Sahabat KOMPASIANA, Â urusan berbelanja untuk kebutuhan dapur sering diserahkan, bahkan dibebankan pada perempuan/istri. Sementara orang mengatakan "belanja, masak itu urusan emak". Â Pertanyaan yang paling mendasar, benarkah demikian?
Ketika dua orang lain jenis, laki-laki dan perempuan sudah bersedia mengikatkan diri dalam pernikahan/perkawinan, maka seharusnya kedua orang tersebut akan saling mendukung dan memikul, membantu dan meringankan setiap tugas serta tanggung jawab yang ada, termasuk urusan belanja dapur. Dua orang yang berlainan jenis yang telah disebut suami - istri, semestinya saling meringankan (bdk. Richard Templar, The Rules of Parenting, 2006).
"Ah, Mas Flo, lelaki kok belanja urusan dapur. Malulah!"
"Malu" kata tersebut pernah, bahkan saya sering mendengarnya dari tetangga sendiri. Dalam hal tersebut, mungkin urat malu saya sudah putus, apalagi hanya untuk urusan belanja kebutuhan dapur. Saya tidak malu.
Bagi saya, lelaki yang mau berbelanja untuk urusan dapur adalah lelaki yang penuh pengertian, tidak egois. Orangnya selalu enjoy dalam setiap situasi, dan pasti lama-lama ia akan dikenal oleh para emak-emak penjual sayur.Â
Apa sebab?Â
Kalau saya membeli sayuran nggak pernah menawar. Saya tak pernah negosiasi tentang harga. Harga 1 kg telor ayam negri (saat ini) Rp  27.500 tidak di tawar lagi, langsung bayar. Gula pasir lokal 1 kg  Rp 12.000, langsung bayar. Bayar...bayar dan bayar...Â
"Mas Flo, ada ubi. Mau beli nggak?"
"Mas Flo, ini masih ada teri Medan, murah!"
Begitulah teriakan emak-emak yang sering saya dengar. Ternyata sangat mudah saling membantu dan meringankan dalam hidup, apalagi dalam keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H