Mohon tunggu...
fivi erviyanti
fivi erviyanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota 19 Universitas Jember

191910501051- S1 PWK Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pentingnya Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tidur

31 Maret 2020   20:00 Diperbarui: 10 April 2020   17:40 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat berperan penting dalam menopang setiap aktivitas kehidupan manusia, baik sebagai sumber daya yang dapat diolah maupun sebagai tempat untuk bermukim. Dari sebidang lahan saja, dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. 

Dalam perencanaan, lahan merupakan salah satu komponen yang strategis bagi pembangunan. Menurut Supamoko (1989), hampir semua faktor pembangunan fisik memerlukan lahan seperti pertanian, kehutanan, permukiman, industri, pertambangan, dan transportasi. 

Pengelolaan lahan ini haruslah berdayaguna bagi kemaslahatan rakyat sebesar-besarnya, sesuai dengan prinsip dasar Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : " Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

Sebagai negara agraris yang salah satu roda penggerak perekonomiannya ialah sektor pertanian, keberadaan lahan di Indonesia sangat vital. Meskipun sudah ada teknologi pertanian yang lebih maju dan tidak memerlukan tanah sebagai media tanamnya, namun di Indonesia mayoritas para petani tradisionalnya memakai lahan sawah karena negara kita memiliki tanah yang subur. 

Tanah yang subur dan gembur tentu saja menjadi faktor utama terciptanya tanaman berkualitas unggul. Suatu lahan dapat memberikan manfaat yang luar biasa apabila dimanfaatkan secara optimal. 

Optimalisasi pada lahan pertanian merupakan bentuk usaha untuk meningkatkan penggunaan sumber daya lahan pertanian menjadi lahan usaha tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, dan peternakan melalui upaya perbaikan dan peningkatan daya dukung lahan, sehingga dapat menjadi lahan usaha tani yang lebih produktif.

Indonesia memang memiliki potensi ketersedian lahan yang cukup besar, namun sayangnya belum dapat digunakan secara optimal. Akibatnya, muncul berbagai permasalahan lahan. 

Meskipun semakin hari lahan di Indonesia semakin berkurang karena fenomena konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian, namun ternyata ada pula lahan yang justru terlantar karena buruknya sistem pengelolaan. 

Seluruh lahan yang belum atau tidak dipergunakan sesuai peruntukannya dan tidak terpelihara dengan baik dapat digolongkan sebagai lahan tidur, termasuk diantaranya lahan pribadi yang semual ditujukan untuk investasi.

Lahan terlantar atau yang biasa disebut dengan lahan tidur ini umumnya berupa lahan kritis yang miskin kandungan nutrisi, sehingga sulit digunakan untuk kegiatan pertanian pangan maupun tanaman lain yang cepat menunjukkan hasil. 

Dalam Permen Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1998 tentang Pemanfaatan tanah Kosong untuk Tanaman Pangan lahan tidur didefinisikan sebagai lahan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian haknya atau Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku. 

Lahan pertanian yang sudah tidak dimanfaatkan selama lebih dari dua tahun juga termasuk lahan tidur. Meskipun suatu lahan tidur tidak dimanfaatkan, lahan tidur tetap memiliki status kepemilikan. 

Ada kasus dimana pemilik lahan sengaja tidak memanfaatkan lahannya karena dinilai tidak memiliki kesuburan yang diinginkan sehingga tidak ditanami komoditi tumbuhan tertentu.

Ada banyak penyebab terbentuknya lahan tidur. Yang paling umum yaitu lahan pertanian ditinggalkan oleh pemiliknya ketika lahan tersebut sudah tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. 

Hal ini banyak terjadi pada sistem ladang berpindah. Misalnya di masyarakat adat pedalaman Kalimantan, mereka bercocok tanam dengan menebang dan membakar. Dan  jika sudah tidak produktif, petani akan membuka hutan untuk menjadi lahan pertanian baru. 

Selain karena faktor kondisi kesuburan tanah, ada juga faktor lain  yang mempengaruhi. Faktor lokasi yang strategis dapat membuat pemiliki lahan membiarkan lahannya terlantar sebagai investasi guna dijual beberapa tahun kemudian. Lalu ada faktor administrasi atau kebijakan, yang mana jika tanah tersebut merupakan tanah sengketa, pemindahan kepemilikan tanah mengalami kendala urusan administrasi.

Sebetulnya, lahan tidur yang tidak dioptimalkan penggunaannya bisa menimbulkan bahaya, terutama pada lahan tidur yang berupa tanah gambut. Apabila lahan tersebut hanya ditumbuhi semak belukar, maka pada musim kemarau daun yang kering dapat memicu terjadinya kebakaran. 

Baru-baru ini bahkan sempat terjadi kebakaran lahan tidur di kawasan gambut. Sekitar 7 Hektar lahan tidur di desa Ujong mangki, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan hangus terbakar. Hal yang sama juga terjadi pada 35 Hektar lahan kosong di Desa Pangkalan Terap, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan Riau.

Berdasarkan faktor-faktor penyebab yang telah disebutkan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa proses pengelolaan lahan pun dapat diatasi berdasarkan permasalahan yang melatarbelakanginya. 

Untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan terlantar, sebaiknya diketahui terlebih dahulu karakteristik tanah pada lahan tersebut. Analisa untuk mengetahui fungsi yang tepat tentu dapat memaksimalkan potensi pemanfaatan lahan agar sesuai sasaran. 

Contohnya seperti lahan tidur gambut di Kalimantan Barat. Sejak tahun 1990-an, budidaya tanaman lidah buaya dari varietas chinensis telah diterapkan di atas lahan gambut yang kurang subur dan terbengkalai. 

Lidah buaya dipilih karena tanaman tersebut mampu beradaptasi dengan baik di berbagai jenis lingkungan dan mampu tumbuh di atas tanah yang kurang subur.

Untuk memanfaatkan lahan tidur yang kurang nutrisi, ada beberapa solusi yang bisa digunakan. Misalnya dengan pembudidayaan tanaman yang pertumbuhannya lambat seperti pohon berkayu. 

Jika dibandingkan dengan tanaman penghasil pangan, tanaman penghasil kayu membutuhkan nutrisi yang relatif sedikit. Lahan tidur yang umumnya berupa lahan kritis ini bisa menjadi sumber pendapatan sebagai "tabungan" masa depan sekaligus upaya perbaikan kondisi tanah dan lingkungan.

Jika faktor lokasi yang strategis menjadi penyebabnya, maka pemiliki tanah bisa menyewakan lahan tersebut kepada orang lain. Apalagi jika lahan tersebut tidak akan digunakan dalam waktu dekat, pemilik lahan tidak perlu repot mengurus pemanfaatan lahan dan tanpa harus kehilangan kepemilikan lahannya dan bisa memperoleh keuntungan.

Kemudian jika masalah yang terjadi disebabkan oleh kendala administratif, penanganannya dapat dilakukan dengan cara menelusuri ulang surat-surat yang terkait dengan status kepemilikan lahan. 

Permohonan kemudahan prosedur perijinan dapat diajukan kepada  stakeholder dan pihak-pihak lainnnya yang berkaitan. Sementara itu, untuk permasalahan internal seperti sengketa kepemilikan lahan akibat harta waris dalam keluarga dapat diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun