Mohon tunggu...
Fitri Riyanto
Fitri Riyanto Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana MSI UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Diskursus Zakat dan Pajak di Indonesia

13 Januari 2018   15:52 Diperbarui: 13 Januari 2018   15:57 2834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zakat, pajak dan kemiskinan adalah tiga kata yang sangat erat hubungannya dalam sistem ekonomi Islam. Zakat dan pajak jika dikaitkan dengan kemiskinan seharusnya memiliki hubungan (korelasi) negatif.

Artinya jika penerimaan zakat dan pajak meningkat, seharusnya angka kemiskinan menurun. Angka penerimaan zakat dan pajak selalu meningkat. Tapi orang miskin juga meningkat (korelasi positif). Zakat dan pajak hakikatnya adalah dua instrumen untuk memindahkan (distribusi) kekayaan.

Oleh sebab itu, zakat dan pajak seharusnya memiliki dua fungsi. Pertama, sebagai sumber pendapatan negara (budgeter) dan kedua sebagai alat pemindah kekayaan (regulator).

Fungsi yang pertama sudah berjalan, namun fungsi kedua tampaknya belum. Saat ini zakat dan pajak belum berfungsi sebagai regulator. Zakat sebagai rukun Islam ketiga merupakan bukti bahwa Islam sangat memprioritaskan masalah penanganan ekonomi, khususnya kemiskinan. Karenanya zakat ditempatkan sebelum ibadah puasa dan haji.

Pajak didefinisikan "Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

Pajak untuk kemakmuran rakyat belum menyentuh rakyat miskin meskipun hakikatnya pajak memang bukan hanya untuk orang miskin saja tapi juga untuk orang kaya. Dengan demikian harus diakui bahwa zakat dan pajak ternyata belum optimal pembayarannya oleh muzakki dan wajib.

Zakat berasal dari kata zaka yang bermakna al-nuwuw (menumbuhkan) al-Ziadah (menambah), Al-Barokah (memberkatkan) dan al-Thathhir(menyucikan). Zakat adalah rukun Islam ketiga, diwajibkan di Madinah pada tahun kedua Hijriyah. Perintah memungutnya ditujukan oleh Allah SWT kepada setiap ulil amri.

Dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 103 yang artinya "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan merek, dan mendoalah untuk mereka.Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Zakat menurut bahasa artinya adalah "berkembang" (an-nama') atau "pensucian" (at-tathir). Adapun menurut syara' zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu.[1]

 

Dengan perkataan "hak yang telah ditentukan besarnya" (haqqun muqaddaran), berarti zakat tidak mencakup hak-hak berupa pemberian harta yang besarnya tidak ditentukan, misalnya hibah, hadiah, wasiat, dan waqaf. Dengan perkataan "wajib (dikeluarkan)" berarti zakat tidak mencakup hak yang sifatnya sunnah atau tathawwu', seperti sedekah sunnah. Sedangkan ungkapan "pada harta-harta tertentu" berarti zakat tidak mencakup segala macam harta secara umum, melainkan hanya harta tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan nash-nash syara' yang khusus, seperti emas, perak, onta, domba, dan sebagainya.

Dengan memperhatikan ketentuan mengenai zakat maka didapatkan enam prinsip syariat yang mengatur zakat yaitu:[2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun