[caption id="attachment_176993" align="aligncenter" width="512" caption="Perkebunan kelapa Sawit vs. Hutan Sekunder di Kalimantan (Sumber: Lasmana 2011)"][/caption]
Peran serta masyarakat sebagai warga dunia yang peduli akan lingkungannya sangatlah penting dalam mendukung usaha pelestarian lingkungan terlepas kompleksitas permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini.
‘Wicked policy dilemmas’ telah hadir dalam berbagai permasalahan lingkungan seperti permasalahan sampah, pencemaran air, deforestasi hutan hingga yang terkini pemanasan global dan fenomena perubahan iklim.
Namun sebenarnya apakah yang disebut dengan wicked policy? Wicked policy merupakan istilah dalam ilmu kebijakan publik yang dipopulerkan pertama kali oleh Rittel dan Webber pada tahun 1973. Wicked policy dapat dikatakan sebagai kebijakan yang sedemikian kompleks serta berbelit-belit. Wicked policy lazimnya terjadi berada di luar kapasitas pengertian dan respon oleh suatu organisasi atau institusi yang mengalaminya.
Suatu permasalahan kebijakan dinilai sebagai wicked policy karena sangat sulit untuk didefinisikan, memiliki ketergantungan serta keragaman sebab. Selain itu tidak memiliki solusi penyelesaian nyata serta bersifat kompleks secara sosial. Wicked policy pun biasanya bukan merupakan wewenang atau kewajiban organisasi manapun. Wicked policy selanjutnya dapat dicirikan pula dengan munculnya kegagalan suatu kebijakan.
Permasalahan lingkungan Indonesia saat ini telah sedemikian kompleksnya akibat berbagai polemik dan perbedaan pendapat di antara komunitas, golongan dan instansi. Perbedaan dan pertentangan ini pada dasarnya dapat bersumber pada apa yang menyebabkan suatu permasalahan lingkungan tersebut dan juga bagaimana cara penanggulangannya (wicked management problem).
Menurut World Bank (2010), sumber permasalahan lingkungan utama di Indonesia dapat terangkum sebagai berikut: (1). Pemanasan global dan perubahan Iklim; (2). Pengelolaan hutan dan aliran air; (3). penanggulangan bencana; (4). Kebijakan, lembaga, dan penyelenggaraan; (5). Sumber daya pesisir dan ekosistem terumbu karang.
Solusi terkini dalam menanggulangi lima tipe permasalahan lingkungan Indonesia ini tentunya membutuhkan integrasi dan kerjasama berbagai pihak. Apalagi tidak jarang permasalahan lingkungan Indonesia tidak hanya satu masalah belaka, tetapi terintegrasi dengan beberapa masalah lingkungan lainnya seperti masalah sosial. Sebagai contoh, deforestasi hutan, pengolahan limbah, dan kelangkaan pangan yang diikuti oleh bencana kekeringan, tekanan ekonomi serta sosial.
Tindakan nyata yang saat ini dibutuhkan tentunya berupa kerjasama di antara pemangku kebijakan (stakeholders) dan berbagai organisasi/komunitas atau ornop (organisasi non-pemerintah). Dimana bentuk kerjasama di antara para stakeholder dapat dilakukan melalui pendekatan kolaboratif dan inovatif (collaborative and innovative approaches).
Peran pemerintah baikpada tingkat regional maupun tingkat nasional saat ini semakin terwujud dengan adanya otonomi daerah di masing-masing provinsi di Indonesia. Walaupun demikian, Isu otonomi daerah dalam usaha penanggulangan permasalahan lingkungan dapat saja sarat dengan kompleksitas sosial ekonomi. Otonomi daerah dapat dikatakan berfungsi sebagai pembatas maupun pendukung terciptanya penanggulangan kerusakan lingkungan hidup.
Kewajiban pemerintah daerah dalam usaha penanggulangan ini dapat dimulai dengan cara penghimpunan koleksi data dan keanekaragaman hayati atau data dasar maupun sekunder yang vital bagi penentuan kebijakan lingkungan baik di daerah maupun nasional (contoh: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati). Disinilah kemudian pemerintah pusat berperan dalam rencana, penentuan dan pengelolaan strategi pembangunan serta penanggulangan lingkungan nasional maupun regional.
Tindakan nyata lainnya juga dapat berupa mempengaruhi perilaku masyarakat dengan cara peningkatan capacity building. Bukan tidak mungkin pelibatan masyarakat dalam bentuk organisasi/komunitas ini mendukung usaha konservasi keanekaragaman hayati dan meningkatkan pendapatan lokal seperti yang didukung fakta riset terbaru tentang peran masyarakat lokal dalam upaya mendukung pelestarian lingkungan.
Peran para ilmuwan turut pula menjadi pendukung utama penanggulangan permasalahan lingkungan masa kini.Kebutuhan para ahliIndonesia dalam menanggulangi permasalahan lingkungan Indonesia dapat terangkum dalam berbagai peran para ahli kebijakan (policy expert), pemetaan GIS, spesialis hutan, spesialis air, keterkaitan dengan masyarakat (community engagement), penegakan hukum lingkungan, pengelolaan kawasan terintegrasi, dan ilmu terkait lainnya. Hal ini menjadi esensial apalagi kedudukan para ilmuwan sebagai aset dasar pembangun bangsa. Dengan demikian peningkatan peran pendidikan nasional mutlak diperlukan keberadaannya dan turut berperan penting dalam usaha penanggulangan permasalahan lingkungan Indonesia.
Tugas para peneliti masa kini dalam konteks permasalahan lingkungan adalah untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Namun adalah tugas para politisi untuk memutuskan atau malah menghiraukan suatu kebijakan lingkungan. Walaupun pada akhirnya setiap putusan dapat didakwa sebagai kebijakan yang baik, buruk atau malah gagal. Para politisi juga tidak diharapkan untuk malu mengakui alasan mengenai tindakan kebijakan mereka terhadap publik.
Selain itu mungkin yang tersulit adalah bagaimana mempengaruhi serta mengimplementasikan sains atau ilmu pengetahuan ke dalam pembentukan kebijakan (decision making). Dengan demikian keberadaan ilmu terapan dari berbagai bidang ilmu terkait dengan permasalahan lingkungan seperti ekonomi dan sosial sangatlah penting untuk dikembangkan lebih lanjut. Oleh karena itu research based action (riset terapan) menjadi hal yang sangat dibutuhkan saat ini. Tidak hanya terkait dengan masalah lingkungan tapi juga terkait dengan masalah sosial, politik, dan ekonomi yang turut menyebabkan kompleksitas permasalahan lingkungan.
Selanjutnya peran serta seluruh pihak dapat pula mengakibatkan perubahan kebijakan, penyesuaian kebijakan maupun gagalnya suatu kebijakan. Segala respon terhadap kebijakan termasuk kebijakan berkenaan dengan lingkungan pun harus melibatkan berbagai faktor termasuk diantaranya sosial, ekonomi dan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H