Mohon tunggu...
Fitrur Rahman Albab
Fitrur Rahman Albab Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Belajar untuk menulis, Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Displaying The City: Antara Estetika dan Tantangan Sosialnya"

25 Juli 2023   14:38 Diperbarui: 7 Desember 2023   15:09 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: @malioboro_insta

Dalam perjalanan saya melihat Jalan Malioboro di Yogyakarta, keindahan lampu hias sepanjang jalan itu memukau hati saya. Lampu-lampu yang terkesan estetik, unik, antik, bahkan elegan dan mewah, membawa pesan tersendiri bagi kota ini. 

Warnanya yang hijau dan emas, serta ornamen-ornamennya, dipadukan dengan pot bunga gantung di atasnya, semakin menambah kekaguman dan keheranan di mata saya. Tiang-tiang lampu ini bahkan menjadi objek favorit berfoto bagi banyak orang, terutama yang berada di dekat tiang yang bertuliskan "Jl. Malioboro".

Fenomena "displaying the city" seperti yang saya lihat di Jalan Malioboro juga menjadi peristiwa yang kian umum terjadi di kota-kota lain di seluruh dunia. 

Kota-kota kontemporer cenderung mengejar estetika dalam upaya mereka mempercantik diri, menghadirkan pemandangan yang memesona bagi penghuninya serta pengunjung. Contohnya, JPO Sudirman dan Halte CSW di Jakarta, Roppongi Hills di Tokyo dengan desain arsitektur futuristiknya, dan Gardens by the Bay di Singapura dengan taman-tamannya yang luar biasa.

Namun, di balik daya tarik visual ini, ada sejumlah dilema dan permasalahan yang dihadapi warga kota. Salah satunya adalah meningkatnya tingkat komodifikasi dalam upaya mempercantik kota. 

Saat kota-kota berlomba-lomba menampilkan keindahan dan daya tarik mereka, aspek budaya dan identitas kota sering kali dikomersialisasikan dan diolah hanya untuk tujuan konsumsi massal. Akibatnya, nilai budaya dan sejarahnya menjadi tereduksi menjadi sekadar daya tarik visual, tanpa mengakomodasi kompleksitas sosial dan budaya masyarakatnya.

Permasalahan lain adalah gentrifikasi, di mana upaya mempercantik dan peningkatan nilai properti dapat menyebabkan mahalnya harga sewa dan harga rumah, memaksa penduduk lama untuk pindah dari lingkungan mereka sendiri. Contohnya, di kota-kota besar seperti London dan San Francisco, gentrifikasi telah menyebabkan pemindahan warga miskin ke pinggiran kota, menciptakan ketimpangan sosial dan mengubah karakter lingkungan kota yang asli. 

Namun tak perlu jauh-jauh untuk meninjau fenomena gentrifikasi di London dan San Francisco, kita bisa melihat realitas tersebut di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan masih banyak lagi.

Gentrifikasi merupakan sebuah fenomena yang memiliki dampak positif dan negatif, mirip dengan dua sisi mata uang. Di kota atau daerah yang mengalami gentrifikasi seperti contoh di Jakarta, dampak negatif terjadi ketika penduduknya meninggalkan wilayah tersebut atau tergusur dari daerah tersebut, sehingga kota tersebut kehilangan penduduk dan kegiatan perkotaan yang biasanya ada. 

Namun, di sisi lain, gentrifikasi juga memberikan dampak positif terhadap kota-kota tujuan gentrifikasi, di mana kota-kota ini bisa berkembang lebih maju dengan kedatangan penduduk baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun