Mohon tunggu...
Fitri Suci
Fitri Suci Mohon Tunggu... Dosen - Belajar menulis

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Thriller] Garam Dapur

23 September 2016   22:12 Diperbarui: 23 September 2016   22:46 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anak ini tidak pernah bicara sepatah kata pun, bahkan untuk sekedar membeli garam di warung ceu minah. Ini pertemuanku ketiga kalinya dengan anak itu. Dibawanya uang 3000 rupiah dan bungkus garam bekas, sambil mengetuk-ngetuk toples permen di etalase warung. Beberapa saat kemudian datanglah ceu minah. Ceu minah sepertinya sudah mengerti maksud anak ini hanya dengan suara "ngg" dan menyodorkan uang 3000 rupiah plus bungkus garam dapur bekas. Ceu minah lekas memberinya garam dan kembalian 500 rupiah. Anak itu berlalu dengan cepat. 

"Ceu, itu anak siapa ? gak pernah deh liat dia ngomong sekalipun" tanyaku penasaran.

"Anaknya bu idam, dulu biasa ngomong, udah sebulan ini kayaknya dia begitu. Saya gak pernah mau tau neng, terakhir saya tanya bapaknya, saya malah dimaki-maki" jawab ceu minah.

"Emang kenapa ceu ?"

"Dulu pernah dia ke warung tangannya lebam-lebam, ceritanya mau dihansaplasin, dasar anak-anak. Ditanya kenapa juga gak mau jawab. Ya saya tanya bapaknya. Eh malah saya dimaki-maki neng, dibilangnya saya kurang ajarlah, gak ngerti saya ......... tapi terakhir yang saya tahu bapaknya kabur gak tau kemana, dasar gak tanggung jawab" Ceu minah menceritakannya sambil berapi-api.

Aku mengganguk-anggukkan kepala, merespon cerita ceu minah. Sebelum ceu Minah bercerita panjang, segera ku potong pembicaraan ini.

"Ceu, ih hampir lupa, tadi mau beli minyak goreng satu, sama sabun colek" Ceu minah segera memberikan apa yang ku butuhkan dan aku pun segera membayar belanjaanku dan kembali ke kos. 

....

Lelah rasanya hari ini, kuliah full dari pagi hingga jam setengah 6 sore, ketika sedang berjalan ke arah kos, dari kejauhan aku melihat anak itu membawa kresek hitam yang kehilatannya isinya penuh dan agak berat. Ku ikuti dia dari belakang. Untungnya dia tidak sadar bahwa aku mengikutinya. Sampailah aku di satu rumah, agak jauh memang dari kos dan warung ceu minah, lingkungannya agak sepi, kanan kirinya masih kebun. Rumah kira-kira seukuran tipe 21 yang nampak sederhana dan bangunannya permanen namun terlihat usang, cat rumah yang putih mulai berubah krem plafon terasnya terlihat seperti akan ambruk. Aku penasaran, ku ikuti dia sampai rumahnya, tak sampai di situ aku juga mengkutinya lewat samping rumahnya mengintipnya dari jendela. Di keluarkannya sesuatu dari keresek, ternyata itu garam dapur, ku pikir isinya tidak hanya garam dapur, namun belanjaan lainnya. Aku anteng mengamatinya, hingga akhirnya aku sadar sekeresek penuh itu berisi garam. Dibawanya garam ke arah pojok, ku amati apa yang dia lakukan ditaburkannya garam ke atas tubuh seorang wanita. Sontak aku terkejut, badanku lemas seketika, spontan aku mundur perlahan, "kretak" aku menginjak kaleng, bunyinya terdengar hingga ke dalam rumah. Tubuhku kaku, anak itu spontan melihat ke arahku, kami berpandang-pandangan. 

Badanku lemas, lemas, dan penglihatanku gelap seketika.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun