangi menjadi 6 jam. Gubernur NTT mengatakan bahwa siswa akan tidur pada pukul 22.00 malam dan akan bangun pada pukul 04.00 pagi. Hal tersebut tidak relevan dikarenakan tidak semua siswa dapat tidur tepat waktu pada jam tersebut.Â
Ditambah lagi dengan tugas sekolah yang harus dikerjakan serta berbagai kegiatan lain diluar sekolah yang harus diselesaikan oleh siswa. Waktu istirahat tenaga pendidik seperti guru juga tentu saja akan berkurang. Apalagi untuk para guru yang telah menjadi ibu rumah tangga yang harus bangun lebih awal untuk mempersiapkan diri serta melakukan pekerjaan rumah lainnya.Â
Jika kebijakan ini terus dipertahankan, maka secara perlahan akan mengganggu kesehatan siswa. Tidak ada korelasi antara bangun pagi dengan pengembangan sikap disiplin dalam regulasi tersebut. Waktu tidur siswa akan sangat berdampak pada kesehatan mental. Hal ini dikarenakan waktu normal untuk istirahat bagi remaja yang berusia 14-17 tahun adalah 8-10 jam/hari.Â
Selain itu mengingat medan dan kondisi yang ada di NTT, bahwa tidak semua siswa memiliki jarak tempuh maupun fasilitas kendaraan yang memadai untuk digunakan ke sekolah pada jam tersebut. Hal ini mengharuskan pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kendaraan umum yang biasanya digunakan siswa, serta peningkatan keamanan di setiap wilayah NTT untuk memastikan keamanan siswa yang pergi ke sekolah pada jam tersebut.Â
Minimnya lulusan SMA/SMK dari provinsi NTT yang dapat diterima di perguruan ternama di pulau Jawa sebenarnya tidak harus dijadikan sebagai tolak ukur, karena tingkat kemampuan dan potensi setiap siswa berbeda. Seharusnya untuk bisa lulus di perguruan tinggi ternama di Indonesia, pemerintah terlebih dahulu memperhatikan dan menyelesaikan permasalahan terkait sistem pendidkan yang ada.Â
Untuk meningkatkan etos kerja siswa, seharusnya pemerintah dan sekolah lebih menekankan dan memunculkan motivasi belajar yang kuat terlebih dahulu untuk para siswa, bukannya semakin mempersulit para siswa. Dengan motivasi belajar yang kuat, siswa akan semakin terdorong untuk belajar. Sistem belajar seharusnya diubah menjadi lebih menyenangkan, sehingga siwa tidak mudah bosan dan lebih paham terkait materi yang dijelaskan. Â Seharusnya pemerintah dan sekolah lebih mendukung pengembangan kreativitas siswa dengan meningkatkan kualitas sekolah yang mampu dimanfaatkan siswa.Â
Jika siswa harus bangun setiap pagi dan jam oprasional sekolah dimajukan menjadi pukul 05.00 pagi, maka otomatis hampir setengah hari lebih siswa dihabiskan di sekolah. Seharusnya siswa memiliki waktu luang yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan kreativitas di bidang lainnya untuk meningkatkan skill.Â
Respon siswa dan sekolah terkait kebijakan tersebut hanya sebatas untuk mengimplementasikan regulasi tersebut, karena telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam pembuatan kebijakan tersebut, pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi secara menyeleuruh dan melibatkan peran aktif dari siswa sebagai aktor utama dan terdampak secara langsung dalam regulasi tersebut.Â
Apakah dengan bangun jam 4 pagi, siswa akan masuk perguruan tinggi ternama? Apakah siswa akan semakin produktif dalam belajar kedepannya? Kualitas, sistem dan teknis pendidkan yang ada di NTT seharusnya diperhatikan dan diperbaiki dahulu. Selain itu, karena pendidkan di NTT yang cenderung masih melihat atau menekankan angka sebagai titik keberhasilan siswa yang membuat serta membentuk pola kebiasaan maupun perspektif siswa yang belajar hanya sekedar untuk mengejar angka atau nilai yang tinggi. Padahal penekanan dalam pendidikan yang harus diutamakan adalah terkait pemahaman dan mental siswa dalam mengembangkan diri dan potensi yang dimiliki.Â
Oleh karena itu, sebelum membuat regulasi baru terkait pendidikan seperti ini, pemerintah NTT seharusnya memperbaiki berbagai permasalahan pendidkan yang ada serta meningkatkan pemerataan infrastruktur dan kualitas sekolah sebagai wadah untuk pengembangan siswa agar layak pakai dan mampu untuk meningkatkan potensi siswa.Â
Meningkatkan etos kerja dan kedisiplinan siswa merupakan hal yang sangat penting. Namun, cara yang diterapkan oleh pemerintah dengan menetapkan regulasi tersebut sangat tidak relevan dan efisien. Kebijakan tersebut harus dikaji dan dtinjau kembali dengan melibatkan berbagai pihak, sehingga aspirasi dan perspektif dari berbagai sudut pandang dapat dikaji sebagai tolak ukur dalam membuat kebijakan yang lebih bermanfaat kedepannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H