Mohon tunggu...
Fitri Salsabilla
Fitri Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Teknik Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenjangan Sosial di Kota Jakarta

4 September 2024   17:12 Diperbarui: 4 September 2024   17:14 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, Kota seribu lampu, seribu gemerlap, seribu cahaya. Seperti itulah yang biasanya terlintas di benak orang-orang mengenai Kota Jakarta. 

Tentunya, Jakarta memainkan peran penting sebagai pusat bisnis dan perekonomian di Indonesia. Namun pernahkah terbesit di benakmu bagaimana kehidupan di balik gemerlap gedung pencakar langit dengan nuansa futuristik disana? 

Mulai dari rumah kumuh di pinggir sungai tak layak huni atau yg lebih pantas disebut dengan "kamar" yang di bandrol dengan harga sewa Rp. 400.000/bulan, sampai mereka yang hidup di kolong jembatan tanpa memiliki hunian yang layak. 

Biasanya, mereka para pekerja yang sering dianggap "remeh" seperti buruh pabrik, tukang bakul keliling, serta ART-lah yang kerap ditemui singgah di tempat-tempat seperti ini. 

Tentunya, polemik kesenjangan ekonomi ini menjadi PR tersendiri bukan hanya bagi pemerintah daerah setempat tetapi juga bagi pemerintah pusat. 

Kesenjangan sosial yang terjadi ini bukan tanpa alasan, tetapi hal ini tentu saja memiliki sebab, antaralain; minimnya lapangan kerja, kurangnya akses ke pendidikan yang memadai, mahalnya harga properti seperti harga tanah dan rumah sampai kepada kemiskinan struktural. 

Apa itu kemiskinan struktural? Kemiskinan struktural sendiri merupakan kondisi dimana hal ini terjadi bukan hanya karena kurangnya akses ke pendidikan yang memadai, tetapi hal ini juga di dasari oleh faktor sosial, ekonomi, dan politik yang secara tidak langsung menciptakan keadaan ini. 

Kemiskinan struktural inilah yang merupakan penyebab utama dari ketimpangan sosial yang terjadi di kota-kota besar, terkhususnya Jakarta. 

Menanggapi hal ini, tentunya pemerintah daerah tidak tinggal diam, dan melakukan upaya-upaya untuk setidaknya mengurangi kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Beberapa upaya pemerintah daerah dalam menanggulangi hal ini antaralain; dengan mengadakan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) bagi para pelajar, KJMU (Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul bagi mahasiswa, serta Kartu Jakarta Sehat (KJS). Tentunya hal ini diperuntukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah/masyarakat kurang mampu. 

Layanan transportasi umum seperti Trans Jakarta, JakLingko dan MRT, juga turut serta berperan terhadap upaya ini, dimana para pelajar yang menggunakan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bisa menaiki transpprtasi umum seperti Trans Jakarta dan JakLingko tanpa dipungut biaya. Tentunya hal ini sangat menguntungkan bagi masyarakat yang berpenghasilan kurang mencukupi. 

Pemerintah daerah juga turut serta melakukan upaya lain seperti perbaikan atau revitalisasi kawasan kumuh dan padat penduduk, serta PKH (Program Keluarga Harapan) untuk memberikan bantuan kepada kaluarga kurang mampu terutama yang memiliki anak usia sekolah dan ibu hamil. 

Melalui adanya berbagai program ini Pemerintah Daerah Kota Jakarta tentunya berupaya untuk mengurangi kesenjangan sosial yang dialami masyarakatnya, serta meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat kurang mampu. 

Dengan hal ini, diharapkan hal-hal yang menyangkut ketidakmerataan atau kesenjangan sosial bisa sedikit teratasi,  bahkan tertuntaskan. 

Respon masyarakat terhadap program-program ini antaralain yakni, ada yang merasa terbantu, memberi dukungan dan apresiasi, berpartisipasi dalam mengambil manfaat dari program yang diberikan, namun ada pula dari mereka yang memberikan kritik dan keluhan terutama saat dilakukan revitalisasi kawasan kumuh. 

Revitalisasi kawasan kumuh yang biasanya melibatkan penggusuran lahan-lahan di pinggir sungai yang sekiranya tidak memenuhi persyaratan untuk ditinggali. 

Persyaratan ini diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Isi dari Undang-Undang ini antaralain: 

A. Pasal 54: 

menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.

B. Pasal 22:

Menjelaskan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menyediakan perumahan dan pemukiman yang layak bagi masyarakat, terutama masayarakat dengan pemghasilan rendah.

C. Pasal 35:

Menyatakan bahwa rumah layak huni harus memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas bangunan, serta kesehatan penghuninya. 

Dengan adanya Undang-Undang ini, Pemerintah Daerah Kota Jakarta, menjadi lebih mudah dalam menjalani aksinya untuk merevitalisasi kembali kawasan kumuh di Jakarta. 

Bagaimana dengan nasib warga yang hunian lamanya digusur? Biasanya Pemerintah Daerah Kota Jakarta memberi kompensasi seperti menempatkan warga tersebur ke tempat tinggal baru seperti rumah susun, atau bahkan memberi kompensasi berupa uang ganti rugi atas tegusurnya hunian lama mereka. 

Rumah susun (rusun) sendiri memiliki standar teknis kelayakan huni berupa aspek keselamatan, kenyamanan dan kesehatan penghuninya yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyan (PUPR) No.10/PRT/M/2018 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun. 

Rumah layak huni sendiri harus memiliki beberapa komponen atau persyaratan utama yakni:

A. Keselamatan Bangunan

Bangunan harus aman dari gempa, banjir dan kebakaran.

B. Kesehatan Penghuni

Rumah harus memiliki sanitasi alami, ventilasi yang memadai, akses ke air bersih serta terkena sinar matahari.

C. Kenyamanan 

Rumah harus memberikan kenyamanan bagi penghuninya.

D. Aksesibilitas

Rumah harus mudah diakses bagi penghuninya. 

Dengan adanya kompensasi berupa uang ganti rugi dan akses tinggal di rusun, diharapkan masyarakat tidak merasa terlalu terbebani dengan adanya revitalisasi daerah yang mungkin berdampak pada penggusuran hunian lama mereka. 

Manfaat dari revitalisasi daerah sendiri antaralain; 

1. Memberi akses ke masyarakat yang tadinya tinggal di daerah kumuh untuk mendapat akses ke hunian yang lebih baik (rumah susun).

2. Pembangunan ke fasilitas publik seperti ruang terbuka hijau, pusat kesehatan, sekolah, dan lain sebagainya.

3. Pengurangan resiko kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kumuh seperti penyebaran penyakit menular.

4. Dapat mendorong perekonomian lokal dengan cara menarik investor. Daerah yang telah di revitalisasi menjadi peluang besar untuk menarik perhatian investor, terutama jika daerah tersebut berada di kota besar.

5. Dengan memberi akses terhadap masyarakat yang tadinya tinggal di tempat kumuh ke tempat yang lebih baik. Hal ini lumayan mampu untuk membantu mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun