Bagai mengobati penyakit pada stadium 3. Tidak bermaksud berlebihan, namun, ini akan menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan bagi Tenaga Kerja Indonesia, akibat kalah saing dengan Tenaga Kerja Asing. Terlebih Indonesia pada tahun 2020-2030, akan menyongsong Bonus Demografi dimana penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) pada tahun itu akan mencapai 70 persen, sementara 30 persen adalah penduduk non produktif. Hal tersebut merupakan peluang sangat signifikan, bilamana pemerintah mampu mengejar ketertinggalan peningkatan kualifikasi penduduk usia produktif yang akan memasuki bursa kerja regional mendatang. Pertumbuhan ekonomi yang diimbangi dengan pembangunan ekonomi, infrastruktur, peningkatan modal dan investasi terutama peningkatan mutu kualifikasi SDM diharapkan menjadi fokus yang harus diutamakan. Tanpa adanya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,di masa itu Indonesia akan dibanjiri oleh penduduk yang tidak memiliki kualifikasi untuk bersaing dalam zona tenaga kerja bebas dan sempitnya lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia karena kalah bersaing dengan tenaga kerja asing.
Kekhawatiran masyarakat Indonesia terhadap kesiapan Indonesia menyongsong AFTA 2015 agaknya dijadikan perhatian mendasar bagi pemerintah untuk melihat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia belum siap menghadapi AFTA 2015, jika tidak ada perbaikan mutu yang memadai. Pemerintah harus mampu menciptakan breakthrough, agar Indonesia tidak tergilas dalam liberalisasi perdagangan ini dan menjadi ‘mangsa empuk’ dalam pencaturan ekonomi global. Secara realita, kemandirian bangsa untuk memproduksi barang dan jasa masih belum mencapai inovasi yang signifikan, ditambah prestasi Indonesia dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menduduki peringkat 6 dari 10 negara anggota ASEAN yang siap menjadikan Indonesia dalam posisi skak mat. Dan, pendayagunaan produk-produk asing untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder maupun tersier yang masih teramat tinggi sangat bertentangan dengan prinsip ‘cintai produk lokal’ yang sering diorasikan oleh pemerintah.
Sebabnya, pemerintah harus mampu menciptakan breakthrough dalam waktu sesingkat-singkatnya terutama dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut Agus Sartono (Guru Besar UGM) tiga kelemahan daya saing Indonesia yaitu innovation (Inovasi), technological readiness (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan research and higher education (Penelitian dan Pendidikan tinggi). Menurut B.J. Habibie untuk menciptakan suatu daya saing produk yang berkualitas sangat tergantung pada penguasaan sang produsen terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi yang dimaksudkan bukan hanya terbatas pada alat-alat belaka, tetapi juga sistem kerja. B.J Habibie menggambarkan gagasan teoritis tentang strategi pembangunan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dikembangkan oleh realitas masyarakat Indonesia melalui empat tahap transformasi.
[caption id="attachment_325490" align="aligncenter" width="591" caption="Strategi Pembangunan dengan IPTEK (B.J. Habibie)"]
Tahap pertama, penggunaan teknologi yang telah ada di dunia untuk proses nilai tambah dalam rangka produksi barang dan jasa yang ada di masyarakat. Pada tahap ini, teknologi produksi dan manajemen digunakan untuk mengubah barang mentah dan barang-barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai yang lebih tinggi atau disebut proses nilai tambah. Melalui tahap ini akan dikembangkan kemampuan untuk memahami desain serta teknik dan cara-cara produksi yang lebih maju yang telah dikembangkan di luar negeri. Sampai disini, beberapa tindakan harus diambil, yaitu peningkatan keterampilan produksi, keahlian organisasi dan manajemen. Disamping itu, disiplin dan penerapan standar mutu harus lebih ditingkatkan. Dengan demikian pemeliharaan standar kerja dan standar mutu akan lebih dibiasakan.
Tahap kedua, transformasi teknologi akan berlangsung lebih rumit dan kompleks. Disini akan terjadi integrasi teknologi-teknologi yang telah ada ke dalam desain dan produksi barang dan jasa yang baru sama sekali. Pengembangan keahlian desain dan integrasi secara alamiah akan membawa serta kesempatan untuk memilih. Oleh karena itu, para produsen komponen akan berlomba menawarkan desain produk pada perusahaan yang diketahui sedang melakukan integrasi teknologi. Di dorong kekuatan pasar arus aliran informasi teknologi akan bertambah deras, termasuk informasi mengenai perkembangan-perkembangan baru.
Tahap ketiga, tahap pengembangan teknologi itu sendiri. Di dalam tahap ini, teknologi yang ada dikembangkan lebih lanjut. Teknologi baru pun diciptakan. Semua itu dilakukan dalam rangka menghadapi perancangan produk-produk masa depan
Tahap keempat, pelaksanaan secara besar-besaran penelitian dasar. Motivasi utama adalah bahwa mereka yang menyelenggarakan tahap ketiga sering kali menemui kekosongan-kekosongan teori yang diperlukan untuk mengembangkan teknologi lebih lanjut (Fachry Ali, 2013).
Fitri Wulandari
Semarang, 02 Maret 2013
Sumber referensi: