Mohon tunggu...
fahmi karim
fahmi karim Mohon Tunggu... Teknisi - Suka jalan-jalan

Another world is possible

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kerja yang Mengubah Cara Hidup di Desa

3 Desember 2019   13:53 Diperbarui: 3 Desember 2019   15:02 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi beberapa orang yang hidup di kota dengan pemandangan gedung-gedung tinggi dan juga pusat-pusat perbelanjaan yang padat, mungkin dengan jalan-jalan ke desa merupakan situasi yang baik untuk memberikan pengalaman pada tubuh tentang rasa-ruang alami; tidak ada gedung tinggi yang menghalangi pemandangan dan tidak ada kemacetan juga tidak dikejar-kejar oleh prodak yang memberikan hasrat dan kenikmatan yang menipu pada kita. 

Di kota bisa terlihat jelas ketimpangannya. Kita bisa menemukan pemukiman daerah gelandangan dalam kota (inner-city slums) yang menjadi pusat kesengsaraan dan kemiskinan.

Dalam distingsi di atas tentang ruang alami, mungkin kita tidak akan berdebat panjang, namun bila kita memandang desa merupakan situasi yang 360 derajat berbeda dengan kota kita masih akan memperdebatkan itu.

Misalnya dengan memandang bahwa situasi di desa murni kehidupannya kolektif inoportunis; kehidupan sosial yang maksimal keramahannya, atau kerja-kerja yang masih manual dengan melibatkan penuh tenaga kerja manusia.

Perkembangan teknologi memberi kita kesetaraan pada informasi. Desa hanyalah sebuah nama dengan makna tertentu dan, tentunya, administrasi. Desa ada dalam sistem dunia. Dengan kecangihan satu kali klik membuat kita bisa terhubung dengan segala jenis yang kita mau (global village).

Saya yang lima tahun ini hidup di kota, dan mungkin juga Anda, pasti punya cerita dari pengalaman tubuh tentang kota juga desa. Pengalaman yang tentunya mengakar kuat. 

Tidak sedikit juga membuat perbandingan. Karena nenek moyang kita hidup dengan berpindah-pindah tempat (nomaden), kita mungkin mewarisi itu; yang di desa membayangkan kenikmatan dan kebahagiaan hidup di kota dan ingin pindah, yang di kota lelah dengan kehidupan formal dan ingin kembali ke desa dengan fasilitas yang diberikan langsung oleh alam. Atau juga alasan kerja, baik yang dikota ingin membangun dinasti perusahaan di desa atau yang di desa ingin kaya di kota. 

Tidak jarang juga ada yang terus bertahan di kota karena telah diikat dengan kerja. Migrasi permanen demikian biasanya hasratnya telah kawin dengan nilai-nilai kota atau terikat dengan nilai-nilai komunitas yang lain. Ada juga migrasi temporal yang hanya bolak-balik desa ke kota dan menjadi agen sosialisasi nilai-nilai desa. Mungkin kalau bisa direduksi, saya termasuk kategori kedua.  

Kata 'desa' selalu berkorespondensi dengan imajinasi tradisional. Desa seakan tetap menjadi desa dalam tradisionalnya tanpa bisa berevolusi sedikitpun. Sejarah kota juga adalah sejarah evolusi.

Memang dalam beberapa poin kehidupan di desa itu sangat dekat dengan situasi alami manusia; kolektivisme. Anda mungkin yang hidup di kota tidak mengetahui data lengkap keluarga di samping rumah anda. Di desa, Anda mungkin jam lima sore diantar sayuran atau ikan oleh tetangga anda.

Di desa sulit mencari patahan-patahan perubahan situasi sosial-kulturalnya. Meskipun teknologi juga masuk dengan pesat, namun kita masih bisa menemukan situasi desa dengan kategori sebagaimana yang kita bayangkan. Mencari patahan-patahan itu adalah dengan melihat jenis-jenis kerja yang berkembang di desa. Cara kerja yang mulai digantikan oleh kecanggihan teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun