Wanto (sebut saja begitu), siang itu mendekatiku ketika istirahat nyuci pakaian. Beberapa waktu yang lalu, kami baru saja konvoi tiga mobil dari Jakarta ke Surabaya, via tol.Â
"Pak Flo?"
"Ya, ada apa?"
"Mosok wong lanang kok nyuci kathok daleman...ngepel? "
(lelaki kok nyuci celana dalam, ngepel..."
"Lah, emang ada yang salah?"
"Yo nggak sih, cuman rasane kok ora pantes didelok wong!"
(rasanya nggak pantas dilihat orang)
"Wakakakakakk......diamput. Sak ngertiku, urip neng masyarakat iku ukurane dudu pantes karo ora pantes. Ning, Â sapa sing biso tumandang, cawe-cawe, yo ditandangi. Rumangsa handarbeni, ngono."
(hidup itu ukurannya bukan pantas nggak pantas. Tapi siapa dapat ambil bagian dalam pekerjaan, ya kerjakan, ikut menyadari-merasa memiliki dalam hidup."
"Contone, Pak Flo"
"Sederhana. Sliramu iso tuku kendaraan/mobil. Regane meh sak milyard. Lah kok pethakilan mbuang sampah (neng ndalan tol maning), Â mbuang tisu, neng ndalan. Apa nggak bisa tuku kotak sampah sing cilik, glethakno ndok jeron kendaraan/mobil. Nek sliramu rumangsa handarbeni dalan, melok ngganggo ya diupakara, dirawat, aja diregeti. Pada karo umbah-umbah, nyuci....ngono, Cukkkkk."
(anda dapat membeli mobil, harganya hampir 1 M. Tapi kok buang sampah, buang tisu di jalan (jalan tol lagi). Apa nggak dapat beli kotak sampah yg kecil, letakkan di mobil? Kalau engkau merasa memiliki jalan, ikut memakai, ya dirawat, jangan dikotori. Sama halnya dengan mencuci, gitu, Cukkkkk....
CEP ....KLAKEP .....
(diam seribu bahasa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H