Mohon tunggu...
Fivi Erviyanti
Fivi Erviyanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember 2019

191910501051

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kemiskinan di Tanah yang Kaya Hasil Tambang

23 Oktober 2019   04:48 Diperbarui: 23 Oktober 2019   05:10 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi sumber daya alam dan mineral yang melimpah. Berbagai tambang minyak, emas, nikel, maupun batubara tersebar di berbagai wilayah.

Jika melihat cita-cita perekonomian Indonesia seperti yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 bahwa " Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat." 

Kandungan mineral yang terkandung dalam perut bumi Indonesia seharusnya mampu menjadikan negeri ini kaya. Namun ironisnya sampai saat ini masyarakat Indonesia tidak dibuat kaya atas melimpahnya tambang. Realitanya, masih ditemukan kemiskinan di daerah yang sebenarnya memiliki potensi tambang cukup besar.

Di papua yang mendapat julukan sebagai "mutiara hitam" misalnya, memliki nilai Produk Domestik regional Bruto (PDRB) mencapai 89,5 juta pada tahun 2010 karena kekayaannya tersebut. Perusahaan Freeport sebagai perusahaan tambang terbesar di dunia yang mendapat izin untuk mengeksplorasi Sumberdaya alam di tanah Papua.Freeport di Mimika merupakan salah satu upaya yang menghadirkan kesejahteraan masyarakat khususnya bagi penduduk Papua.

Namun kenyataannya menurut data TNP2K pada 2013 presentase tingkat kemiskinannya adalah yang tertinggi di Indonesia, yakni mencapai 31,2 persen.Berdasarkan data BPS, realitanya yang terjadi bahwa ditemukan banyak kasus balita kurang gizi sebesar 24,4 persen pada tahun 2007 dan angka kematian bayi sebesar 29 orang tiap 1000 kelahiran pada tahun 2009.

Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi pengelolaan hasil pertambangan bagi kemakmuran rakyat belum signifikan. Terjadi ketimpangan ekonomi di sejumlah wilayah yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Wilayah tambang yang luas belum tentu menjamin rendahnya tingkat kemiskinan dan pengangguran penduduk sekitarnya. 

Bahkan menurut riset Jaringan Advokasi Tambang(JATAM) menunjukkan bahwa 80 persen dari wilayah tambang di Indonesia beresiko terhadap ketahanan pangan yang berujung pada kemiskinan.

Sebagai wilayah yang menyimpan cadangan batubara terbesar di Indonesia, Kalimantan terkenal sebagai tempat eksplorasi batubara Nasional. Pada tahun 2012 produksi batubara meningkat lebih dari 450 juta ton. Adanya tambang batubara di Kalimantan berdampak besar terhadap ekonomi. Dari  dana bagi hasil mineral dan tambang, pendapatan daerah mendongkrak peningkatan APBD daerah bahkan hingga trilliunan rupiah.

Perekonomian di Kalimantan terhadap komoditas batu bara juga sangat besar, rata-rata jumlah ekspor di Kalimantan Timur saja sekitar 53 persennya berasal dari batu bara. Namun, sifat eksplorasi besar-besaran ini masih bersifat primitif dan berdampak negatif terhadap lingkungan.

Hal ini dekat dengan kondisi kutukan sumber daya alam, yang menyebutkan  jika suatu negeri yang kaya dengan sumber daya alam melimpah, kalau tidak dapat mengelolanya dengan berhati-hati justru akan menjadi bangsa yang terbelakang.

Area bekas tambang selain menimbulkan degradasi kualitas lingkungan juga merusan kondisi lahan berpotensi untuk bercocok tanam. Nelayan dan petani di sekitar tambang Kalimantan timur kehilangan produktifitasnya hingga 50 persen untuk padi dan 80 persen untuk tangkapan ikan.

Kegiatan tambang batu bara yang berkembang juga tentu menarik penduduk pendatang , baik secara permanen maupun sementara. Hal ini turut meningkatkan tingginya biaya hidup masyakat jika dibandingkan dengan sebelum adanya aktiivitas pertambangan.

Tingginya biaya hidup memicu warga sekitar tambang untuk beralih mata pencaharian yang berkaitan dengan kegiatan tambang. Biaya hidup yang tidak bisa ditopang menjadikan mereka mengambil jalan praktis dengan menjual lahan-lahan lama mereka.

Berkurangnya lahan pertanian, kualitas lahan yang buruk, dan tingginya biaya hidup mengakibatkkan kehidupan masyarakat sekitar tambang semakin sulit. Hal ini juga menuntut kaum wanita turut aktif bekerja untuk menopang perekonomiqn keluarga.

Meskipun tambang batubara berada di tanah penduduk asli, namun penduduk pendatang menerima penghasilan lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh alasan dimana penududuk lokal memiliki latar belakang pendidikan yang rendah serta tidak sesuai spesifikasi perusahaan.

Perusahaan pengelola tambang umumnya merekrut pekerja dari daerah lain karena masyarakat sekitar tidak punya keterampilan untuk bisa masuk ke pasar tenaga kerja pertambangan.  Pemberdayaan masyarakat lokal yang minim juga tidak membuat penghasilan mereka menjadi lebih baik.

Bukan itu saja, dampak tambang ini menyebabkan gangguan kesehatan bagi warga dan bencana alam. Selain itu, lubang-lubang penggalian tambang yang menganga banyak menimbulkan korban jiwa.

Di Samarinda misalnya, tambang batubara menimbulkan polusi udara, beragam penyakit, dan banjir terus-menerus. Industri tambang cenderung hanya memberikan ruang bagi para pemilik modal. Sementara masyarakat sendiri sebagai pihak yan bersentuhan langsung dengan sumberdaya harus menjadi pihak yang tersingkirkan karena minimnya modal.

Masyarakat biasa secara umum menjadi buruh saja bahkan melakukan aktivitas penambangan yang bersifat liar. Namun penambang liar ini sebenarnya adalah bentuk upaya mereka untuk tetap bertahan hidup.

Di sisi lain, aktivitas penambangan liar justru menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Keterampilan dan pemahaman yang sedikit tentang kegiatan pertambangan pada akhirnya mengorbankan lingkungan tempat sumberdaya  penghidupan itu berada. Jika keadaan ini berlanjut, tentu akan memperparah kondisi ekonomi masyarakat itu sendiri.

Agar warga setempat bisa ikut merasakan hasil pertambangan serta mengurangi angka kemiskinan, penyerapan kerja yang lebih tinggi perlu dilakukan. Untuk membantu mereka, pemerintah harus melakukan pemetaan keterampilan warga, baik dari segi kebutuhan industri maupun ketersediaan pekerja daerah.

Penguatan sekolah vokasi di bidang pertambangan dapat dilakukan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul. Selain memberdayakan masyarakat, pemerintah dan pihak perusahaan tambang juga harus bertanggung jawab terhadap dampak aktivitas pertambangan yang merusak kualitas lingkungan. Warga tidak perlu bergelut dengan polusi yang ditimbulkan apabila area tambang yang sudah dieksplorasi mendapat perbaikan area.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun