Mohon tunggu...
fahmi karim
fahmi karim Mohon Tunggu... Teknisi - Suka jalan-jalan

Another world is possible

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Tidurnya Kenyataan

12 Februari 2021   23:42 Diperbarui: 14 Februari 2021   01:35 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tertidur dalam perjalanan. (sumber: unsplash.com/@mohendo)

Tidur adalah bagian paling misterius dari hidup ini. Bagaimana tidak, kita tak tahu jam, menit, ataupun detik ke berapa kita tertidur. 

Tiba-tiba tidak sadarkan diri. Begitu bangun, tiba-tiba saja. Ini bagian yang penuh tanda tanya. Seolah ada keterputusan antara pengetahuan kita akan waktu tidur dengan tidur itu sendiri.

Meski demikian, tidur merupakan cara efektif untuk menunda sementara hasrat akan pencarian kebahagiaan yang tak kunjung tiba, adalah cara untuk sejenak melewati hidup yang payah ini; serupa melakukan skorsing pada kenyataan hidup yang begitu kacau dengan tubuh yang tak berhenti berharap; tubuh juga perlu sejenak tidak melayani tuntutan hidup yang sombong ini.

Memilih untuk tidur tidak sekadar untuk melayani tuntutan tubuh, terutama mata. Tidur bagian dari pelarian akan kenyataan yang menjengkelkan, memuakkan, menghancurkan, menjijikan! Inilah alasan kenapa Asep menghabiskan hari-harinya untuk tidur; mencari sejenis kebahagian dan kepastian harapan, tidak di tanah Nusantara ini, namun di dunia mimpi.

Lelaki berusia 23 tahun, tubuh kurus, tinggi badan 170 cm dengan berat badan 51 kg. Kulit putih-pucat, rambut acakan dan mata yang selalu bengkak, petanda penidur.

Tidak punya pekerjaan tetap. Kerja serabutan, tergantung ada yang memanggil. Meski sebenarnya dia memang muak bekerja. Baginya bekerja hanya untuk kebutuhan makannya, dan sedikit untuk bayar listrik. Asal bisa untuk bertahan selama 3 hari, satu hari bekerja sudah cukup. Sisanya adalah waktu tidur; lebih banyak tidur dibanding bekerja.

"Seandainya manusia tidak butuh makan saya tidak mau susah-susah untuk berpanas-panasan mengeluarkan keringat di bawah terik matahari untuk bekerja. Apalagi upahnya tidak menentu. Lebih bahagia saya tidur." Begitulah yang selalu diulang-ulang Asep. Tubuh memang selalu pasrah pada ruang dan waktu.

Namun apa yang membuat ia ingin selalu tidur padahal kebutuhan hidup dan tuntutan kehidupan mempersyaratkan kerja? -- meski kerja mengambil waktu luang dan waktu tidur yang seharusnya.

Ini dikarenakan ia mampu mendesain mimpinya sebelum tidur. Tinggal dipikirkan: apa yang dipikirkan sebelum tidur adalah apa yang akan dialami dalam tidur; jalan-jalan, pacaran, jadi dermawan, pembunuh, ataupun menghancurkan bumi yang ditinggali oleh tubuh konkretnya. Ia menyadari hal ini, bahwa ia sedang mimpi. Kapan ia terbangun? Saat tubuh konkretnya ingin kencing atau lapar.

"Ah, sial! Tubuh sialan! Padahal sedikit lagi," keluhnya saat perut keroncongan sehingga menganggu mimpinya.

Meski bisa melakukan apa saja dalam mimpi, namun tubuh membatasinya. Tubuh memiliki kebutuhan sendiri yang tidak bisa tidak terpenuhi. Ini di luar kapasitas manusia. Melakukan sugesti seolah-olah tidak lapar akan tetap lapar. Tidak ada yang mampu mengontrolnya. Inilah kendala Asep.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun