Jam 18.27.
Dua ibu datang ke rumahku. Dua-duanya pengajar di dua sekolah yang berbeda. Dan keduanya juga mengajar di kelas yang berbeda pula. Kebetulan, setengah tahun ini (kata mereka), keduanya sedang menyusun karya tulis, dan "belum selesai". "Belum selesai", Â karena sekalipun sudah mereka tulis hingga bab penutup (BAB V), namun mereka harus menyusun ulang, menyusun alur bahasan-nya dan bahasanya, agar karya tulis tersebut mudah dan sederhana dimengerti oleh masyarakat biasa. Karena hal tersebut, mereka merasa kesulitan untuk menyelesaikannya. Waduh....
Mau minta tolong padaku untuk mengedit ulang tulisan mereka dan "membahasakan" kembali tulisan mereka, itulah maksud kedatangannya di gubukku. Saya cukup maklum. Maklum, Â bila seorang wanita sekaligus menjadi ibu rumah tangga, lalu menjadi pengajar, kemudian...kuliah lagi, serta harus menulis karya ilmiah, skripsi; kadang wanita yang sekaligus seorang ibu tersebut membutuhkan konsentrasi yang sangat ekstra.
Sekian waktu kemudian, mamanya Prima menyajikan minuman untuk kami. Dua gelas teh untuk dua ibu itu, dan segelas white coffe untukku. Walau bukan penggemar kopi, namun sekali-kali minun kopi ... tak apalah, batinku.
Setelah selesai membongkar-bangkir tulisan mereka, dengan bantuan beberapa buku yang kumiliki, dan mengacu pada kaidah penulisan ilmiah yang ada, akhirnya selesai juga satu karya tulis dari salah seorang ibu tersebut. Sedangkan satu karya tulis lagi, dengan sangat terpaksa, harus ditinggal. Saya merasa tak sanggup lagi. Saya membutuhkan waktu yang agak lama (tak hanya sekedar sambil minum kopi) untuk menjlimeti - membaca ulang tulisan ibu tersebut, lalu mencoba meluruskan alur tulisannya, dan memaparkan ulang dengan bahasa yang sederhana. Ibu tersebut mengerti.
Jam 21.05 mereka (kedua ibu tersebut) pamit pulang. Saya dan mamanya Prima mengantar mereka sampai di depan pintu pagar rumah kami. Kedua ibu itu pulang berboncengan sepeda motor. Â Pintu pagar dikunci. Saya kembali di teras. Seraya nyruput- minum kopi yang sejak tadi belum tersentuh. Rupanya rasa kopi memang enak tenan...
Tapi, mendadak perut ini menjadi mules manakala kulihat kepala cecak muncul di bibir gelas. Kepala cecak yang muncul lengkap dengan ekornya yang mogal-mogel binti krugat-kruget sekarat! Biyuh...biyuh.... Apalah daku ini, jarang minum kopi, sekali minum kopi, eh...kopi rasa cecak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H