Biasa dipanggil A. Gino, Agino. Umur : 37 tahun. Status: lajang belum pernah nikah, kawin sudah (menurut pengakuannya tak terlalu sering). Pekerjaan: tukang pijet - plus (plus tukang ojek, plus pengunduh kelapa...). Kondisi jiwa: "kurang secanting."
"Tumben, pagi-pagi sudah nak pigi. Kamana mas Gino...." sapaku pada Kang Gino, pagi itu.
"Iyo pak Prima. Aku mau setudi mbanding," jawab Gino mantap.
"La dalah. Studi banding kemana, lagian hari Minggu kok mau setudi mbanding....?" tanyaku.
"Ah, pak Prima. Mosok lupa sih? Sekarang 'kan hari Minggu, ya setudi mbanding ke rumah ibadah."
"Greja, maksudmu, Kang...." tanyaku pura-pura oon, bin kuplek.
"La iyo to mas Flo. Daripada nyetudi banding nyantetan (santet) sampek ke luar negeri, la mbok studi banding sama Allah; kan malah dapet berkah. Gusti Allah 'kan nggak biso disantet. Kalau nyetudi banding santet-menyantet sama manusia, lah...yo percuma, sekalipun keluar negeri!"
Mas Gino, lelaki lajang yang kurang "secanting" itu, kali ini membuatku telak - terkapar satu kosong. Ia membuatku tak bisa berkata-kata lagi!
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bayangkan, orang "kurang secanting" saja bisa berpikir ala orang normal, waras. Apalagi....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI