Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Andaikan Kau Peduli, Mawarpun Tak Akan Berduri

27 Oktober 2011   08:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:26 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_139730" align="alignleft" width="300" caption=""Andaikan kau peduli, mawar tak akan berduri" (gbr. Google)"][/caption] Kusediakan waktu membacamu. Kau tak peduli. Mungkin karena kau sedang sibuk menyusun  pembelaanmu. Pembelaan  bahwa kau orang hebat, dan orang berpangkat. Orang hebat kata-katanya harus "berpangkat". Subyek, predikat, obyek, pelengkap obyek, keterangan....obyek penderita....dan seterusnya. Kata berpangkat dan panjang melanglang, aku tak doyan. Aku bisa mumet bin pusing, bahkan kata-katamu bisa bau pesing karena tutur katamu bagai orang nungging. Oh orang hebat, sederhanakanlah katamu. Pijakkanlah bahasamu di bumiku Indonesia. Kucoba merunut apa maksud tulisanmu, masih juga ku tak mengerti.  Aku yang dungu ataukah engkau yang gagu. Gagap dan gugup merangkai kata? Gagap dan gugup dalam bekerja.  Ah, ... orang hebat memang harus berkata dengan hebat. Mulut mancung, bibir melambung... buihpun membubung. Ataukah orang hebat minimal kata-katanya kelihatan bermartabat, dan maksimal membuat isi kepalaku berguncang dan melompat?

Mungkin kau sudah lupa arti kalimat sederhana. Cukuplah menulis yang pendek-pendek. Mudah dimengerti. Ada  subyek,  predikat bahkan mana obyek. Yang lain katakanlah itu sebagai keterangan waktu, keterangan tempat....dan seterusnya. Andaikan kau kesulitan menulis secara pendek, pakailah kata yang sederhana, mudah dimengerti.  Kata yang dakik menjolor langit, takkan kupahami. 'Daratkanlah' kata-katamu di bumi. Dalamkanlah di sanubari. Jika itu yang  bisa kau lakukan, kau orang hebat...dan merakyat.

Kusediakan waktuku intuk membacamu.  Masih juga tulisanmu tidak jelas. Gelarmu yang berarak-arak, bukanlah ukuran. Ukuran pemecah  masalah. Kantongmu yang tebal, bisa jadi ukuran bebalmu.  Rambutmu yang klimis, bisa jadi seamis selingkuhmu. Selingkuh kata, selingkuh jabatan...bahkan selingkuh tunggangan (kendaraan, red), dan membuat orang miris.  Tulisanmu kuharap jelas, supaya aku mengerti dengan jelas dan mengerjakankan perintahmu secara tuntas.

Andaikan kau  peduli, pastilah aku masih di sini. Mencintamu dengan bakti.   Sayang, aku cuma jelata. Terbuang dari asa. Kau orang dipercaya. Tapi sayang, kau hanya pandai menyusun kata.... itupun tak bermakna.

Oh, andaikan kau peduli, mawarpun tak kan berduri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun