Secara sederhana hoax itu adalah berita bohong. Dan bohong di agama Islam termasuk ciri-ciri orang munafik. Namun menjadi tidak sederhana lagi sekarang ini karena polarisasi akibat politik identitas yang suka tidak suka seakan-akan meng"halal"kan segala cara.
Dari perkara sepele yang awalnya dari gosip dari mulut-mulut, eh kok ya bisa juga jadi sumber berita media. Makin kompleks lagi karena ternyata ada yang namanya produsen berita hoax. Bisa untuk menjatuhkan nama baik orang atau kelompok atau sebaliknya mengklaim prestasi tanpa usaha dengan hanya main tempel gambar olahan photoshop.
Menag, sebagai pucuk tertinggi kementrian yang mengurusi hajat hidup orang beragama secara moral tentu menempati posisi penting dalam andil menangkal berita hoax.
Apa perannya ya Pembinaan. Meminjam pendekatan 5W 1H bisa dipetakan sebagai berikut :
Who - Siapa ? Seluruh jajaran kementrian agama, pemuka-pemuka agama di tempat-tempat ibadah adalah sebagai para agen penangkal hoax. Dalam hal ini, tantangannya hoax itu bisa memapar setiap orang yang bermedia sosial. Namun yang mempunyai data sahihlah yang bisa mementahkan berita hoax tersebut.
What - Apa ? Isi berita hoax itu sendiri. Dua channel utama yang sering menggaungkannya adalah twitter dan facebook. Twitter sering ditulis singkat, padat, menusuk, sedangkan facebook untuk tampilan banyak gambar yang katanya fakta dan cuplikan video.
Where - Dimana ? Nah ini, makin seru karena hoax bisa terjadi di luar negeri tapi seakan-akan terjadi di kampung sendiri.
When - Kapan ? Meskipun di tempat yang sama. Tapi kejadian beda waktu tentu beda fakta.
Whom - Oleh siapa ? Sudah sering diklarifikasilah, beberapa tokoh yang kemana-mana diminta foto bareng, tiba-tiba ikut disinyalir dalam permufakatan jahat. Tuduhan hubungan dekat sering menjadi pembunuhan karakter yang efektif. Hanya karena ada bukti foto bersama sudah dianggap ada sesuatu kong kalikong.
Memang sih cara ngeles materi hoax, disebut penyebarnya dengan kalimat ".. silakan masyarakat menilai sendiri".
Tapi runtutan gambar, sudut pengambilan gambar, kata-kata meme, belum lagi pemotongan kalimat-kalimat langsung akan menegaskan adanya Why - alasanmengapa. Ingat hanya butuh alasan yang masuk akal, walau pun tak perlu benar sedemikian adanya.
Maka How - cara melawannya menjadi penting. Jika saya menjadi Menag maka melawan hoax di Medsos harus dilawan dengan cara yang sama yaitu di facebook dan twitter pula.
1. Harus tegas membersihkan jajaran Kemenag dari aktivis hoax di media sosial. Disusupi paham anti NKRI, saja tidak boleh apalagi jika ada yang terang-terangan menyebarkan hoax walau hanya sekedar klik "share"
2. Kemenag harus punya corong media sosial sendiri sebagai pengendali informasi. Bahkan, seyogyanya bekerjasama dengan kementrian-kementrian lain untuk memberi informasi yang benar kepada masyarakat.
3. Kemudian, forum-forum anti hoax harus didukung keberadaanya. Kongkritnya di fasilitasi dengan anggaran pula, untuk mengadakan berbagai aktivitas pendidikan masyarakat akan kesadaran Tangkal Hoax Bersama. Sehingga gerakan anti hoax bisa disinergikan dengan gerakan keagamaan.
4. Nah, umat itu kan ikut ulama, maka ulamanya juga harus diajak mengikuti perkembangan teknologi. Saya pribadi pernah punya pengalaman di kampung saya sendiri, mendengarkan ceramah seorang ustadz yang mungkin tak sengaja menyebar ujaran fitnah hoax. Dia berapi-api menceritakan satu kejadian yang saya tau betul beritanya sudah ada di media mainstream, bahkan dipublikasikan dalam video lengkap. Namun karena si ustadz lebih percaya video yang dia dapat di media sosial dan ternyata hanya hasil editan, kasihanlah jamaahnya.
Jika saya Menag, saya akan memposisikan hoax sebagai musuh semua agama. Sehingga apapun agamanya rentan dikenai berita hoax. Seperti halnya teroris-teroris yang asalnya dari pemahaman melenceng pada perintah Tuhan. Penebar hoax pun begitu, mereka merasa media sosial adalah ladang amalnya. Maka mereka akan merasa menang jika produk-produk hoax-nya dibaca jutaan orang, diberi tanda like ratusan ribu, bahkan dishare kesiapapun yang dampaknya makin sulit dihitung.
Jadi prinsipnya Hoax itu berusaha untuk
a. mendapatkan panggung perhatian,
b. menginjeksikan virus hoax,Â
c. merekayasa reaksi massa yang diharapkan agar bisa membentuk opini masyarakat secara negatif terhadap sesuatu hal.
Maka cara menangkalnya prosesnya dibalik saja.Â
a. Jangan beri panggung dengan membongkar kepalsuan berita,Â
b. Ganti dengan memberikan data valid dengan narasi yang mudah dicerna masyarakat.Â
c. Lalu segera tangkap dan viralkan balik pelaku penebar hoax.
Langkah terakhir, para mantan pelaku hoax yang "tobat" diberi kesempatan untuk ganti profesi dari penebar menjadi penangkal hoax. Mengapa ? Hanya dari pelaku hoax sendirilah yang paling mengerti bagaimana cara paling efektif membasmi hoax itu.
Singkat kata, Menag adalah panglima perang hoax. Jika saya Menag, tiada celah bagi hoax, karena hoax adalah bola salju yang menggelinding, kecil diremehkan begitu membesar melalap melanda semua yang terlewati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H