Oleh: Fitriyah Mas'ud
Di kala suara qori’ terdengar sayup-sayup dari surau pondok, saya terbangun dari alam mimpi dan bergegas untuk melakukan ritual rutin sebelum adzan subuh. Yah, ritual untuk berdialog dengan Tuhan di sepertiga malam. Suasana asrama di Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonocolo Surabaya tampak hening, hanya beberapa santri yang bangun untuk melaksanakan shalat malam. Sayapun pergi ke kamar mandi untuk berwudhu’ dan kembali ke kamar untuk shalat. Di sela-sela do’a, saya teringat bahwa hari ini adalah hari Sabtu tanggal 17 Maret 2012, hari yang sangat saya tunggu-tunggu karena hari ini saya akan menghadiri acara Kompasiana blogshop Negeri 5 menara di Kantor Bank Indonesia Jalan Pahlawan nomer 105 Surabaya. Dalam do’a, saya selipkan harapan kepada Tuhan semoga acara ini mampu memberikan inspirasi baru untuk saya agar mampu mewujudkan mimpi menjadi seorang Penulis berkwalitas.
Adzan subuhpun berkumandang, shalat jama’ah subuh dimulai. Setelah shalat, saya sempatkan membaca beberapa lembaran kitab suci umat muslim. Ada sebuah dialektika dalam benak saya betapa abadinya tulisan yang ada di dalam kitab ini. Sayapun berfikir, yah beginilah caranya agar bisa menjadi abadi dalam sejarah, harus dengan cara MENULIS. Dari renungan ini, saya semakin semangat untuk segera mengahadiri acara Kompasiana blogshop Negeri 5 Menara.
Tepat pukul 06.00 WIB saya pergi ke warnet untuk mengisi catatan saya di blog kompasiana dan membaca sinopsis dari novel Negeri 5 Menara karena semalam saya hanya membaca kurang dari separuh novel tersebut yang saya pinjam dari teman asrama. Keasyikan saya di dunia maya melupakan kondisi sekeliling hingga tanpa disadari ternyata waktu telah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Tersentak saya kaget dan segera pulang ke pondok untuk bersiap-siap berangkat ke Kantor Bank Indonesia.
Sesampainya di pondok, hal yang tidak saya inginkan terjadi. Antri mandi berkepanjangan tak bisa dielakkan. Dengan rasa cemas, saya bersabar untuk menunggu. Yang membuat saya semakin cemas adalah masalah uang. Yah, kemarin saya lupa tidak mengambil uang di rekening, ATMpun terblokir sedangkan uang yang tersisa di dompet hanya Rp. 40.000. “Oh Tuhan... bisakah aku sampai ke tempat acara dengan uang segini?”. Untunglah saya pergi ke Kantor Bank Indonesia dengan teman saya. Jadi, saya bisa sumbangan untuk ongkos transport taxi.
Sebelum berangkat, saya berdialog dengan Tuhan lagi dalam untaian shalat dhuha berharap diberi kesuksesan dan kelancaran. Setelah itu saya dan teman saya membeli sebungkus nasi dan dimakan berdua dalam perjalanan di dalam taxi. Jalanan Surabaya macet, handpone tiada hentinya saya fungsikan untuk menanyakan apakah acara sudah dimulai atau belum kepada teman kampus saya yang kebetulan sudah tiba terlebih dahulu di tempat.
Sesampainya di depan Kantor, saya tersenyum bahagia. Bangunan besar dari Bank Indonesia membuyarkan lamunan saya bahwa dulu pertama kali lewat di kantor ini, saya pernah bergumam “suatu hari saya pasti masuk ke kantor ini atas kepentingan masa depan”.Melalui acara yang diselenggarakan Kompasiana, impian sayapun terwujud hari ini.
Di depan kantor tampak seorang satpam menunjukkan ruang hall Singosari tempat berlangsungnya acara. “Mbak, nanti sampeyan belok kanan dan naik lift ke lantai lima”. Sesampainya di dalam, saya dan teman saya kebingungan mencari lift, hanya ada tangga di dekat arah toilet. Di dalam ruangan ada satpam yang memanggil dan menertawai kami. “Mbak, liftnya di sini, di sana arah ke toilet”. Seketika wajah kami memerah karena malu.
Akhirnya kami sampai di Lantai Lima. Bayangan yang saya bayangkan dari tadi sebelum tiba di tempat acara ini adalah suasana sepi dan aksi pemateri yang sudah mulai mempresentasikan materinya karena saya tiba di tempat acara pukul 10.00 WIB. Tapi ternyata banyak peserta yang masih “keleleran” di depan ruangan. Ada yang sambil berdiri, duduk bahkan lesehan di lantai. Sembari menunggu, sayapun berkenalan dengan beberapa peserta, ada yang berasal dari Jombang, Madura, Malang, Makasar dan daerah-daerah lain di Jawa Timur.
Selang beberapa menit, saya melihat dua perempuan cantik berseragam orange setulut, rambut sepinggang terurai bebas lengkap dengan sepatu high heelsnya. Ternyata mereka adalah penerima tamu. Ada sedikit kekecewaan dalam diri saya, kenapa penerima tamunya tidak dipilih dari perempuan yang berkerudung agar selaras dengan tema blogshop ini tentang Negeri 5 Menara yang sangat berbau islam/pesantren dan sesuai dengan sponsor dari Bank Indonesia yang sedang mempromosikan sistem iB (Islamic Banking).
Sebenarnya dalam kondisi menunggu seperti itu, banyak hal yang saya perhatikan dan ingin segera saya tuangkan dalam tulisan. Namun suasana riuh tak mendukung. Tak lama kemudian akhirnya proses registrasi ulang dimulai, peserta diminta mengisi buku tamu yang di dalamnya berisi nama, alamat email, nomer telpon, dan tanda tangan. Setelah itu peserta mendapat id-card dan bingkisan tas kertas berwarna biru donker bertuliskan KOMPASIANA berisi selebaran/brosur dari Bank Indonesia, Kaos putih dan notebook. Sebelum masuk ruangan, saya disodori spidol untuk membubuhkan tanda tangan di atas banner putih. Antrian para peserta blogshhop mengingatkan saya pada antrian panjang kamar mandi di pondok…^_^
Sampailah di dalam ruangan, penataan ruang yang santai dan bersahabat membuat saya betah di dalam ruangan. Seorang MC berbadan tinggi dan manis menyapa para peserta/kompasioner yang baru tiba. Beberapa saat kemudian ada dua orang Event Organizer yang membagikan snack kepada kami. Sebelum acara dimulai, MCpun memberi sebuah game. Dia meminta setiap peserta mengeluarkan KTP dan menunjukkan siapa umurnya yang masih tergolong paling muda diantara peserta yang lain. Jawaban dari beberapa peserta membungkam saya dan segera memasukkan KTP saya lagi ke tas karena umur saya sudah 21 tahun, sedangkan peserta yang lainnya ada yang masih berumur 19 tahun bahkan 18 tahun. Pemenangnyapun jatuh pada peserta yang berumur 18 tahun dan mendapatkan voucher nonton gratis di XXI.
Setelah membagikan tiket gratis, MC membuka acara. Pak Nur Hadi selaku perwakilan dari Bank Indonesia mengawali sekelumit sambutannya dengan menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap acara ini. Beliau berharap sistem iB (Islamic Banking) Perbankan Syariah yang diprogramkan oleh Bank Indonesia mampu menyelaraskan nilai-nilai semangat juang persis seperti yang tertulis dalam Novel Negeri 5 Menara dengan mottonya “man jadda wa jada”, sehingga dengan adanya motto ini masyarakat Indonesia mampu maju di segala bidang dalam kehidupannya terutama bidang ekonomi yang berbasis syariah agar mendapatkan kehidupan yang barokah.
Bapak Johan Wahyudi sebagai pemateri pertama berbagi banyak ilmu dan pengalaman dalam penggarapan karya-karya tulisnya. Beliau seorang Pendidik yang berasal dari Jawa Tengah dan sudah menerbitkan banyak buku ajar. Royalti yang didapat dari buku-bukunya lumayan menggiurkan. Hal yang paling beliau tekankan untuk menjadi Penulis hanya dengan modal KETEKUNAN. Menulis mempunyai visi untuk masa depan, bertujuan sebagai sarana dakwah, menguasai ilmu dengan baik, menambah kewibawaan, menjadi teladan di lingkungan sekitar serta memperoleh keuntungan finasial yang lebih dari cukup.
Bapak Johan Wahyudi mengatakan ada sesuatu hal yang harus diperhatikan oleh Penulis buku, yaitu sikap reseptif-akomodatif terhadap kritik, Penulis buku adalah Pencuri, Pembaca, Pendengar bahkan Pembicara yang baik. Tentunya pemahaman ini membutuhkan penafsiran yang utuh. Selain itu beliau juga memberi tips menyusun buku, cara mengawali menjadi Penulis buku dan tipologi buku berdasarkan isi, peruntukannya dan tujuannya. Terakhir beliau memberi metode atau cara untuk menembus dunia penerbitan (Publishing). Semangatnya yang berapi-api dalam menyampaikan materi sungguh membuat saya terhipnotis untuk mengikuti arahan di setiap perkataannya.
Setelah peserta puas disuguhkan materi yang dahsyat, beliaupun memberikan 2 buah ice breaking yaitu dengan memilih salah satu bangun ruang berbentuk segiempat, segitiga dan lingkaran. Peserta lebih dominan memilih lingkaran, setelah diberitahu maknanya ternyata orang yang memilih lingkaran termasuk tipe orang yang senang akan pelajaran seks. Spontan semua tertawa termasuk saya karena saya juga memilih lingkaran.
Ice breaking kedua mengenai ekspresi wajah. Ada 4 macam ekspresi dan ekspresi yang paling banyak dipilih oleh peserta adalah ekpresi nomer 4 karena dinilai paling perfect “mengangkat alis dengan bahagia sambil tersenyum”. Namun lagi-lagi kami terjebak. Alhasil yang memilih ekspresi nomer 4 termasuk orang yang selalu berpikiran “memang sih ada hal baru yang kuterima hari ini. Tapi, aku malas. Nambah kerjaan aja..”. Yah, kami benar-benar terhibur, hingga sampailah pada sesi tanya jawab.
Materi pertama usai, MCpun kembali menyapa kami. Dia menyampaikan bahwa kini tiba saatnya makan siang dan shalat dhuhur, batas acara dimulai kembali pukul 13.00 WIB. MC mengumumkan bahwa event kali ini menggelar Livetweet #blogshopN5M dan di akhir acara akan diumumkan pemenangnya. Hadiahnyapun cukup menarik, yaitu sebuah Hp Samsung. Saat itu saya tidak terlalu tertarik pada tawaran tersebut karena menurut saya lombanya kurang menantang. Dari kejauhan, dua orang event organizer membagikan makan siang dengan menu nasi bebek. Saya cukup senang dengan menu kali ini karena saya bisa menikmatinya dengan tenang tidak tergopoh-gopoh seperti sarapan tadi pagi yang mengharuskan makan di dalam taxi.
Setelah makan siang, saya menuju ruang shalat/mushalla. Melihat keindahan alam dan pemandangan di sekitar Tugu Pahlawan Surabaya, sayapun menyempatkan diri untuk berfoto bersama teman dari lantai Lima Kantor Bank Indonesia. Tepat pukul 13.00 WIB, acara kembali dimulai. Kali ini pematerinya adalah Ahmad Fuadi, Penulis Novel Negeri 5 Menara. Inilah waktu yang paling saya tunggu-tunggu. Sebelum beliau memperkenalkan diri, saya sudah banyak tahu tentang profil pribadinya melalui Novel Negeri 5 Menara.
Di awal perjumpaannya, Mas Fuadi memutarkan video seputar biografinya sejak kecil, foto amaknya, segudang pengalamannya mulai dari menjadi wartawan VOA, mengenyam pendidikan (beasiswa) di berbagai negara bahkan hampir di semua tempat penting di dunia pernah disinggahi. Tayangan tersebut mampu membakar semangat dalam diri sehingga tubuh ini rasanya merinding. Dalam hati saya bergumam “Tunggu mas, saya akan menyusul anda menuju gerbang kesuksesan”…^_^
Ada beberapa materi dan motivasi yang beliau sampaikan pada acara ini, bahwasanya ada tiga tujuan orang menjadi Penulis yaitu: to understand (untuk mengerti sesuatu lebih baik: hidup, situasi, orang dll), to be entertained (untuk mencari hiburan) dan to escape (untuk lepas dari dunia sehari-hari dan berpetualang). Sebuah motivasipun dilontarkan sebagai pengantar ke point selanjutnya. Beliau mengatakan bahwa “Satu peluru bisa menembus satu kepala, tetapi satu kata bisa menembus ribuan kepala”. Ada lagi motivasi yang paling melekat dalam benak saya yaitu “Tulisan/buku tidak tua dan tidak mati. Maka apabila kita ingin awet muda, MENULISLAH”. Di sela-sela kesempatan, beliau lagi-lagi menayangkan trailer dari film Negri 5 Menara.
Point penting juga yang disampaikan adalah “Tulisan bisa menjelma jadi apa saja”. Dari sinilah beliau memberi tips agar tulisan kita menjadi baik diantaranya ada 4 point yaitu:
Why, mengapa menulis? Dalam tahap ini diharapkan Penulis meluruskan niat agar jelas tujuan dan arah penulisan karyanya, dengan begitu niat/tujuan merupakan suntikan stamina menulis yang tiada putus. Awal penulisan novel Negeri Lima Menara inipun diawali usulan istrinya. Dulu pertama kali menikah, beliau sering bercerita uniknya hidup di pondok. Beliau bercerita bahwa di pondok setiap malamnya pasti selalu ada jaga malam bergiliran, dan biasanya bagi santri yang ketiduran, sering mengingau memakai bahasa Arab dan Inggris. Banyak lagi hal yang unik diceritakan sehingga istrinyapun mengusulkan untuk menuliskanya dalam sebuah novel yang mengandung unsur-unsur positif dan religi.
What, apa yang akan ditulis? Menulis itu membutuhkan penguasaan data yang jelas. Mas Fuadi meringkasnya dalam istilah kenal, peduli, familiar, dan tahu. Jadi, Penulis dianjurkan untuk menguasai sumber datanya. Sepengalaman mas Fuadi menjadi santri selama 4 tahun di Pesantren Gontor sudah bisa dijadikan bahan data penggarapan novel Negeri 5 Menara. Oleh sebab itu, beliau sangat mudah untuk mendapatkan data.
How, Bagaimana Penulis menuliskan karyanya? Penulis tidak mungkin dapat menulis jika tidak ada referensi seperti buku, foto, diari dll. Tak lupa beliau bercerita bahwa dulu istrinya pernah menghadiahkan sebuah buku tentang cara menulis novel. Dalam acara tersebut mas Fuadi memperlihatkan surat-surat yang dikirimkan ke amaknya dan masih tersimpan lengkap dengan nomer urutannya. Ada juga buku catatan mahfudhot semasa mondok yang kalimat pertamanya adalah man jadda wa jada dan tak terasa menjadi inspirasi mas Fuadi membuat novel Negeri 5 Menara. Yang terakhir, beliau bercerita bawa masa penggarapan novel ini, tumpukan buku diarinya dari sejak SMP dihimpun kembali untuk bahan referensi.
When, kapan menuliskannya? Mas Fuad mengatakan menulis bisa dicicil setiap hari. Jika dalam satu hari menulis satu halaman, maka satu tahun bisa menulis 365 halaman. Menulis memang harus dicicil setiap hari karena sedikit demi sedikit lama-lama menjadi buku.
Selain itu, Mas Fuadi memberikan materi tentang alur kerja untuk menulis, yaitu Mind mapping (menjaring ide), kerangka awal (calon daftar isi), pointer (memecah ide) dan pointer dicetak jadi buku. Materi terakhir yang disampaikan mengenai konten kreatif dalam menulis. Rentetan presentasinya sungguh sempurna, saya tak habis-habisnya bersyukur karena mendapat banyak ilmu dari beliau.
Kini tiba sesi tanya jawab. Saya diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan saya simple, bagaimana caranya untuk menumbuhkan kembali motivasi dalam diri yang mulai pudar untuk bisa mewujudkan mimpi menulis novel karena semenjak saya menjadi Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam di IAIN Sunan Ampel Surabaya, karya yang sering saya tulis justru berbelok arah kepada karya ilmiah?
Saya bercerita sedikit tentang kehidupan saya yang mengalami pasang surut sejak kecil. Minat untuk menjadi penulis muncul saat ayah saya meninggal, di saat saya berumur 11 tahun tepatnya kelas lima SD. Dari situlah saya sering meluapkan segala curahan hati dalam tulisan yang lama-kelamaan tidak disadari menjadi sebuah bakat. Pada umur 11 tahun saya pernah menjuarai sebuah ajang Jurnalistik. Kebetulan pengalaman Mas Fuadi ada kemiripan dengan kehidupan saya saat masih menjadi santriwati di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura. Motivasi saya ingin menulis novel adalah ingin berbagi pengalaman, motivasi hidup serta ingin mengangkat image pesantren yang dalam perkembangan zaman globalisasi ini mulai terkikis nilai-nilai culture Islam aslinya akibat dari pengaruh budaya barat. Apalagi jika melihat sejarah kemerdekaan Indonesia yang banyak diperankan oleh ulama dan Santri, semangat saya semakin berkobar. Haruskah jasa-jasa mereka terlupakan begitu saja?
Mas Fuadipun menjawab pertanyaan saya dengan 3 jawaban, Pertama lakukan mulai dari sekarang, jangan mengulur waktu lagi karena semakin ditunda semakin tidak baik. Kedua, Mas Fuadi bilang bahwa saya sudah punya modal yaitu potensi menulis yang dibuktikan oleh beberapa kejuaraan dan bahan cerita yang sudah dipersiapkan dengan matang. Jadi, meskipun sekarang saya lebih senang menulis karya ilmiah, jangan dijadikan alasan untuk mengubur semangat untuk mewujudkan mimpi menjadi Novelis. Jawaban ketiga adalah jawaban yang membuat saya merinding. Ketiga, sekarang kan novel Islam didominasi tentang pesantren putra, kenapa anda tidak mencoba untuk menulis novel versi pesantren putri?
Pertanyaan saya tadi menutup sesi presentasi novel Negri 5 Menara. Mas Fuadipun kembali menuju tempat duduk asalnya di deretan meja paling belakang. Dengan cekatan, saya langsung meminta tanda tangan yang dibubuhkan di kaos putih dan foto bareng. Di sela-sela ramainya peserta yang minta tanda tangan, Mas Fuadi menyampaikan pesan kepada saya untuk mulai bersungguh-sungguh menyicil novel yang sudah saya rancang, beliau juga membuka ruang konsultasi seluas-luasnya di akun FB, Twitter atau blognya. Sungguh saya senang denga tawaran ini, semoga ide cemerlang dari mas Fuadi bisa menjadi gerbang awal menuju kesuksesan saya menjadi Penulis Novel best seller sepertinya.
Acara dilanjutkan dengan coffe break dan shalat ashar. Setelah itu barulah penyampaian materi terakhir yang dibawakan oleh Bapak Iskandar Zulkarnain, seorang writter, blogger, dan kompas editor. Beliau menyampaikan beberapa materi yang cukup penting dalam menulis. Materi pertama diawali dengan kata “ADA APA?”. Pernyataan ini mensyaratkan bahwa Informasi bertebaran silih berganti, apapun bisa jadi bahan tulisan, ide datang dari banyak tempat.
Ada 5 Metode dalam menuliskan karya, yaitu fokus pada objek yang akan ditulis, melakukan obsevasi, menyimpulkan sebuah data dengan hipotesa, bereksperimen dan yang terakhir evaluasi. Terdapat banyak materi yang disampaikan Pak Iskandar Zulkarnaen namun hal yang paling penting terekam dalam benak saya adalah 2 point tadi karena sudah mewakili dari sekian materi yang disampaikan oleh beliau.
Acara blogshop Negeri 5 Menara berakhir pada pukul 17.00 WIB. Sebelum acara ditutup, MC mengumumkan pemenang Livetweet #blogshopN5M. Pihak Bank Indonesia juga membagikan 5 doorprize untuk peserta bagi mereka yang bisa menjawab kuis atau pertanyaan dari salah satu pegawai Bank Indonesia.
Saya sangat puas dengan acara ini, sebuah event agung yang saya tunggu dari dulu. Banyak hal bermanfaat yang saya dapatkan. Sebuah perjuangan melelahkan menuju tempat acara blogshop Negeri 5 Menara demi sebuah ilmu dan pengalaman berharga akhirnya berbuah manis juga. Sesuai dengan nuansa novel Negeri 5 Menara yang bersusah payah menggapai mimpi. Yah, kuncinya hanyalah “man jadda wa jada”.
Mari kita mengukir keabadian dalam sejarah dengan MENULIS !
Mari kita memberikan manfaat kepada orang lain dengan MENULIS !
Mari kita menjadi manusia yang awet muda dengan MENULIS !
Usaha, Doa, Semangat !!!
Allahu Akbar !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H