Mohon tunggu...
fitroh
fitroh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kuli-ah...di Ambang Senja

3 Februari 2017   09:24 Diperbarui: 3 Februari 2017   09:36 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuk Kesekian kali.. dia turun kembali, dimana belum siap siaga untuk menyambut kedatangannya.. 

Tepatnya Hari rabu…. sejak pagi rona langit engan bersahaja.. tak ada warna biru dikala waktu pukul 07.00 WIB. (tujuh). tak ada jingga ketika senja.. hasil selaksa panorama sang surya menenggelamkan diri... 

Sembari duduk di kursi lapuk dimakan usia.. merebahkan raga.. hadap ke muka... nunguin Sie Parwati lagi bikinin kopi hitam separuh cangkir mini pesananku....

Hujan masih berupa gerimis tipis basahi pelipis... terlihat dari jauh dipelupuk mata bukan seekor gajah.. hanya beberapa lelaki kisaran usia rata-rata setengah dasawarsa. Berkulit eksotis warna capucino chocolatte... berbusana celana pendek dengan suir-suir serat kain jeans di sulam jadi renda penghias celana.. kaos di ikat ke kepala layaknya seorang ninja.. ada juga yang memakai celana model borju dengan atasan baju endorse toko bangunan, asesoris topi tentara dan kalung rante... bersenjatakan selaras besi bergagang di kedua sisi.... serempak dalam irama.. satu senjata pegang berdua.. diarahkan berputar searah jarum jam, dari kanan ke kiri,, hingga terbenam batang besi berujung runcing mengkeling... gali tanah pondasi proyek pembangunan gedung baru.... sambil mengali di iringi alunan lagu tembang lama biduan wanita bersuara serak basah.. gaung suara berasal dari tape radio... biar suasana kerja jadi ceria... salah satu dari kawanan mereka berlagak bak seorang penari, ikuti irama ketukan nada dan tempo lagu. Sebut saja sie mukidi asyik melenggak-lengokkan tangan dan pinggul,... membuat perut tambunnya naik turun, tak pelak melihat sie mukidi yang tak piawai menari.. dengan goyongan pinggulnya yang kaku membuat kawanan terbahak-bahak ketawa.. 

Namun Mukidi masih saja asyik menari tak menghiraukan kawanannya yang menertawai... salah satu dari mereka akhirnya mengikuti mukidi menari.. yang lainnya pada nepokin, nyurakin.. biar mukidi lebih semangat menari...
tuntas berakhirnya satu tembang lagu... bersamaan dengan datangnya waktu jeda kerja.. akhirnya mukidi dan kawanannya mengisitirahatkan diri.. menenggak sebotol air mineral isi ulang.. sambil nunggu giliran antri minum.. mukidi dan kawanannya duduk melingkar layaknya majlis diskusi.. entah apa dibicarakan, lantaran terdengar tak begitu jelas dari posisiku berada.. mungkin ngomongin hal sepele atau dagelan lama... hingga mereka terpingkal-pingkal ketawa..... penat urat-likat udah agak reda.. mereka berjalan bersama-sama, menyusuri dataran tanah tak rata... menuju ke kedai kopi sie parwati.. memesan 1 teko kopi hitam buat diminum bersama dan menu isi tenaga, sepiring nasi dengan lauk telur ceplok dan mie goreng dengan..tamburan crispy krupuk remuk.... 

Duduk mengantri sambil nungguin dilayani sie parwati... ngerogoh saku celana... ngeluarin sebungkus rokok surja... isep nikotin berkadar 2.5 mg. kepulan asap abu-abu membumbung tinggi.. terlihat dari cara menghisap rokok.. dari satu hisapan ke hisapan selanjutnya.. asap dihisap-asap dihela.. begitu simple cara kerjanya… nggak pegang teknologi mukidi begitu asyik menikmati waktu…. hanya bercuap dengan kawanan seprofesi serta menikmati setiap situasi yang terjadi… tak terasa sebatang rokok menyisakan busa tergerus bara api.. matikan seputung cigarette’e… lekas bangkit dari kursi seraya menghapiri sie parwati.. ambil menu saji yang dipesannya 15 menit yang lalu… dengan lahap tak lupa membaca kata syukur atas hidangan yang diterima...berdurasi menit dalam waktu piring bersih, menyisakan hanya beberapa butir nasi di permukaannya.. 

Intensitas hujan makin deras saja… tak ada tanda kapan akan reda… terfikirkan cukup sekian hari ini, tak ada tambahan waktu jam kerja, tebalkan isi dompet dengan (gaji lembur)… lantaran hujan tak mengizinkannya lebih penat seka keringat… 

Buru-buru ke kamar mandi.. ganti busana setelan rapi, celana jeans biru.. kaos putih press body… jaket dari kulit domba coklat tua, mukidi bersiap-siap pulang ke rumah, dimana sanak family sudah menunggu kedatangannya.. pengharapan : beberapa lembar yang diterima bisa ditukar dengan sekarung beras.. berliter minyak goreng, beraneka rempah palawija serta sayatan lauk pauk berkadar protein tinggi, sempurnalah asupan gizi jika ada susu sapi bagi buah hati .. 

sibak menyibak literature… gagasan premature..
adaptasi romansa sie mukidi  improvisasi pena ringih 

 like THE BEAT more than LESS
“Act naturally… a day in life of Mukidi”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun