Takoyaki? Kataloka? Apa korelasinya? Pulau Grogos merupakan salah satu pulau kecil di Seram Bagian Timur, Maluku yang terkenal akan hasil tangkapan yang salah satunya yaitu gurita! Menarik garis familiar dengan kami mahasiswa IPB yang kerap mengonsumsi jajanan Takoyaki khas Jepang dengan bahan dasar gurita, itulah tajuk pengabdian masyarakat yang kami pilih. Pulau Grogos, pulau kecil dengan beragam potensi yang belum banyak diketahui berjarak 2,610 km jauhnya dari kampus kami di Bogor.
Ada rasa takut pada awalnya untuk melakukan kegiatan bersama masyarakat yang bisa dibilang cukup jauh dari peradaban seperti di Pulau Grogos ini. Takut untuk kurang dimengerti, takut terlalu menggurui dan takut tidak membawa dampak atau perubahan yang positif atau dirasa cukup memberi manfaat untuk masyarakat.
Informasi sekunder akan kehidupan masyarakat di pulau ini sangat kurang, yang diketahui dari Pulau Grogos hanya pulau nya yang kecil, memiliki lebar tidak sampai 1 km bahkan depan belakang rumah masih terlihat pantai dan lautnya. Sekitar 70 rumah ada di Pulau Grogos, 1 puskesmas dan 1 sekolah TK dan SD. Satu satunya yang bisa dibanggakan adalah kekayaan lautnya.
Sedikit kaget kami ketika melihat kehidupan mereka sehari hari tidak sejauh itu dengan teknologi itu, mungkin karena pesatnya perkembangan teknologi dan adanya signal juga listrik genset. Ya, kurang lebih semua kebutuhan mereka sehari hari cukup, hanya belum maksimal dalam memanfaatkan hasil alamnya karena pengetahuan yang terbatas.
Kurangnya sumberdaya manusia untuk guru merupakan salah satu masalah yang kami lihat ada di Pulau Grogos, guru adalah cabutan dari PNS dan hanya bisa hadir 3 bulan sekali jika ada kegiatan di luar Pulau Grogos. Saat semua guru pergi ke luar pulau, murid hanya bisa menunggu mereka kembali. Mendengar kondisi ini kami berfikir bahwa konsep pengabdian yang cocok harus didasarkan dengan asas "berkelanjutan", lebih tepatnya hubungan dan ilmu pengetahuan yang berkelanjutan, ketika kami pergi pun manfaatnya diharapkan masih ada.
Antusias anak-anak untuk belajar sangat luar biasa disana, rasa keingintahuan mereka yang tinggi membuatnya sulit untuk diam dan kadang menciptakan suasana kompetitif dalam waktu pembelajaran. Dimulai dengan pengenalan multimedia, seperti dasar dasar penggunaan laptop. Ternyata tahap ujian ke jenjang SMP mereka dilaksanakan dengan laptop. Kerennya mereka masih ingat dan tidak lupa untuk mengajarkan adik adik kelas dibawahnya.
Anak anak Pulau Grogos dari kecil sudah biasa menemani ayahnya melaut dan ibunya mengolah hasil laut. Mereka sudah sangat mengenal jenis ikan, kerang kerangan, gurita, penyu dan banyak lainnya, namun tidak dari mereka mengetahui seberapa kaya laut mereka dan banyak hewan langka yang hidup dibawahnya. Pemaparan modul hewan laut membuka pikiran anak anak disana, menciptakan sebuah kesadaran untuk menjaga alam lautnya.
Setelah melaut, sisa tenaga mereka dilampiaskan ke olahraga, beberapa dari mereka pemain voli dan sepak bola yang sangat berbakat. Namun sayang hanya bisa mencapai kelas tarkam karena sedikit orang disana yang bisa mengarahkan sehingga itu semua tersembunyi didalam Pulau Grogos saja. Dengan membuat "pojok literasi" / ruang buku yang suatu saat mereka akan baca, mereka akan tahu luasnya dunia, mereka akan tahu jika pergi jauh menyadarkan hal yang ada didekatnya, mereka akan tahu ilmu ada dimana mana, dari bacaan buku yang menyadarkan mereka.
Mengingat pertemuan kita dengan anak anak disana hanya sementara, guru guru juga dilibatkan dalam program kerja, sebagai penyambung ilmu yang sedikit kita berikan, sebagai pengingat dan pahlawan abadi mereka. Penuh harapan untuk Pulau Grogos dari tim Pengabdian Masyarakat Takoyaki Negeri Kataloka. Semoga semua yang dituangkan diingat selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H