Mohon tunggu...
Fiyya Aqilatushshodiqoh Ayu D
Fiyya Aqilatushshodiqoh Ayu D Mohon Tunggu... Mahasiswa - 23107030073 Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

‎

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

#Alleyesonpapua "Kalau ini Diambil Perusahaan, Kita Mau Kemana?"

3 Juni 2024   22:32 Diperbarui: 3 Juni 2024   23:01 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Senin, 27 Mei 2023. Masyarakat Adat Awyu Papua rela berjalan 48 jam dari Papua ke Jakarta untuk melakukan aksi di depan gedung Mahkamah Agung. Mereka sedang memperjuangkan hak-hak mereka, hutan adat tempat mereka tinggal akan digusur dan dijadikan menjadi kebun sawit. Perusahaan sawit menyerobot hutan adat suku Awyu di Papua. Karena bagi suku Awyu hutan adalah sumber kehidupan, Masyarakat Awyu khawatir konsesi perusahaan sawit akan merusak hutan adat.

Masyarakat papua khusunya suku Awyu menggugat 2 instansti yaitu yang pertama Pemerintahan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua dan juga menggugat PT Indo Asian Lestari. Dalam kasus ini juga merupakan salah satu kebanggan dan juga keberhasilan Masyarakat Papua karena terjadi dalam Sejarah Papua yang dimana yang selama ini Masyarakat Papua yang hanya diam mendengarkan. Akhirnya, Masyarakat adat suku Awyu bisa menggugat lewat jalur hukum.  

Marga Woro dan Suku Awyu menggugat izin lingkungan kebun sawit PT Indo Asiana Lestari Bersama Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua. Bukan suatu yang mudah untuk melawan Perusahaan besar, karena Masyarakat tidak mempunyai dana seperti perusahaan-perusahaan besar. Yayasan Pusaka dan juga Alumni We Create Vol.3, Sutami sempat berkomunikasi dengan salah satu perwakilan Suku Awyu Hendrikus Franky Woro yang kerap disapa Franky. Franky mengatakan bahwa mereka (Suku Awyu) harus menempuh perjalanan yang panjang, rumit, dan mahal untuk menuju ke pengadilan di Jayapura, Papua. Menghabiskan waktu 7 jam dan biaya 10 juta per orang untuk sekali perjalanan, itupun hanya untuk uang transport. Tapi sangat disayangkan, karena gugatan yang dilakukan mereka tidak berhasil atau kalah di Pengadilan Tinggi dan saat ini satu-satunya harapan Suku Awyu adalah Mahkamah Agung.

Tidak tinggal diam, Sutami juga mengatakan bahwa akan ikut mendukung Suku Awyu. Sutami membuat petisi untuk galang dukungan dari Masyarakat Indonesia, supaya Mahkamah Agung mencabut dan membatalkan izin lingkungan PT Indo Asiana Lestari. Sebab, izin lingkungan dapat dicabut kalau Masyarakat Indonesia ber ramai-ramai membantu menyuarakan dan diyakini masalah ini akan mendapat perhatian yang lebih dari hakim.

Aksi yang dilakukan Pejuang Lingkungan Hidup Masyarakat Papua dari suku Awyu dan suku Moi adalah sebuah aksi damai untuk memperjuangkan hutan adat seluas 36.094 hektare berlokasi di Boven Digul, Papua yang sama luasnya dengan setengah wilayah dari Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terancam akan hilang dan berganti menjadi Perkebunan Sawit oleh PT Indo Asiana Lestari dan PT Sorong Agro Sawitindo. Dalam aksinya tersebut terdapat berbagai kalimat yang diutarakan. Salah satu contohnya adalah PAPUA BUKAN TANAH KOSONG, Kami Melawan Krisis Keanekaragaman Hayati, Kami Melawan Krisis Kemanusiaan, Kami Bersama Suku Awyu

Bagi suku Awyu, hutan adalah tempat mereka hidup karena segala kebutuhan tersedia di hutan dan jangan salah bahwa mereka secara tidak langsung turut menjaga kehidupan kita dan hutan Indonesia. Jika mereka tidak menjaga dan melestarikan hutan yang ada di Indonesia, bisa jadi terdapat kurang lebih 25.000.000 ton karbondioksida ekuivalen yang lepas ke Atmosfer yang dampaknya bukan hanya dirasakan Masyarakat Papua,namun seluruh dunia karena menyebabkan buruknya krisis iklim di Bumi.

"Kalau ini diambil Perusahaan, kita mau kemana?" ujar Barbara Murki, Masyarakat suku Awyu yang angkat bicara tentang permasalahan ini. Dilansir dari chanel Youtube Tv Tempo, Barbara Murki mengatakan bahwa "kita harus melindungi kita punya hutan dan tanah untuk Masyarakat tanah adat, kita bisa hidup. Itu yang mama masih jaga sampai hari ini, yaitu yang mama tidak mau sama sekali saya tidak mau kasih ke perusahaan. Saya harus jaga saya punya hutan dan tanah melindungi hutan tanah adat saya."  Pesan untuk saudara di Papua tidak lupa juga disampaikan oleh Barbara Murki "Kita kuat dari alam, kalau ini diambil perusahaan, kita mau kemana? Kita nanti kelaparan, kita hidup dari alam karena alam yang kasih makan kita. Kita harus jaga dusun dan tanah, melindungi tanah adat kami. Kalau kita kasih orang, kita mau kemana? Kita nanti mati rame" ujar Barbara Murki dalam wawancaranya di Chanel Youtube Tv Tempo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun