Mohon tunggu...
fahmi karim
fahmi karim Mohon Tunggu... Teknisi - Suka jalan-jalan

Another world is possible

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Transcendence", Cinta Robot

13 Juli 2019   17:36 Diperbarui: 13 Juli 2019   17:45 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mungkin ini semua tak bisa dihindari. Tabrakan yang tak bisa dihindari antara manusia dan teknologi."

Ungkapan Max Waters, kerabat dekat Dr. Will Caster dan Evelyn Caster, dalam pembuka film yang bertajuk fiksi ilmiah: Transcendence.

Film yang dibintangi oleh Johnny Depp (Will), Rebecca Hall (Evelyn), Paul Bettany (Max), Cillian Murphy (agen Buchanan), Kate Mara (Bree) dan pemeran senior Morgan Freeman (Joseph) dengan sutradara Walter Pfister asal Amerika Serikat, memberi gambaran bagian-bagian kecil kemungkinan akan masa depan perkembangan Artificial Intelliegance (AI). Dengan segala kecanggihan komputasi maupun Internet of Thing (IoT) yang bersetubuh dalam ruang maya bersama kesadaran seorang ilmuan yang super pintar, dicampur dimensi perkawanan dan, tentunya, masalah hati.

Produser film ini adalah Christopher Nolan yang juga menyutradarai deretan film yang, bagi saya, membuat spekulasi berubah setiap menit. Misalnya Memento ataupun Interstellar.

Jika mau singkat, tesis yang saya ajukan dalam film ini (mungkin) problematis; dengan diunggahnya kesadaran manusia (jika terjadi) pada AI (kecerdasan buatan), mengakhiri pendapat bahwa robot tidak mempunyai dimensi emosional: cinta. Karena, di akhir film, secanggihnya kecerdasan buatan, takluk pada cinta dan kasih sayang yang tidak bisa diperhitungkan dalam kalkulasi: relasi antara suami-istri dan kekerabatan.

Di penghujung film, kita disuguhkan dengan situasi ketak-berdayaan manusia dihadapan AI yang terhubung dengan kesadaran Dr. Will. Seolah menggambarkan fase berakhirnya kebolehan manusia utuh. Namun, bukan akhir seperti yang ada dalam film The Day After Tomorrow dengan kekacauan cara kerja alam yang menyebabkan bencana besar. Pertaliannya mungkin hanya soal dimensi kemanusiaan antara Ayah-anak dan suami-istri. Atau ujung dari eksperimen manusia akan dorongan kualitas pertumbuhan ekonomi.

Setelah Evelyn berhasil diupload, dengan sekejap virus menghancurkan internet, kelas AI paling mutakhir, yang terhubung dengan kesadaran Dr. Will. Hal ini telah direncanakan dengan resiko oleh Evelyn bersama dengan teroris "anti teknologi" dan juga FBI.

Teknologi memang tidak bisa dilepaskan dari manusia pada abad ini. Dalam tahap ke empat Revolusi Industri, internet menjadi bagian tubuh manusia. hampir semuanya bersentuhan dengan teknologi dan internet.

Mari kita sejenak berimajinasi dengan anakronistik, pasti kita tidak mampu melampaui akan masa depan dengan tak hadirnya teknologi. Namun, kenapa orang-orang sebidab teroris mampu bekerjasama dengan FBI dalam menghentikan kecanggihan "supercomputer" Dr. Will?

Dr. Will bersama Evelyn dan kerabatnya, Max, memang terkenal dengan pengembangan kecerdasan buatan. Mereka ingin mengembangkan dan melampaui kemampuan komputer pada masa itu --  beginilah tabiat para ilmuan. Mereka ingin menciptakan komputer yang bisa berpikir, menyembuhkan penyakit, mengakhiri kemiskinan dan kelaparan (seperti mimpi Evelyn). "Gampangnya, untuk menyelamatkan nyawa."

Yuval Noah Harari dalam Homo Deus menjelaskan  bahwa, "pada abad 21, manusia kemungkinan akan melakukan upaya serius menuju imortalitas." Atau menjadi tuhan (dengan "t"). Persoalan bertahan hidup memang merupakan pendorong setiap perubahan. Materialitas tubuh sebagai prasyarat.

Dalam sekejap, teror dari Revolutionary Independence From Tecnology (R.I.F.T.) merespon seperti kecepatan internet. Dr. Will tertembak dengan peluru beracun dan divonis oleh dokter hanya mampu bertahan selama beberapa minggu. Bagi mereka, R.I.F.T., "kecerdasan buatan adalah kekejian tak lazim dan ancaman bagi kemanusiaan."

Oleh cinta, apapun menjadi mungkin. Tidak mau ditinggalkan oleh Will, Evelyn mencoba mengunggah kesadaran Will pada komputer agar terus dapat berkomunikasi. Alhasil, kesadarannya dapat diunggah dan dihubungkan ke internet.

Bisa anda bayangkan, orang secerdas Dr. Will satu kesadaran dengan internet. Hasilnya adalah tak-terbatas; menyembuhkan orang buta, mampu menggendalikan alam dan membuat benda apapun dengan nanoteknologi. Dr. Will juga bisa menjadi siapa saja yang pernah terhubung dengannya. Ini merupakan ketakutan oleh orang-orang terdekatnya.

Max adalah orang yang menyadari dengan nada negatif akan kemajuan teknologi yang akan datang. Mesin baginya hanya untuk membantu manusia, bukan menggantikan manusia.

Jika saya bisa mewakili pertanyaan dari teroris dan FBI: bagaimana nantinya masa depan manusia? bagaimana nasib pekerja yang setiap waktu kerjanya digantikan oleh robot?

Banyak yang beranggapan bahwa perkembangan teknologi bisa mengantikan seluruh jenis kerja manusia meskipun waktunya relatif panjang. Melihat kenyataan di pertokoan pemilik kapital, kerja manusia memang mulai berkurang. Misalnya dengan memperbanyak CCTV dengan otomatis pengurangan kerja-upahan manusia.

Namun saya masi berpikir: bagaimanapun kecanggihan teknologi, di situ selalu ada jenis kerja manusia yang dicurahkan untuk menghasilkan teknologi tersebut. Manusia yang selalu memiliki dimensi kesadaran kolektif dengan manusia. Sebut saja, sekelas pemilik perusahan Microsoft pasti punya kesadaran untuk memonopoli pasar dengan kapitalis yang sama pengaruhnya.

Namun, bukannya bagus jika semua kerja manusia digantikan oleh robot? Tapi tidak semudah itu. Kelas pekerja harus merebut agenda otomasi ini.

Tapi, di sini saya tidak bermaksud untuk memperdalam agenda otomasi kelas pekerja.

Di sini saya akan menyoroti akhir dari film ini. Akhir yang menggambarkan bagaimana cinta bisa membunuh ambisi dan juga perkawanan dengan Max menjadi pemantik  berakhirnya kejayaan kecerdasan buatan Dr. Will.

Kita tahu bersama bahwa, meminjam Horkheimer dan Adorno, Dialektika Pencerahan selalu mengedepankan kalkulasi-kalkulasi yang rasional. Mitos-mitos baru Pencerahan menjadikan efektifitas pun efisien menjadi rujukan. Demikian halnya dengan teknologi, algoritma memainkan ini.

Dr. Will yang telah terhubung langsung dengan internet dan sudah melampaui lebih cepat perkembangannya, terpaksa tunduk dengan kalkulasi perasaan pada Evelyn dan Max.

Di sini saya akan memberikan tiga poin. Pertama, ini merupakan jawaban atas akan ada dimensi emosional pada robot. Kedua, jawaban atas pencarian imortalitas. Atau ketiga, dimensi kemanusiaan tetap diutamakan dalam perkembangan teknologi.

Kekaguman saya yang terakhir adalah: segalanya yang dilakukan oleh Dr. Will adalah untuk mewujudkan mimpi sang istri, Evelyn.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun