Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

LKS Bergambar Miyabi, Mengapa?

24 September 2012   18:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya sangat prihatin; dikala UNESCO - Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa - memberi penghargaan atas lanskap Subak di Bali (KOMPAS, 24 September 2012, hal.12), eh....tak ada angin, tak ada hujan; bangsa ini di tempat lain (Mojokerto) telah mempermalukan dunia pendidikannya sendiri.

Jujur, saya merasa bosan menuliskan hal ini, tentang Miyabi. Apalagi membahas hal yang berhubungan dengan naluri - alur pikir pedagogis. Miyabi, setahu saya, pernah disinggung sekian waktu lalu "di mimbar" kompasiana ini. Saya juga bosan mengulas Miyabi, ...apalagi  diulas di negeri yang "nota bene" masyarakatnya agamis fanatik [kalau nggak MUNAFIK], kira-kira begitu!

Soal foto Miyabi yang tercetak di buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Pertanyaan dalam hati saya, kenapa harus tercetak. Apakah tidak ada orang yang  mengawasi gambar-per-gambar, sebelum masuk cetakan? Tak adakah segelintir manusia  yang  mengawasi tulisan dalam cetak-mencetak buku pendidikan (apalagi LKS?). Bahasa kasarnya; tidak adakah  orang yang bisa dan mampu mengawasi edit-mengedit sebuah buku LKS? Mana orang-orang yang merasa dirinya hebat itu?

Siapa yang goblok nan bodoh?

Siapa yang bodoh, si penulis bukukah? Pastilah penulis tak mau disalahkan. Karena penulis  tugasnya menulis, apalagi tulisan pesanan!!  Apakah mereka yang mencetak buku, hm...pencetak juga tak mau disalahkan, karena pastilah mereka mendapat untung dari hasil cetakannya. Apakah ia yang meloloskan [ingat me-LOLOS-kan, bukan me-LULUS-kan] buku LKS tersebut, atau mereka yang memberi ijin buku tersebut layak edar? Saya tidak tahu, saya cuma jelata, belang-bontengnya dunia pendidikan ini rasanya kian hari kian centang perentang saja!

Mata guru - penilik - pengawas - mestinya "terang" benderang dalam melihat tulisan. Mestinya mata mereka juga terang melihat langkah - laku - di sekitarnya, termasuk melihat sarana ajar. Para petinggi pendidikan itu mestinya juga "terang" dalam  menganalisa sarana pendidikan yang ada. Jika mata guru - penilik - pengawas sekolah - apalagi instansi terkait - hanya terang ketika melihat angka rupiah, ya ... pantas saja pendidikan di negeri ini makin hari, semakin memrihatinkan!

Tak disangkal,  uang bisa "menutup" bibir Miyabi yang seksi. Tak disangkal uang bisa "menutup" payudara Miyabi,  uang juga bisa "menutup" aurat Miyabi, tapi mental MUNAFIK dan BERPURA-PURA, siapa yang bisa menutupinya? Satu yang pasti, uang tak pernah berpura-pura. Apakah mendidik sama dengan pura-pura (pura-pura tak tahu duduk persoalan?)

Langkah yang perlu  mengatasi beredarnya gambar Miyabi di buku LKS ialah:

- Tarik semua buku tersebut, sekalipun telah beredar.
- Perketat dalam pengawasan percetakan buku LKS.
- Beri "garis hitam" bagi penulis yang "ngawur" dalam menuliskan bukunya; apalagi penulis yang hanya bisa menjiplak tulisan orang lain.
- Penulis itu mestinya memiliki niat baik untuk mendidik generasi muda bangsa ini, bukan MENGHANCURKANNYA.
- Terakhir, penulis buku-buku pendidikan, termasuk buku LKS, mestinya penulis yang berkompenten di dunia pendidikan.

Para pendidik yang merasa terdidik, pastilah tahu memilah, membedakan; mana yang pantas dan tak pantas, mana layak tan layak "disajikan" secara visual - aktual,  bagi para subyek didiknya (bdk. Hamzah B. Uno, 2009)!  Apa mau para pendidik hanya sekedar coba-coba "menyajikan" menu "sehat di mata", namun merusak nilai pedagogis bagi subyek didiknya? Jika hal itu yang terjadi (mendidik hanya sekedar  coba - coba),  maka akan sama NILAINYA antara mendidik dan mengajari pura-pura, dan itulah KEMUNAFIKAN!!!

-----------------------------------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun