Mohon tunggu...
Fitriyani
Fitriyani Mohon Tunggu... Guru - Seorang ibu rumah tangga dan guru sekolah dasar

Belajar Bertumbuh dan Berkembang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru, Cita-Cita, dan Kemauan Belajar

10 Mei 2021   08:38 Diperbarui: 10 Mei 2021   08:59 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

CITA-CITA

Guru : Apa cita-citamu?

Murid : Hmm…Aku tahu, Bu  ..cita-cita ku jadi seorang Cheff. Aku suka masak

Guru : Wah Bagus …Apa yang akan kamu lakukan saat jadi seorang cheff?

Murid : Aku mau keliling nusantara, berbagi resep buat Ibu-ibu, agar bisa memasak yang enak dan sehat buat anak-anaknya.

Guru : Yeay…keren sekali. Biar cita-citamu tercapai, gemar belajar ya Nak.

Pertanyaan tentang cita-cita biasanya dilontarkan guru kepada siswanya. Kebanyakan anak-anak akan menjawab dengan antusias, penuh keyakinan akan bisa meraihnya, tanpa perlu khawatir banyaknya aral yang akan dihadapi.

Pertanyaan dan  pembahasan tentang cita-cita  biasanya beriringan dengan pesan untuk gemar belajar dan bersungguh-sungguh dalam meraihnya.

Jika dibalik situasinya, guru yang ditanya tentang cita-cita oleh murid-muridnya, kira-kira apa jawabannya? Akankah menjawab dengan penuh antusiasme?

Umar Bin Khatab berkata pada para sahabatnya bercita-citalah. Sebagiannya  bercita-cita mendapatkan harta, emas permata yang akan digunakan di jalan kebaikan.

Lalu apa cita-cita Umar?

Apakah sama dengan para sahabatnya? Ternyata Umar bercita-cita rumahnya penuh dengan para lelaki seperti Abu  Ubaidah, Muadz Bin Jabal, dan Salim maula Abu Hudzaifah. Ketiga orang yang disebutkan Umar adalah sosok berkualitas. 

Kualitas ketiga lelaki ini tergambarkan dalam ucapan Umar Bin Khattab Ra, “Kalau seandainya aku mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai seorang pemimpin kemudian Allah menanyaiku kelak, maka aku akan katakan, Ya Allah sesungguhnya aku pernah mendengar NabiMu mengatakan, dia adalah orang terpercaya dari ummat ini. Seandainya aku mengangkat Salim Maula Abu Hudzaifah kemudian Allah menanyaiku, maka aku akan katakan, Ya Allah sesungguhnya aku  telah mendengar dia adalah orang yang benar-benar mencintai Allah dari hatinya. Seandainya aku mengangkat Muadz bin Jabal, kemudian Allah menanyaiku kelak, maka aku akan katakan, Ya Allah sesungguhnya aku mendengar NabiMu mengatakan, kelak ketika para ulama dikumpulkan dihadapan Allah, Muadz berada didepan para ulama yang lain sejauh lemparan batu (Imam Ahmad bin Hambal, Fadha’ilu Shahabah, hal:743)

Kisah para sahabat Rasululloh selalu sarat hikmah.Beberapa  hal menarik yang bisa menjadi pelajaran, di antaranya adalah :

1. Cita-cita bukan hanya milik anak-anak.  Sepanjang  nafas masih berhembus, selalulah bercita-cita. Saat masih anak-anak, pertanyaan tentang cita-cita mengarah pada jawaban menjadi apa(pekerjaan/profesi). Saat dewasa pertanyaan tentang cita-cita  mengarah pada jawaban kemanfaatan apa yang bisa diberikan dengan profesi atau peran yang dimiliki.

2. Mempunyai cita-cita sama pentingnya dengan bernafas. Cita-cita menandakan kehidupan seseorang. Cita- cita membuat seseorang memiliki keterarahan(sense of direction). Ia tahu  tujuan hidupnya serta usaha yang dilakukan untuk mencapainya. Ia memahami  konsekuensi yang akan dihadap sehingga ia pun menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Ia memastikan seluruh potensi kebaikan tumbuh berkembang memberi kemanfaatan.

3. Milikilah cita-cita yang berdampak  pada kehidupan akhirat dan dunia. Cita-cita yang berdampak pada kehidupan akhirat akan membuat seseorang memiliki daya tahan dalam meraihnya. Cita-cita yang berdampak pada  kehidupan dunia meliputi kebaikan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan peradaban,

Umar bercita-cita lahirnya generasi muslim berkualitas dengan kriteria yang terwakili oleh karakter ketiga sahabatnya, yaitu  taat cinta pada Alloh dan Rasul-Nya, amanah dan berilmu.  Cita-cita tersebut  mendorong Umar Bin Khattab menggagas dan menerapkan  kebijakan-kebijakan yang mendukung terwujudnya keluarga sebagai home base pendidikan, dan  masyarakat yang gemar belajar, mencintai ilmu dan mengamalkannya.

Syeikh Aaq Syamsudin, guru Muhammad Al Fatih, bercita-cita menaklukkan Konstantinopel. Bukan sebagai pemimpin pasukan, tetapi sebagai guru pemimpin  pasukan. Ia memantaskan dirinya menjadi guru yang dapat menginspirasi murid-muridnya. Selain ulama yang menguasai bidang keagamaan, ia ahli dalam biologi,kedokteran, astronomi dan pengobatan herbal. Keahliannya ini menandakan bahwa Aaq Syamsudin gemar belajar. Kegemarannya  belajar ini pun tertularkan pada muridnya.  Al Fatih dikenal sebagai seorang sultan yang menguasai bahasa Arab, Turki, Persia dan fasih bercakap-cakap dalam bahasa Prancis, Yunani, Serbia, Hebrew. Al Fatih  juga cakap dalam bidang sejarah, seni dan bahasa, dan tata negara.

Aaq Syamsudin mengajarkan adab, ilmu pengetahuan dan ketrampilan, memberikan teladan kebergantungan yang tinggi pada Alloh Subhanahuwata’ala, juga memotivasi Al Fatih bahwa ialah yang dimaksud dalam hadis Nabi SAW. “ Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukan, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang perang saat itu. Prof. Dr. Ali Muhammad Ash Sholabi, seorang sejarawan muslim, menyebutkan bila Muhammad Al Fatih penakluk Konstantinopel secara fisik dan geografis, maka Syeikh Aaq Syamsudin adalah penakluk spiritual Konstantinopel.

Kisah Syeikh Aaq Syamsudin  memberikan kita penguatan bahwa    cita-cita dapat diraih, dengan  belajar.  Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir dan lain-lain. (Thursan Hakim)

Cita-cita dan obsesi menggerakkan para gurunya untuk terus belajar, terfasilitasi atau tidak terfasilitasi. Cita-cita dan obsesi menyalakan api di jiwa para gurunya, untuk selalu berdaya, mencoba mencari cara untuk tumbuh berkembang dan memberi kemanfaatan.

Lalu apa cita-citamu guru?
Jawabannya ada pada diri masing-masing.
Jika sudah, maka teruslah belajar, tumbuh dan berkembang. Jika belum, maka mulailah dengan memiliki cita-cita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun