Anda pernah ingat lirik lagu ini ?
"..
Halo-halo Bandung
Ibukota periangan
Halo-halo Bandung
Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung rebut kembali
...."
ya lagu paling heroik semasa perjuangan ciptaan Ismail Marzuki ini serasa kian menjadi sebuah De javu dengan konflik PSSI vs LPI. LPI yang dikomandoi gabungan para manager klub yang tak mau lagi menjadi korban perahan PSSI, berdarah-darah, dan semakin terpuruk. Lebih rela menyingkir dari kompetisi yang memuakkan. Masih juga diancam-ancam.
LPI minta apa ? sepeser pun tidak. Diakui ? Kita lihat siapa yang berbesar hati atau memilih menjadi pecundang. Tak usah berkelit dengan pasal-pasal statuta FIFA dan sebagainya. Ketika bau busuk disimpan hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak tak berkesudahan seperti hal nya lumpur LAPINDO. PSSI minta apa ? BANYAK !!! APBD disedot dengan dalih undang-undang, hasilnya ? nol besar, bahkan ketika kemenangan sudah di depan mata para satria Garuda Merah dimabukkan sendiri sehingga dipermalukan negara tetangga, kemudian mencari kambing hitam soal laser.
PSSI yang merasa tersaingi mengadu ke FIFA kemudian main ancam pasal-pasal statuta FIFA. Di sini lah makin jelas kesalahan langkahnya. Sepakbola di Indonesia, kemunculannya sama sekali bukan karena bisnis. Sepak bola adalah olahraga pemersatu. Sepak bola adalah bahasa rakyat, bahasa rakyat yang ingin kejujuran yang fair play, siapa berlari paling cepat dia yang berhasil merebut bola, siapa posisinya paling bagus dia yang akan menendang goal, siapa yang salah langkah terkena offside, dan seterusnya. Kalah menang mendukung klub itu biasa, namun jika score dan juara liga sudah diatur di belakang meja harapan apa lagi dari adanya fair play. Inilah karma buat negara yang tidak fair play, yang tidak mau belajar memulai sesuatu dengan benar. Sepak bola kita tidak lagi punya mental juara karena terbiasa diatur-atur, buat apa main bagus, karena ada dalang dibalik pertandingan. Dan parahnya si dalang ini bisa-bisanya juga mengatur FIFA, sehingga seakan-akan negara pun tak boleh ikut campur urusan PSSI merampok habis-habisan APBD daerah, dan menyelenggarakan kompetisi drama yang bisa di pesan siapa yang menang, masihkah kita punya kebanggaan dengan kompetisi model begini ?
Ancaman FIFA sangat tegas, dan sudah terbukti berkali-kali. Tapi siapa itu FIFA ? Apakah mereka yang tahu segalanya tentang sepakbola Indonesia ? yang membiarkan kebobrokan sepakbola kita meraja lela. Apapun itu kalau FIFA ingin memberikan sanksi silakan saja, berikan sanksi seberat-beratnya. Kita tunjukkan sepakbola Indonesia tidak hidup dan mati karena FIFA. Sebaliknya hancur leburlah orang-orang yang memanfaatkan FIFA untuk menindas sejatinya fair play. Jika LPI ini langgeng, ISL akan pupus tidak laku mau ke mana kau PSSI ? Siapa yang kau keruk lagi wahai Nurdin-Besoes cs ? Jika FIFA yang kau bangga2 kan itu tak lagi ditakuti, apalagi jurusmu ?
Silakan dan selamat datang sanksi FIFA, bumi hanguskan saja kalau mau, tapi tidak kami biarkan para oportunis hidup dari Sepak bola perjuangan kami, kami bermain bola tidak untuk menjadi Timnas, menjadi member FIFA sebatas kartu, kami bermain dengan hati, seperti indah polahnya sepakbola masa kecil kami bahkan tak terbayang rumput hijau cukup lumpur becek sawah. Inilah kami sepakbola Indonesia, dengan hati, fair play, kami rindukan, kami banggakan karena sepak bola adalah milik kami bukan milik FIFA.
by fixshine
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H