"Budimu akan menuntunmu, agar apa yang kau tuliskan mewakili isi hatimu"
Sepenggal kalimat sederhana itu terselib diantara catatan sekolahku. Saat itu aku sedang "babak belur" mengerjakan tugas akhir. Di satu sisi aku harus segera menyelesaikannya, di lain sisi kedua orang tuaku sakit, dan di rawat di rumah sakit. Jarak rumahku dengan sumah sakit tidak jauh, cuma dua hari tiga malam, naik bus kota. Bersyukur, bahwa adikku laki-laki dan kakakku perempuan menyediakan diri untuk menunggui orang tuaku yang sedang sakit.
Antara gundah, antara harap - harap cemas, aku hanya bisa berdoa, semoga kedua orang tuaku segera sembuh. Dan Yang Mahakuasa, yang maha baik itu mendengarkan doaku. Kuyakin juga karena doa kedua orang tuaku, hingga aku dapat menyelesaikan tugasku dengan baik.
Seperjalanan waktu, kuketahui mengapa semua berjalan dengan baik? Aku mulai merunut, rupanya jika segala sesuatu dijalani dengan sadar, semua menjadi terkontrol. Dan menurutku, hal tersebut berlaku juga dalam menulis. Menulis, yang terkontrol - sadar.
Menulis dengan sadar
Keunggulan manusia terletak dalam budinya. Budi itu mampun menyadarkan dan membangkitkan cita rasa kemanusiaan. Jika manusia melakukan aktifitas, menulis misalnya; dan aktifitas tersebut dilakukan dengan sadar, maka tulisannya akan "lain". Lain dalam arti: baik, runut, jelas dan enak dibaca. Setidaknya hal tersebut pernah dituliskan oleh beberapa pengarang buku panduan menulis seperti: Luwi Ishwara (KOMPAS, 2011), Arswendo Atmowiloto (Gramedia, 2011) dan Wahyu Wibowo (KOMPAS, 2011). Beberapa pakar bahasa seperti Gorys Keraf, JS Badudu, Harimurti Kridalaksana, telah menunjukkan hal tersebut, terbukti dengan hasil tulisan mereka yang amat berkualitas.
Beberapa ciri tulisan yang disadari
Sebenarnya, amatlah sederhana untuk 'mendeteksi' apakah sebuah tulisan itu ditulis dengan sadar atau tidak.
Pertama,
Tulisan tersebut menggunakan logika-pikir-tulis atau tidak (bdk. Gorys Keraf, 2007). Sebagai perbandingan, menulis asal tulis, selain menguras-menghamburkan tenaga dan pikiran juga menumpulkan cita olah kata. Sementara menulis dengan sadar akan semakin menajamkan otak-budi manusia dalam mengolah fakta, mencerap rasa dan menuangkannya secara kritis.
Kedua,
Tulisan yang disadari juga mau menyampaikan secara gamblang (jelas), apa maksud hati penulis. Dengan maksud tersebut, diharapkan pembaca bisa mengerti lebih jauh, dan memahami lebih dalam gagasan yang ingin disampaikan penulis. Kejelasan tulisan tersebut juga mencakup tata kalimat (subyek, predikat, obyek - keterangan), pun mencakup 'penggayaan' kalimat, dan seterusnya.
Ketiga,
Menulis dengan sadar pastilah juga membawa efek yang positif bagi pembacanya. Tulisan yang tersadari, biasanya membawa daya reflektif bagi pembacanya. Minimal, semakin meningkatkan daya jelajah baca seseorang. Dan maksimal semakin mendayakan apresiasi seseorang akan nilai sebuah goresan kata.
Orang yang menulis secara reflektif, biasanya juga tak sekedar mencurahkan isi kepalanya dalam kertas melalui pena, tetapi juga mencurahkan isi budinya dalam kesanggupan memilah yang baik, penting, perlu untuk disampaikan kepada pembaca (bdk. Imam Robandi, 2008)
Tips tulisan tersadari
Hidup itu sebuah pilihan, begitulah filosofi manusia yang menyejarah.
Demikian juga sebuah tulisan. Untuk menjadikan sebuah tulisan yang tersadari, salah satu kata kuncinya adalah: pilihlah.
Pilih yang pertama, maksudnya; pilihlah tema tulisan sesuai hati. Menuliskan apa yang engkau senangi, lalu tulislah. Menuliskan hal yang disenangi, biasanya juga akan memilihkan kata yang pas. Dengan pilihan kata yang pas, diharapkan pembaca juga dapat mengerti isinya dengan pas pula.
Pilih yang kedua, memilih tempat yang sesuai dengan suasana hati. Bagi seseorang, tak semua tempat bisa dijadikan 'ajang' untuk menulis. Dengan memilih tempat yang pas untuk menulis, semoga hasil tulisan itu sungguh menjadi kebanggaan tersendiri.
Kata kunci yang kedua: sisihkanlah
Maksudnya, sisihkanlah waktu untuk menulis. Dengan menyisihkan waktu untuk menulis, hal tersebut juga merupakan penghargaan tersendiri untuk setiap kata, kalimat yang telah kita tuliskan. Anda mau coba? Cobalah pasti akan beda.
Menulis dengan sadar, sulit?
Menulis dengan sadar tidaklah sulit. Yang sulit itu adalah kemauan hati kita untuk menggerakkan pena. Beberapa kasus mahasiswa yang dikeluarkan dari kuliah (sepengetahuan saya), salah satu penyebabnya, yang bersangkutan tidak mau duduk, menyisihkan waktu untuk menulis....dan menulis dengan sadar. Jika sudah begitu, saya teringat tulisan Imam Robandi 2008: iii,
"Kita enjoy berjam-jam membolak-balik koran, tetapi kita sering tidak nyaman walaupun hanya sepuluh menit untuk membuat sebuah paragraf. Kita lebih exspert untuk berjam-jam ngobrol ngalor-ngidul (ke segala arah), namun kita selalu sudah dan putus asa untuk memegang ballpoint dan sehelai kertas untuk memulai menulis"
Nah, mari kita mulai menulis...menulis dan menulis dengan sadar. Jika kita telah mengupayakannya, semoga "Budimu akan menuntunmu, agar apa yang kau tuliskan mewakili isi hatimu", sungguh menjadi kenyataan.
___________________________________________
Sumber bacaan:
Arswendo Atmowiloto, 2011, Mengarang Novel itu Gampang, Jakarta: Gramedia.
Gorys Keraf, 2007, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia.
Imam Robandi, 2008, Becaming the Winner, Yogyakarta: Andi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H