Alun-alun utara Yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama alun-alun lor dikalangan warga masyarakat sekitar DIY Yogyakarta adalah sebuah tempat yang berupa lapangan luas yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan untuk menggelar kegiatan masyarakat. Pada umumnya alun-alun adalah sebuah halaman rumah, namun dengan ukuran yang jauh lebih luas dan biasanya dimiliki oleh kaum penguasa pemerintahan seperti raja, bupati, gubernur bahkan camat yang mempunyai halaman di depan rumah, pendopo atau tempat kediamannya yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakatnya dalam melakukan aktivitas dan kegiatan kemasyarakatan, seperti kegiatan kepemerintahan, perdagangan, pendidikan bahkan kegiatan militer. Selain itu juga pada awalnya alun-alun dijadikan sebagai tempat berlatih perang (gladi yudha) bagi prajurit kerajaan, tempat penyelenggaraan sayembara, tempat penyampaian titah (sabda) raja kepada rakyatnya serta sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Dalam perkembangannya alun-alun dipengaruhi oleh keadaan sejarah yang terjadi di Yogyakarta ,seperti pada era Hindu-Buddha, masa Kerajaan Majapahit, dan era masuknya agama Islam.
Dewasa ini, fungsi alun-alun utara Yogyakarta sudah berkembang tidak hanya berfungsi sebagai aktivitas kemasyarakatan atau pun pemerintahan, tetapi juga berfungsi sebagai salah satu daya tarik wisata. Banyak sekali para wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke alun-alun lor ini untuk menikmati suasana keindahan yang ada di alun-alun lor ini, letaknya yang strategis karena dikelilingi oleh gedung-gedung seperti Keraton Yogyakarta, Masjid Gedhe Kauman serta Museum Sonobudoyo, membuat daya tarik akan wisatawan atau pengunjung semakin kuat. Hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar alun-alun lor untuk dijadikan sebagai peluang dalam menambah penghasilan sehari-hari. Berbagai macam profesi bermuculan seperti pedagang asongan, warung kopi, angkringan, pedagang kerajinan tradisional, dan banyak lagi.
Warung angkringan menjadi salah satu tempat yang sering kali terlihat ramai pengunjungnya, salah satunya warung ankringan milik Ibu Sri perempuan berusia paruh baya yang setia berjualan di pinggir jalan alun-alun lor. Beliau mengaku sudah berjualan sekitar tujuh tahun lamanya, tidak banyak memang keuntungan yang diterima oleh Ibu Sri ini, tetapi hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari sudah alhamdulillah katanya, yang saya wawancarai tadi malam. Dalam perdagangan apapun tentu ada saat naik maupun turun, tentu itu juga dialami oleh beliau. “Kalau lagi rame sih bisa dapat sampai 150 ribu sehari, ya kalau lagi sepi paling hanya bisa buat belanja ganti barang yang belum laku, mulai buka dari jam empat sore sampai jam dua pagi”,ujarnya.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Alun-alun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H