Mohon tunggu...
Fitty Auliya
Fitty Auliya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menyukai konten terkait politik, isu sosial.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatnya Ketegangan di Semenanjung Korea, Ancaman Nuklir dan Dampaknya bagi dunia

10 Agustus 2024   10:29 Diperbarui: 10 Agustus 2024   10:48 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik di Semenanjung Korea merupakan salah satu isu geopolitik paling kompleks dan berpotensi mengancam perdamaian dunia. Salah satu faktor utama yang memperkeruh situasi adalah ancaman nuklir dari Korea Utara. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam ancaman nuklir Korea Utara, dampaknya terhadap perdamaian dunia, serta solusi yang dapat diambil untuk meredakan ketegangan.

Awal Mula Kenapa Korea Utara Memproduksi Nuklir

Setelah perang Korea pada tahun 1953 diakhiri dengan gencatan senjata. Korea Utara yang dipimpin oleh Kim Il-sung menghadapi posisi sulit dikarenakan ketidakstabilan baik ancaman dari Amerika Serikat maupun masalah perang dengan Korea Selatan. Untuk mempertahankan kedaulatan negaranya Kim Il-sung selaku pemimpin Korea Utara saat itu mengambil langkah untuk bekerja sama dengan Uni Soviet untuk memulai program nuklir sipil. Pada tahun 1965, Korea Utara menerima bantuan dari Uni Soviet untuk membangun reaktor penelitian nuklir pertama di Yongbyon. Ini menjadi langkah awal yang signifikan bagi Korea Utara dalam mengembangkan teknologi dan kemampuan nuklirnya.

Pada tahun 1970 Korea Utara mulai fokus pada pengembangan teknologi untuk memproduksi bahan bakar nuklir. Mereka juga membangun fasilitas di kompleks Yongbyon untuk mengayakan uranium dan mengolah ulang plutonium. Pada tahun 1986, Korea Utara berhasil mengoperasikan reaktor nuklir pertama mereka di Yongbyon, yang mampu memproduksi plutonium yang digunakan dalam senjata. Pada awal 1990-an, situasi semakin tegang setelah laporan intelijen mendapati bahwa Korea Utara sedang mengembangkan senjata nuklir.

Pada tahun 1992, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melakukan pemeriksaan di fasilitas nuklir Yongbyon dan menemukan bukti bahwa Korea Utara telah melakukan aktivitas pengayaan uranium dan pengolahan ulang plutonium secara diam-diam tanpa dilaporkan.

Pada tahun 1994, krisis nuklir yang mencapai ambang batasnya, ketika Korea Utara mengumumkan niatnya untuk menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Untuk menghindari konfrontasi militer, Korea Utara dan Amerika Serikat sepakat untuk menandatangani Agreed Framework pada bulan Oktober 1994. Hasil dari kesepakatan ini, Korea Utara setuju untuk membekukan program nuklirnya sebagai bentuk balasan atas bantuan energi dan normalisasi hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat .

Namun ini tidak berjalan dengan mulus, AS mencurigai bahwa Korea Utara melanjutkan program nuklirnya. Respon Korut saat itu menyangkal dan malah memilih untuk menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir. Korut yang tidak patuh pada Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir mendapatkan sanksi atas tindakannya.

Dampak Uji Coba Nuklir Korut secara Regional dan Global

Secara regional uji coba nuklir bisa meningkatkan ketegangan terutama di antara negara-negara besar seperti Korea Selatan, Jepang, dan China mengalami peningkatan ketidakstabilan dan kekhawatiran keamanan. Hal ini berpengaruh pada peningkatan alokasi anggaran di negara-negara sekitar Korea Utara, mendorong peningkatan anggaran militer dan latihan militer di kawasan tersebut. Selain itu, kerenggangan hubungan diplomatik yang berpengaruh pada penghambatan dialog antar negara dalam upaya kerja sama. 

Bukan hanya tentang sulitnya membangun hubungan diplomasi, uji coba nuklir Korea Utara membuktikan memiliki dampak serius pada lingkungan dan kesehatan manusia. Semua tanah dan air disekitar uji coba menjadi terkontaminasi oleh partikel radioaktif, yang terus menyebar melalui rantai makanan dan membahayakan keberlangsungan hidup satwa liar dan manusia itu sendiri. Penduduk yang mengonsumsi air dan makanan yang sama-sama terdeteksi mengandung radiasi berisiko terkena berbagai macam penyakit serius, seperti kanker atau gangguan genetik. Dengan kata lain, radiasi ini bahkan berpotensi menyebabkan mutasi gen yang kemudian diwariskan ke generasi mendatang. Penduduk lokal dievakuasi seiring waktu, kehilangan rumah mereka dan mata pencaharian, sementara biaya lingkungan dipulihkan sangat tinggi. Ekosistem lokal dirusak dan satwa liar terancam punah keberadaannya. Seperti yang dapat kita lihat, uji coba nuklir adalah beberapa lusin mata uang yang menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun