Pendidikan kewarganegaraan memainkan peran penting dalam mengembangkan kemampuan berpikiran kritis ini dengan memberikan warga negara keterampilan analitis serta pemahaman tentang pentingnya bertanya, mencari informasi, dan membuat keputusan yang berdasarkan pada pengetahuan dan juga fakta.
Walaupun demokrasi dan pendidikan kewarganegaraan memiliki potensi yang besar dalam membentuk masyarakat yang demokratis, namun pada kenyataannya masih terdapat beberapa tantangan yang harus diatasi.Â
Sebagai contoh, keterbatasan dalam mengakses pendidikan kewarganegaraan, kurikulum yang kurang memadai, dan polarisasi politik (perbedaan cara pandangan politik). Oleh sebab itu, kerjasama antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan juga masyarakat perlu ditingkatkan kembali untuk memastikan pendidikan kewarganegaraan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi warga negara Indonesia.
Demokrasi dan pendidikan kewarganegaraan saling berkaitan erat. Pendidikan kewarganegaraan membantu membentuk warga negara yang aktif, berpikiran kritis, dan bertanggung jawab dalam mengisi kehidupan politik di negara ini.Â
Dengan memahami dari prinsip-prinsip demokrasi dan memiliki kemampuan berpikiran kritis, seluruh warga negara dapat berpartisipasi secara aktif dalam pengambilan keputusan politik dan bersama-sama menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Mengutip pendapat  Winarno (2013) dalam buku  berjudul Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, menyebutkan "Demokrasi itu politik bukan ekonomi, jadi wajar  belum sejahtera".Â
Winarno (2013) juga menutip dari perkataan Anas Urbaningrum, dimana menyebutkan ukuran bahwa demokrasi itu dikatakan berhasil apabila sedikitnya akan kemiskinan yang ada di dalam suatu negara. Kita tahu bahwa ekonomi tanpa politik tak akan pernah terealisasi atau ekonomi tanpa politik is nothing.
Bukan hanya permasalahan kesejateraan rakyat saja ataupun masalah ekonomi yang belum adanya perubahan yang signifikan dalam demokrasi kita. nyatanya masih banyak permasalahan lain yang masih stagnan atau mungkin mengalami yang namanya fase kemunduran.Â
Contohnya adalah masalah moralitas bangsa. Â Dimana dekadensi moral terus menuruni tangga. Terlebih lagi munculnya berbagai tontonan yang tak lepas dari apa yang namanya pusar dan dada. Mereka pelaku (oknum yang berbuat) dengan mudahnya hanya berkata "Suka-suka saya, ini sudah zamannya demokrasi, lagian ini juga seni". Walaupun telah adanya Undang-Undang yang mengatur aksi pornografi yang dimana pengatur itu semua. Karena sekarang zamannya demokrasi, maka mayoritas yang berkuasa. Â
Ada juga sisi positif dari demokrasi. Misalnya transparansi dan egaliterisme, yang mana pada masa orde baru kita tidak mendapatkannya. Dua hal tersebut merupakan prinsip yang penting dalam kehidupan bernegara.
Marilah kita mengajak teman, sabahat, saudara ataupun masyarakat luas untuk terus mengawal dan juga mengarahkan demokrasi secara aktif, kritis dan bijaksana, yang ada dewasa ini agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pencipta kita, Tuhan Yang Maha Esa.Â