Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Partai - Petai

20 Juni 2011   09:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:20 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_115362" align="aligncenter" width="300" caption=""Partai PETAI NASIONAL..." (gbr. Google)"][/caption] Partai dan Petai Kata partai, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai bermacam arti. 1. Perkumpulan (segolongan orang) yang seasas, sehaluan, dan setujuan (terutama di bidang politik); 2 Penggolongan pemain dalam bulu tangkis dan sebagainya.  3. Kumpulan barang dagangan yang tidak tentu banyaknya. Sedangkan kata petai,  menurut KBBI mempunyai dua arti. Arti pertama ditilik dari pohonnya dan arti kedua ditilik dari bijinya. 1. Pohon tinggi rindang, buahnya berbentuk bilah pedang yang panjangnya 30 cm. Tiap bilah berisikan 10—18 biji yang tersusun pada sepanjang bilah itu, berbau kurang sedap, dimakan sebagai sayur atau lalap. Nama Latinnya Parkia speciosa. 2. Biji petai (berbentuk polong, berwarna hijau, berkulit ari kuning). Perlu Berakar Keduanya (partai maupun petai) perlu mempunyai akar. "Akar" partai adalah masyarakat.  Semakin partai mengakar kuat dimasyarakat, semakin ia menemukan gerak yang lebih mudah.  Semakin jelas arah kerja partai,  semakin orang bersimpati untuk bergabung dengannya. Demikian juga pohon petai.  Semakin  ia mengakar -  menancap ditanah dengan kuat. Apalagi semakin ia mendapatkan tanah yang subur, semakin pohon itu kuat dan baik, dan bisa diharapkan buahnya banyak. Semakin buahnya ranum, semakin tertarik orang untuk memilikinya (membeli). Dampak Buruk. Coba perhatikan, "pohon" partai danpohonpetai. Kedua kata tersebut berujungpada dua suku kata (pengucapan) TA-I (tahi). Jika tak dirawat, kedua pohon tersebut  cuma akan menjadi  busuk, lapuk bahkan menjadi berbau seperti tai (keduanya seperti itu). Partai akan menjadi busuk bertai, jika ada anggotanya yang berlaku amoral, asusila, apalagi  dengan menyalahgunakan jabatan ataupun fungsinya. Nah...lo. .... Masih disukai Sekalipun petai itu baunya tak sedap, masih ada juga yang mau memakannya. Alasannya,  bagi sementara orang petai adalah penambah nafsu makan. Sekalipun ada partai yang "baunya" sudah tak sedap (karena korup, misalnya), masih ada juga sementara orang yang ingin bergabung. Apalagi jika orang tersebut  mempunyai  setoran yang banyak (untuk kas partai). Tak sungkan, bisa jadi tanpa seleksi akan diterima. Perkara aspirasi, membela orang kecil dst...itu nomor kesekian. Selektif Memilih "pohon" partai, ataupun memilih pohon petai perlulah selektif.  Jika tak ingin "pohon"  partai ambruk, roboh tak berbekas, ya....tanamlah akar partai di hati masyarakat  secara  mendalam dan meyakinkan. Minimal selektif memilih anggota, maksimal seleksi cara pikir dan ideologinya. Namun jika ingin segera partai bobrok, carilah anggota "bekas"  yang bobrok sekaligus. Bobrok  karena tersangkut sanksi hukum atau sanksi sosial. Jika ingin memilih petai sebagai lalapan yang sungguh-sungguh  "maknyus" pilihlah petai yang baik.  Petai yang berulat tak perlu diambil dan  dipilih. Apakah partai - partaiku berbau petai, atau berbau busuk  karena korup? Wallahualam bissawab ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun