Menjelang haul Gus Dur satu dekade, terbit buku Menjerat Gus Dur melalui penelitian dokumen sejarah oleh Virdika Rizky Utama yang sontak meramaikan publik.Â
Pasalnya, selain buku itu ditulis oleh anak muda yang kira-kira pada masa Gus Dur masih duduk di Sekolah Dasar, buku itu berisi dokumen super rahasia yang tidak boleh diketahui oleh banyak orang.
Yang lebih bikin geger lagi nama-nama yang tertulis dalam dokumen Skenario Semut Merah (SEMER) itu masih eksis dan beberapa wajahnya ada di barisan pemerintahan.
Ada juga beberapa nama dalam dokumen tersebut sangat susah diminta penjelasannya. Jika tidak mengancam dirinya, tentu akan disingkap sejarah itu.
Buku ini laris dalam cetakan pertama. Tapi saya belum membeli buku ini. Saya hanya membaca poin-poin pentingnya di situs alif.id yang ditulis langsung oleh Mas Virdika. Di wilayah saya, Manado, buku ini belum sempat sampai. Youtube memberi saya gambaran singkat bagian-bagian buku ini.
Saya kira dalam buku ini hanya bagian tentang dokumen pemakzulan Gus Dur yang menohok. Entah karena Gus Dur merupakan orang baik sehingga kebanyakan orang merasa tergores hatinya ketika disingkap konspirasi di belakang itu dan di blow up, atau memang bukan Gus Dur yang dibela namun sudah ada dendam pada nama-nama yang berkonspirasi itu.
Menariknya, data yang menjadi rujukan awal penelitian buku ini adalah dokumen yang telah dibuang.
Tapi di sini saya tidak akan fokus pada penulis buku yang muda, berani, dan gondrong itu, serta hasil risetnya. Saya akan mencoba menulis ingatan-ingatan saya tentang Gus Dur yang melekat di "ketidak-sadaran" saya.
Kesimpulannya: meski dokumen itu mencoba kembali membicarakan "kasus" yang menurunkan Gus Dur dari jabatan presiden, tapi saya akan sulit percaya karena yang tertanam di kepala selama ini adalah  kemanusiaan Gus Dur.
Bagaimana cara merawat ingatan?
Dalam sejarah, salah satunya dengan terus membaca sebanyak mungkin tentang peristiwa lampau. Dari sini kita akan membandingkan peristiwa satu dengan peristiwa lain. Dari literasi sejarah, ingatan akan masa lalu akan terus bertalian sampai mungkin kita akan memberinya batasan.
Yang menguatkan sejarah, selain pelaku sejarah, adalah dokumen. Sejarah biasanya adalah pertarungan kevalidan dokumen. Meskipun dokumen lain juga belum terungkap.
Karena pelaku-pelaku dalam dokumen SEMER itu masih hidup maka sangat mudah diklarifikasi kebenarannya. Beruntung: mendapatkan dokumen dan kebanyakan dari nama-nama dalam dokumen itu orangnya masih hidup.
Literasi tentang sejarah juga mudah mempengaruhi setiap orang. Maklum, karena tidak semua orang mau meneliti tentang masa lalu. Biasanya apa yang dia ketahui hanyalah dari apa yang telah dia baca. Itu juga bisa berubah jika menemukan fakta-fakta sejarah yang baru.
Sejarah memang dahulu ditulis oleh pemenang. Yang kalah juga menulisnya tapi disingkirkan pemenang. Tapi untuk sekarang, di zaman yang canggihnya minta ampun, segala informasi sejarah bisa diakses. Pikiran kita lebih muda melakukan uji kebenaran sejarah dengan meninjau sumber-sumber yang lain.
Soal ingatan-ingatan sejarah yang terawat, saya akan memulai dengan selipan ingatan tentang beberapa presiden Indonesia. Misalnya Soekarno, ayah Megawati.
Saya terhubung dengan Soekarno karena pernah bermalam-malam dengan tulisannya. Juga tulisan-tulisan tentangnya. Ide-idenya membuat saya merasa dekat denganya.
Meski ada beberapa buku yang mengulas sisi lain dari Soekarno, tapi itu akan tertutup dengan banyaknya buku yang menceritakan betapa Soekarno sangat berperan dibalik kemerdekaan Indonesia. Apakah karena lebih banyak dia mengabdi pada rakyat atau bagaimana, namun sedikit kesulitan menemukan nada negatif tentang Soekarno. Bukan tidak ada.
Maksud saya begini: di samping ada banyak pemberitaan baik tentang Soekarno, ada juga pemberitaan buruk tentangnya. Dari situ kita mudah menerima fakta sejarah tentangnya sekalipun dari yang tidak suka dengannya atau dari pengagumnya. Â
Contoh lain dari memori tentang Soeharto:
Di kalangan aktivis, sosok Pak Harto jangan ditanya lagi. Jika bukan kritikan pedas, bisa-bisa makian. Itu terasa di angkatan saya yang lahir tahun 90an.
Ketika ada pemberitaan yang baik-baik tentangnya, setidaknya pikiran saya sulit memverifikasi kebenarannya, atau bahkan tertolak.
Meski beberapa wadah ideologisasi telah dibekuk dan ikut berpartisipasi pada rezim Orde Baru (orba), seperti pendidikan formal dan media massa, tapi tetap tidak menutup tindakannya selama memerintah. Sebut saja peristiwa-peristiwa dalam ingatan Anda. Tidak bisa tertutupi meskipun bahkan di ranah kebudayaan telah digunakannya untuk menutup itu.
Sekalipun ada fakta sejarah yang membuat kita harus menerima itu sebagai kebenaran tindakannya, tapi tetap saja yang terselip diingatan adalah pelanggaran-pelanggaran HAM.
Setelah lalu-lalang di masa lalu, film Penumpasan Penghianatan G 30 S PKI, sebagai propaganda ingatan, hanyalah suatu opera yang dalangnya sudah jelas.
Bagaimana dengan Gus Dur?
Kasus yang menjerat Gus Dur masih tetap kabur sampai dokumen rahasia itu dipublis. Kasus yang kabur itu ditelan oleh kemuliaan Gus Dur.
Ingatan kita tentang Gus Dur ada beragam jenis. Melintasi batas-batas identitas. Seperti ucap gusdur, sejarah telah membuktikan itu.
Buku yang memaparkan dokumen rahasia, bagi saya, malah justru bukan untuk dendam kepada nama-nama itu -- tidak juga melupakan nama-nama itu -- tapi lebih memperkuat apa yang selama ini kita yakin sebagai Gus Dur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H