Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Pertama, Tiga Bulan; Anak Kedua, Dua Minggu

24 November 2010   02:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:21 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada suami-istri. Mereka berdua ini dulu  adik tingkatku ketika kuliah. Sebelum menikah, mereka  sudah cukup lama pacaran, lima tahun.

Wanitanya cantik. Dimataku ia amat sempurna kecantikannya.  Suaminya juga tampan (untuk ukuran rata-rata). Dua-duanya bekerja, satu di Badan Usaha Milik Negara, dan suaminya bekerja disebuah Perseroan Terbatas.

Keluarga itu sudah dikaruniai anak, berumur tiga bulan. Laki-laki. Kebahagiaan tersendiri, dengan hadirnya sang anak. Hanya kini, sang istri sudah hamil lagi. Usia kandungannya dua minggu (ketika aku menulis ini). Sang istri panik.  Karena ia merasa belum siap untuk mempunyai anak lagi. Bayangkanlah anak pertama umur tiga bulan. Sang ayah merasa tak ada masalah, karena ia berprinsip, anak adalah berkat tersendiri bagi keluarga.

Ketika mereka berdua  memperbincangkan kehamilannya, sang istrilah yang lebih banyak bicara. Tak jarang tersirat ia menyalahkan suaminya yang tak mau mengerti keadaan istri. Maunya suami 'dilayani.'  Dilayani setiap saat, 'kapan suami butuh, istri harus rubuh'. Perlu diketahui sang suami bekerja diluar kota, dan pulang selalu malam. Sempat pula terbersit dari sang istri, ia berniat  menggugurkan anaknya yang kedua ini, yang baru berumur dua minggu.

Nyut....kepalaku, ketika mendengar kata 'menggugurkan'. Aku cuma memberi pertimbangan, mereka sudah menikah, setia, se-iya sekata dalam suka dan duka; hingga maut menjemput. Tinggalah kini menyatakan SETIA, SEIYA dan SEKATA itu untuk keluarga. Diakhir pembicaraan mereka bersepakat untuk mengambil pembantu satu lagi, khusus untuk momong bayi. Aku cuma mewanti-wanti, jangan pernah menggugurkan. Konsultasi kedokter, jaga kesehatan dan makanlah yang bergizi.

Kepada sang suami, aku cuma bisa bersyukur. Ia akhirnya bisa berpikir jernih  untuk tirakat, itulah bentuk pengorbanan sekaligus pengertian untuk  keluarga, terutama untuk memahami istri. Semuanya butuh proses, pacaran lama bukan ukuran dan jaminan akan pemahaman yang benar tentang orang lain.

------------------------------------------
*) Selain hati, cinta; masih ada modal lain dalam menikah. Mau memahami diri dan orang lain, terutama memahami istri secara benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun