Mohon tunggu...
fivi erviyanti
fivi erviyanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota 19 Universitas Jember

191910501051- S1 PWK Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Korelasi Agroindustri Apel Batu dengan Teori Lokasi Pertanian Industrial

22 Maret 2021   22:36 Diperbarui: 22 Maret 2021   22:39 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Batu merupakan salah satu wilayah di Provinsi Jawa Timur yang kondisi geografisnya mendukung kegiatan sektor pertanian. Iklimnya yang sejuk karena berada di dataran tinggi serta didukung dengan tanah yang subur membuatnya cocok ditanami berbagai sayur mayur dan buah-buahan. Diantara produk pertanian tersebut, buah apel menjadi komoditas unggulan yang membuat Kota Batu terkenal dengan julukannya sebagai Kota Apel. Karena sangat ikonik buah ini dijadikan landmark yang biasa dijumpai bila berkunjung atau melewati alun-alun Kota Batu.

Buah apel  memiliki nama ilmiah Malus Domestica. Sebenarnya buah ini bukan buah asli Indonesia, melainkan dibawa oleh bangsa Eropa ketika masa kolonial dan ternaturalisasi menjadi apel tropis. Pertanian apel lalu tersebar ke daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Buah ini teksturnya mirip dengan buah pir, namun bentuknya berbeda dan biasanya berwarna merah atau hijau kekuningan ketika masak. Apel mengandung banyak nutrisi meliputi karbohidrat, serta, vitamin C, potassium, vitamin A, vitamin E, dan masih banyak lagi. Buah apel dapat dikonsumsi segar secara langsung beserta kulitnya atau dijus. Walau begitu apel termasuk kurang populer untuk dikonsumsi. Selain itu mengingat apel sebagai produk holtikultura yang mudah rusak, sehingga dibutuhkan adanya suatu pengolahan untuk meningkatkan daya tahan sekaligus nilai jualnya. Oleh karena itu mulailah bermunculan inovasi pengolahan apel menjadi cuka, selai, keripik, wingko, dodol, dan sari apel. Hal ini juga yang mendorong berkembangnya industri-industri pengolahan apel di Kota Batu.

Di era industry 4.0 dan society 5.0 ini, agroindustry menjadi salah satu topik yang hangat untuk dikembangkan. Agroindustri atau industrial pertanian merupakan kegiatan yang mengelola barang hasil dari pertanian sebagai bahan baku industri. Agroindustri sebagai subsector sektor pertanian meliputi industri hulu hingga hilir. Sejalan dengan visi&misi RTRW Provinsi Jawa Timur, agroindustry menjadi fokus pembangunan daerah, termasuk Kota Batu. Di Kota Batu, lebih dari 70 tahun lamanya, industri pengolahan apel membentuk bagian penting ruang kotanya. Di sini perkebunan apel berperan sebagai industri hulu sementara industri pengelolaan apel menjadi hilirnya. Ada lebih dari 512,8335 ha lahan tanam apel di Batu. Selain budidaya apel, industri-industri apel tambahan sudah dikembangkan sehingga lebih dari 100,000 jiwa yang bekerja di industri apel. Industri-industri tambahan ini berupa dodol apel, jenang apel, cuka apel, brem apel, kripik apel, dan agrowisata lain.

Salah satu agroindustry apel yang cukup populer di Kota Batu yaitu minuman sari apel yang dikelola oleh Kusuma Agroindustri. Kusuma agroindustry mengembangkan produk-produknya dengan menggunakan bahan baku dari perkebunannya sendiri yang seluas 4 Ha serta bekerjasama dengan petani apel lokal. Karena lokasi perkebunan apel dengan industri pengelolaannya berdekatan, hal ini menjadikan potensi yang baik untuk dikembangkan dan menguntungkan secara ekonomis. Kelebihan lainnya yaitu biaya transportasi lebih murah, tenaga kerja berasal dari masyarakat lokal sehingga lebih murah, serta mengatasi masalah pengangguran.

Teori lokasi industri ini sesuai dengan teori Alfred Weber (1909) seperti dalam bukunya yang berjudul "Uber den Standfort der Industrien" bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau ongkosnya paling murah serta minimal (least cost location). Teori ini berhubungan dengan bahan baku apel itu sendiri yang mudah busuk, semakin dekat jarak perkebunan dengan industri maka ongkos perjalanan dan kerusakan dapat diminimalisir.

Adapun berkaitan dengan teori lokasi menurut Von Thunen yang membahas jarak lokasi pertanian dengan pasar & sifat produk pertanian, semakin jauh tempat produksi bahan baku dengan industri maka harga produknya juga semakin mahal dan mobilisasi yang dikeluarkan industri juga semakin besar. Dalam hal ini kusuma agroindustry memanfaatkan petani apel lokal terdekat untuk memasok bahan bakunya. Adapun dalam pemasaran, produk sari apel cukup diminati masyarakat tak hanya lokal namun juga luar daerah. Semakin jauh pemasaran produk maka nilai jualnya jadi lebih tinggi bila dibandingkan membeli dari pasar lokal/pabriknya langsung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun