Mohon tunggu...
Fitri Nur Faizah
Fitri Nur Faizah Mohon Tunggu... lainnya -

ingin berusaha lebih baik lagi... dan tak lelah untuk belajar memaknai hidup. make life so simple..think simple

Selanjutnya

Tutup

Catatan

12.12.12 Status?

11 Desember 2012   22:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:49 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Status?

Lajang

Status?

Berpacaran

Status?

Bertunangan

Status?

Menikah

Status?

Berpisah

Status?

Bercerai

Status?

Janda/duda

Seberapa penting, status seseorang dalam hidupmu?

Apakah sebuah status itu menetukan tingkatan kemulian seseorang di hadapan Allah SWT?

Kita bagi status-status itu menjadi 3 kuadrant.

1.Kuadrant dengan warna hijau, symbol (H).

2.Kuadrant dengan warna kuning, symbol (K).

3.Kuadrant dengan warna merah, symbol (M).

Lalu, kita masukkan status-status diatas kedalam kuadrant tersebut.

1.H, untuk status lajang, berpacaran, berpisah.

2.K, untuk status bertunangan dan bercerai.

3.M, untuk status menikah.

Sudah dapat ditarik kesimpulannya bukan?

Untuk kuadrant (H), kita masih memiliki peluang untuk menjalin hubungan, sedangkan kuadrant (K), kita harus hati-hati, dan menjaga jarak. Kenapa? Karena orang yang memiliki status telah bertunangan, sudah ½ halal bagi pasangannya, maksudnya sudah jelas akan serius dengan pasangannya dan dalam waktu dekat akan segera menikah. Bisanya begitu.

Lalu, kenapa saya masukan status bercerai kedalam kuadran (K)? karena status ini, harus diperjelas. Apakah memang benar-benar sudah bercerai atau masih dalam proses perceraian. Bila sudah jelas faktanya, maka untuk status ini bisa masuk ke dalam kuadrant (H). Status ini bisa dibilang fleksibel.

Sedangkan untuk kuadrant (M), hanya dihuni oleh status menikah. Karena sudah jelas, individu yang menyanding status ini tidak bisa digangu gugat. Sudah di cap stempel oleh Negara, individu ini resmi menjadi hak milik orang lain. Lebih baik jaga sikap dan tutur kata daripada di gampar orang atau timbul fitnah.

Terus apa hubungannya penjelasan diatas dengan statement saya mengenai satatus dan tingkatan kemuliaan seseorang di mata Allah SWT?

Begini, kebanyakan manusia modern, mengaku pola fikirnya sudah canggih. Padahal, masih sedikit menyisakan pola fikir yang nora. Dan kebanyakan ini terjadi pada orang tua yang memiliki anak teristimewa baginya.

Ketika sang anak mengenalkan calon pendamping hidupnya, yang pasti , akan ditanyakan oleh orang tuanya adalah : “sudah menikah? Dulu kuliah dimana? Sekarang sibuk apa?”

Bagi sebagian individu yang memiliki perjalanan hidup yang lurus, dengan status dikuadrant (H), tanpa hambatan. Akan sangat mudah menjawab pertanyaan demikian, layaknya orang yang sedang berkendara di jalan tol. Lancar dan lurus-lurus saja. Namun, bukan hidup namanya, bila tidak ada tikungan tajam nan terjal dalam hidup.

Sedangkan untuk individu yang statusnya berada di kuadrant (K)? terutama penyandang status Duren sawit (Duda keren sarang duit), DUKU (Duda KUcel), JAHE (Janda Herang, alias janda bening), JAKE (Janda Kece), JAKA (Janda Kaya), dll.

Apalagi yang sedang menjalani proses perceraian di meja hijau, bisa menjadi nilai negative di mata camer. Terutama untuk individu yang memiliki kasus sudah bercerai, tapi belum mengajukan gugatan ke meja hijau. Dengan sebuah alasan tidak memiliki biaya, dan sang mantan suami/istri mempersulit jalannya persidangan atau perceraian secara Negara. Ribet dan dilema sekali ya? Namun, secara agama memang sudah bercerai dan berpisah satu tahun. Dan si pengugat cerai sudah mengembalikan mas kawin pada pihak tergugat (bila wanita yang meminta cerai). Atau sudah tidak memeberi nafkah selama masa iddah dan tidak tinggal satu atap (bila pria yang meminta cerai). Pertanyan diatas akan menjadi sebuah bomerang untuk kehidupan asmara orang tersebut kedepannya.

Bisa jadi kelak, camer akan berkata pada anaknya yang teristimewa itu, seperti ini : “Nak, kalau bisa kamu cari yang lain. Kamu berhak dapat yang “ting-ting”, kami pengen kamu dapat yang terbaik dan sekufu dengan keluarga besar kita.”

Sebuah saran yang bisa meluluh lantahkan harapan dan mimpi besar mereka berdua, untuk membangun istana atas dasar cinta tulus apa adanya bersama pujaan hati. Padahal bila ditelusuri lebih jauh, mana ada seorang individu yang ingin gagal dalam mengarungi bahtera untuk sepersekian kali? Justru mereka akan berusaha semaksimal mungkin melakukan dan memberikan yang terbaik untuk pasangannya, maupun keluarga besar pasangannya. Karena, bisa jadi luka atas kegagalanya terlebih dahulu, menjadikan sebuah trauma berat bagi dirinya, yang sulit untuk disembuhkan. Benar tidak?

Lalu, kenapa pula kebanyak orang tua berkata “kami menginginkan kamu dapat yang terbaik dan sekufu.”

Terbaik bagi siapa?dari sudut pandang siapa? Sekufu dari segi apa?

Kalau terbaik bagi anaknya, semestinya berkaca dari sudut pandang anak dan Allah SWT. Beda lagi bila yang terbaik bagi orang tuanya dan sekufu dari segi materi, jabatan ataupun pendidikan. Kelak, di akhirat Allah SWT pun tidak akan bertanya status untuk menjamin kemuliaan seseorang untuk menempati syurga kan? Hanya satu kunci, jangan pernah tinggalkan shalat. Itu saja. Mudah kan?

Sekufu ya harus donk.. dalam hal keyakinan saya tekankan. Selebihnya tidak perlu. Karena keyakinan itu pondasi dasar yang palikg pokok. Bayangkan, dalam sebuah pernikahan yang sudah dilandasi keyakinan yang one way, acap kali terjadi pertengkaran kecil dan besar. Apalagi, bila keyakinan two ways cake (hehe, Nampak seperti bedak saja) bisa repot, kasihan juga anaknya kelak.

Untuk yang kuadrant (M), tidak usah di bahas lebih lanjut. Sudah benar-benar  jelas.

Jadi, untuk para pembaca khususnya para orang tua yang sedang dilanda konflik anaknya ingin mengarungi bahtera dengan individu penyandang status kuadrant (K), bijaklah dalam mengambil keputusan dan mintalah petunjuk dari-Nya. Yang terbaik, tidak selalu harus dihasilkan dari individu yang baik. Bisa jadi keputusan yang diambil, dengan jalan yang ditempuh itu akan menjadikan baik. Siapa tau memudahkan jalan untuk masuk syurga.

Bila calon pendamping anakmu itu menjawab pertanyaan dengan sebuah kebohongan, jangan disimpulkan dan dipukul mundur dengan tudingan tanpa bukti, bahwa dia pembohong ulung. Mungkin saja, saat dia menjawab pertanyaan seperti itu dia gugup, masih malu mengungkap jati dirinya, malu karena kondisi yang ramai orang berlalu lalang. Apapun bisa terjadi, jadi cobalah biasakan untuk berfikir postif,

Setiap orang tua, wajar bila menginginkan anaknya dapat yang terbaik. Tapi, bila itu takdir dari Allah SWT? Apakah kita akan menentang? Meskipun ditentang, bila sudah merupakan takdir mubrom (qodho mubrom)? Yang sudah merupakan ketetpan yang tak bisa diubah? Belajarlah ikhlas dalam menerima takdir-Nya, meskipun terasa berat dan buruk bagi kita.

Kemudaian, carilah hukum menikahi individu dengan status di kaudarant (K), apakah ada larangan? Kalau ada, boleh saya tahu?

Sekali lagi, saya posting tulisan ini, bukan untuk menggurui. Tapi, hanya sekedar berbagi sudut pandang, karena banyaknya fakta di sekitar lingkungan kita, terutama media televisi yang mengangkat topik ini, contoh kecil kasus Rafi Ahmad dan Yuni sara.

Selamat pagi kompasioner..salam hangat.

************************************************************************************

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun