KOMPASIANA - Indonesia atau yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa. Selain itu juga Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau, dengan populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020. Indonesia menjadi negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, memiki 6 penganut agama. Selain itu juga Indonesia memiliki 34 provinsi, 98 kota, 1340 suku dan 718 bahasa daerah. Dari pernyataan tersebut terbukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman dan perbedaan antar suatu wilayah. Walaupun banyak perbedaan tetapi masyarakat Indoensia memilki sikap toleransi yang tinggi sesuai dengan Semboyan Negara Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Salah satu keberagaman di Indonesia yaitu budaya tari yang setiap daerah memiliki tarian sejarah dan maknanya tersendiri. Diantara beragamnya seni tari adat yang berasal dari suku-suku Indonesia, Tari Ratoh Jaroe merupakan tarian asli Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang cukup dikenal di Indonesia. Banyak yang mengira jika tarian ini memiliki kesamaan dengan Tari Saman, padahal tidaklah demikian. Meski berasal dari daerah yang sama, keduanya memiliki beberapa perbedaan. Seperti sejarah, fungsi, nilai filosofis, jumlah penari dan cara penyajiannya. Berikut sedikit sejarah Tari Saman yang berasal dari tanah Aceh dan simak penjelasan berikut ini untuk membedakan Tari Saman dengan Tari Ratoh Jaroe.
Sejarah Tari SamanÂ
Dilansir dari Abulyatama - Tari Saman merupakan tarian asal Suku Gayo Aceh, dikembangkan pada abad ke 14 oleh seorang ulama besar bernama Syekh Saman. Tarian ini awalnya hanyalah sebuah permainan rakyat bernama Pok Ane. Kebudayaan Islam yang masuk ke daerah Gayo pada masa itu berakulturasi dengan permainan Pok Ane, sehingga nyanyian pengiring permainan Pok Ane yang awalnya hanya bersifat pelengkap, berubah menjadi nyanyian penuh makna dan pujian pada Allah SWT. Kebudayaan Islam juga merubah beberapa gerakan pada Tari Saman mulai dari tepukan dan perubahan tempat duduk. Tari saman di masa Kesultanan Aceh hanya ditampilkan pada acara perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di masjid daerah Gayo, namun pada perkembangannya kemudian dimainkan pada acara-acara umum seperti acara pesta ulang tahun, pernikahan, khitan, dan acara lainnya hingga sat ini.Â
Sejak 24 November 2011, Tari Ratoh Jaroe seringkali dianggap sebagai Tari Saman, padahal ada perbedaan antara keduanya, meskipun sama-sama bukan jenis tari berpasangan. Karena dalam tarian ini ditarikan secara kelompok oleh Tari Ratoeh Jaroe dimainkan dengan sekolompok penari perempuan yang jumlahnya genap, sementara pada Tari Saman dimainkan oleh laki-laki dengan jumlah ganjil.Â
Pada tahun 2011 lalu, Tari Saman oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan UNESO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization)  dinobatkan sebagai warisan budaya Internasional dalam sidang keenam Komite Antar Negara yang dilaksanakan di Bali. Tari Saman  dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan "Dance of Thousand Hand" hingga kini masih terus dilestarikan, bukan hanya oleh orang Suku Aceh Gayo, melainkan juga oleh seluruh masyarakat dunia yang mengagumi keunikannya.
Arti dan Makna Tari Saman
Tarian ini melambangkan tingginya sopan santun, pendidikan, kebersamaan, kekompakan dan kepahlawanan masyarakat Aceh yang religius. Pesan dakwah yang terkandung dalam setiap syairnya juga memiliki nilai tersendiri. Nasehat-nasehat dengan makna begitu dalam tersirat kental dalam syair lagu tari ini. Setelah membahas Tari Saman, berikut penjelasan lebih lengkap tentang Tari Ratoh Jaroe.
Sejarah dan Asal-Usul Tari Ratoh JaroeÂ
Dihimpun dari Selasar - Tari Ratoh Jaroe semakin populer setelah dibawakan saat acara pembukaan Asian Games tahun 2018 di DKI Jakarta. Meski begitu, Aceh juga memiliki tarian populer lainnya seperti Tari Seudati, Tari Saman, dan Tari Bungong Jeumpa. Pada dasarnya, salah satu tari tradisional Aceh itu merupakan hasil dari gabungan beberapa gerakan tarian Aceh lainnya.
Asal-usul akhirnya Tari Ratoh Jaroe diciptakan oleh seorang bernama asli Yusri Saleh yang akrab dipanggil Dek Gam atau yang kini dikenal dengan Maestro "King of Ratoh Jaroe" yang berhasil menggabungkan beberapa gerakan tari tradisional aceh, antara lain Likok Pulo, Rapai Geleng, Rateb Meusekat, dan Ratoh Duek sehingga menjadi bentuk tarian unik. Kompilasi gerakan itu dia padukan dengan alat musik Rapai yang dia bawa saat merantau ke Jakarta. Kisah perjalanan Dek Gam menciptakan Tari Ratoh Jaro pada tahun 2000-an pada awalnya Dek Gam merantau ke Jakarta untuk beradu nasib, pekerjaan pertamanya di tanah Ibukota adalah menjadi tukang cuci mobil. Karena memiliki bakat di bidang seni tari, akhirnya Dek Gam diminta untuk melatih tari di Anjungan Pemerintah Aceh.
Berangkat dari sana, Dek Gam kemudian ditugaskan sebagai koreografer pada gelaran tari nasional di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Pada acara tersebut pencipta tarian tersebut menyabet gelar koreografer terbaik. Sejak saat itulah Tari Ratoh Jaroe mulai dikembangkan olehnya. Menyandang label sebagai pelatih tari, bukan perkara sulit baginya untuk memperkenalkan Ratoh Jaroe ke masyarakat Jakarta. Akhirnya, tarian khas Aceh itu menjadi ekskul favorit di berbagai sekolah di Jakarta. Lalu pada tahun 2005-2006, Tari Ratoh Jaroe ditampilkan pada beberapa festival kesenian. Kota Jakarta menjadi tempat bersejarah bagi awal perkembangan tari tradisional asal Aceh ini. Hingga sekarang, tarian khas Aceh ini kian eksis di Indonesia maupun mancanegara.
Fungsi dan Nilai Filosofi Tari Ratoh Jaroe
Arti nama Tari Ratoh Jaroe berasal dari kata Ratoh (berzikir) dan Jaro (tangan) yang artinya berzikir atau bernyanyi sambil memainkan gerak tangan. Tarian ini bertujuan untuk menunjukkan karakter wanita Aceh yang dikenal kompak satu sama lainnya, pemberani, dan pantang menyerah. Melalui gerakan yang mengikuti irama dan adanya terikan yang meledak-ledak memiliki makna bentuk eskpresi dan tekad kuat para perempuan. Selain itu, dalam tarian khas daerah Aceh ini juga mencerminkan rasa syukur, bentuk puji-pujian, dan zikir kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Kostum Dan Tata Rias Tari Ratoh Jaroe
Dalam segi kostum yang digunakan para penari, biasanya mereka menggunakan pakaian polos berwarna merah, hijau, kuning dan lain-lain. Kostum ini akan dikombinasikan dengan songket Aceh dan juga para penari menggunakan kerudung lengkap dengan ikat kepala berwarna. Sedangkan dalam segi tata riasan untuk tarian ini menggunakan konsep rias cantik, namun tidak terlalu mencolok. Sebab riasan disini untuk menyesuaikan dengan kostum yang berwarna polos. Dalam hal ini, segi riasan mungkin tidak ada sesuatu yang ditonjolkan, sebab termasuk jenis riasan natural.
Musik Dan Syair Pengiring Tari Ratoh Jaroe
Ketika pertunjukannya, iringan musik Tari Ratoh Jaroe berupa rapai menjadi alat musik yang digunakan untuk melengkapinya. Alat musik rapai ini termasuk jenis perkusi yang cara memainkannya adalah dengan dipukul. Bentuk dari rapai sendiri tidak jauh berbeda dengan rebana yang dibuat dari bahan dasar kulit binatang dan kayu. Untuk pengiring ini masyarakat Aceh menyebutnya dengan nama Syahi (orang yang menabuh rapai). Bukan hanya itu saja, pertunjukan tarian ini juga akan dilengkapi oleh alunan syair dari vokalis yang biasanya berada di sisi kiri atau kanan penari. Vokalis tersebut akan menyanyikan berbagai alunan syair bernuansa Islam yang mengandung nasihat sesuai ajaran agama Islam dalam bahasa Aceh.
Perkembangan Tarian Ratoh Jaroe
Di dalam tarian ini sangat menonjolkan rasa kekompakan, sopan santun, keagamaan, kepahlawanan dan kebersamaan. Dari semua aspek inilah yang jika dipadukan secara rapi dan baik membuat para penonton terpukau dalam pembukaan Asian Games 2018 yang diadakan di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta. Pada penampilan tersebut, Tari Ratoh Jaroe ini dibawakan 1.600 penari wanita dari berbagai murid SMA di Jakarta. Pemakaian tari ini sebagai pentas pembuka berskala internasional tersebut menjadi salah satu bentuk usaha yang dilakukan pemerintah dalam mengenalkan budaya tanah air.Â
Bukan hanya itu saja, sampai-sampai perkembangan tari ini tidak mengalami modifikasi secara signifikan sebab sangat mempertahankan nilai-nilai keaslian sejak awal diciptakan. Selain menjadi pembukaan Asian games 2018, Tari Ratoh Jaroe juga pernah menarik perhatian masyarakat Indonesia dan mancanegara lainnya dalam rangka menyambut Hut Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ke-41, dengan dihadirkan 6.600 penari Ratoeh Jaroe massal. (Fiva Tamara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H