Sleman, 25Des2010
Dia adil loh...^^
Serasa gontai, ia pun bersandar di depan pintu tebal ini, menunggu kabar akbar. Pikir dan perasaannya total tak bersahabat lagi. Galau. Pengajian di surau sore kemarin yang seharusnya bernatijah ma’rifat, malah berganti dengan nafsu keingkaran.
Bisik jahanam begitu santernya masuk kedalam lubang-lubang tubuh, sesaki kalbunya. Meski sedih adalah klimaks rasa, matanya yang memerah tak berair sedikitpun.
Ia sangat membenci Alloh saat itu. Ya, sangat! Alloh ingkar janji!
Telah lama ia berdoa agar suatu saat nanti ia menjadi orang kedua yang kan pergi tinggalkan dunia. Menjadi ahli kubur sebelum ibu dan ketiga adiknya. Doa ini adalah timbunan rasa duka setelah sang ayah tiada. Ia tak ingin kembali terbenam dalam laut kerinduan.
Sebelum ia tikam imannya dalam-dalam, keluarlah pria berjas putih dari ruangan.
“Mbak…bersyukur jantung ibu masih bias diselamatkan. Ibu masih butuh istirahat ekstra di ruangan khusus.”
Kabar ini disambut senyum lega darinya. Serasa angin sepoi-sepoi tenangkan hatinya. Belum semenit berlalu, datanglah paman yang menyuruh dirinya pulang dan istirahat. Bergantian jaga maksud paman.
***
Malam telah larut. Lampu kuning 5 watt sinarnya terlihat buram saat ia buka matanya. Dengan tubuh lemas ia beranjak dari kasur.
Ia terperanjat dengan pemandangan aneh saat ia buka pintu kamarnya. Banyak orang berkumpul di ruangan tengah. Ada kedua adiknya, tetangga dan seluruh teman kerja. Terlebih ada ibunya yang menangis tiada henti, hingga tampak muka yang terlipat-lipat karena duka. Sesaat kemudian ibu jatuh pingsan yang disambut gema tangis kedua adiknya. Ia pun berlari untuk menggapai tubuh ibunya
Namun…
Tangannya tak sanggup sentuh tubuh renta itu. Berkali-kali ia berbilang-kata, berteriak, namun seperti tak ada yang mendengar.
Ia palingkan pandangannya pada tubuh yang terbaring di tengah ruangan. Tubuh yang terbungkus seluruhnya dengan kain wangi.
Tiba-tiba ada sesosok pria tua yang datang dan tersenyum kearahnya. Pria itu adalah ayahnya.
“Jenasah itu adalah kamu.” Kata ayah
Tampak ibu siuman, dan langsung meloncat memeluk jenasah. Ibu berteriak-teriak, tak rela ditinggalkan anak sulungnya. Paman berusaha menenangkannya.
“Tidak bisa Dik, dia sangat berarti. Aku ingin mati sebelum dia Dik. Aku tak mau begini, tak mau!” katanya saat dipeluk paman. Tangis ibu masih saja tak berhenti.
Tiba-tiba anak bungsu mendekati ibu. “Aku juga pingin mati sebelum Mba, Bu… “ sambil pandangi lembut ibunya, “Kalau semua pingin begitu, kapan Mba akan tenang untuk pergi?, karena kita semua ga rela… pasti Mba sedang melihat ini Bu, dia pasti lebih sedih Bu…”
***
Ia terbangun mendadak, ketika bahunya digoyang-goyang oleh seorang wanita.
“Bangun Nduk…minum ini dulu biar pikiranmu tenang”
Ternyata Bibi yang datang dengan segelas air putih.
“Nduk, kamu sudah besar. Sudah tahu apa itu arti iman dan ikhlas.” sambil mengusap rambut dan pipi dengan pelan, bibi kembali kembali berkata pelan,”Ibu meninggal baru saja Nduk…”. Bibi langsung memeluknya.
Kabar ini terdengar berat di hatinya, namun ringan di kalbunya. Ia tarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya sangat perlahan.
“Bibi belum bilang ke adik-adikmu.”
“jangan Bi, biar saya yang akan beritahu mereka. Sekarang saya akan Sholat Dhuha dulu…”
maaf lahir batin
fajar nugroho
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H