Menjadi Guru yang Dirindukan. Apa bisa?
Apakah Bapak Ibu Guru pernah mendapatkan surat ungkapan sayang (dalam tanda kutip,ya, bukan sayang yang kasmaran anatar guru dan murid) yang tulus dari siswanya.Â
Siapa yang ingin menjadi guru yang dirindukan oleh anak didiknya? Pasti semua kita yang berprofesi sebagai guru menginginkan hal itu. Namun, tidak semua kita bisa memperoleh predikat itu.
Mengapa itu terjadi? Tentu jawabannya ada pada diri kita sendiri. Untuk menemukan jawabannya kita perlu satu jurus yang paling jitu  apa itu? Refleksi, sebuah kata yang sangat familiar di telinga kita saat ini, terlebih kita mulai merambah ke pembelajaran paradigma baru yaitu Kurikukum Merdeka.
Apa, sih, refleksi itu? Refleksi adalah cerminan atau gambaran, gerakan pantulan di luar kemauan atau kesadaran sebagai jawaban dari suatu hal yang berasal dari luar ( KBBI, 18/6/2022). Tujuan dari refleksi ini sendiri adalah untuk mengetahui kekuatan atau kelemahan dari diri kita sendiri dalam hal belajar mengajar di sekolah, boleh dari siswa, orang tua, teman sejawat, dan kepala sekolah.
Manfaat dari refleksi apa? Tentu saja kita memperbaiki diri untuk lebih baik lagi kedepannya. Dengan begitu, kita sudah punya satu poin untuk menjadi guru yang dirindukan.
Apakah ada poin lainnya? Poin yang tidak kalah penting juga adalah pandai menempatkan diri serta membaca situasi.Â
Artinya apa? Kita harus bisa memposisikan diri kapan harus menjadi teman anak, kapan harus menjadi mentor, kapan harus menjadi manejerial bagi mereka. Semua ini sangat erat kaitannya dengan membaca situasi keinginan anak dan psikologis anak ( perasaan dan mood ).
Saya sudah mencoba menerapkan itu semua di dalam kelas kecil yang saya ampu. Bagaimana hasilnya? Semua di luar dugaan, sangat mengharukan saat kita menjadi salah satu orang yang anak-anak rindukan kehadirannya. Meski saat refleksi di akhir pelajaran tidak jarang saya mendapat respon yang jujur dari mereka kalau hari ini mereka kurang menyukai saya dengan alasan saya marah-marah.
Lantas apakah saya marah? Tidak, saya akan balik bertanya, apa sebab tadi saya sedikit meninggikan suara? Mereka menemukan sendiri alasan yang masuk akal dari apa yang kita lakukan. Di sinilah terbangun komunikasi efektif untuk kita menyelipkan pesan moral yang akan langsung menyentuh hati mereka. Semua diakhiri dengan saling memaafkan dan pelukan sayang.
Sudah ada beberapa poin di atas yang bisa bapak/ibu coba. Ada lagi poin lainnya yaitu saling memberi kabar. Setiap akan pergi meninggalkan kelas, saya akan izin dengan anak didik saya dan juga orang tuanya. Kemukanan alasannya apa? Berapa lama kita akan pergi? Apa keinginan kita saat kita tidak berada di tempat? Kemukakan semua dengan transparansi.Â
Anda akan menemukan sesuatu yang luar biasa di sana. Seperti, doa tulus untuk keselamatan kita, kelancaran urusan, dan satu yang istimewa pesan untuk tidak berlama-lama karena mereka ingin belajar bersama kita. Timbal baliknya apa? Setiap mereka tidak bisa hadir ke sekolah maka dengan suka rela anak atau orang tua juga akan menceritakan alasannya.
Poin lain yang juga bisa bapak/ibu lakukan adalah berupaya menyambut dan mengantarkan anak-anak pulang dengan hal yang menyenangkan, entah itu permainan atau pelukan. Juga selalu menginformasikan kegiatan yang dilakukan anak di sekolah pada orang tua.
Tunggulah bapak/ibu hebat surat cinta dari ananda pasti akan diperoleh dengan suka cita. Seperti yang sudah saya terima, surat cinta dan refleksi terbuka dari orang tua siswa.
Sampai saat ini, meski anak-anak itu sudah berpindah jenjang, saat bertemu mereka tidak akan sungkan untuk menyalami bahkan memeluk kita, dengan satu kata 'Ibu ... aku rindu'.
Demikian bapak/ibu guru. Selamat mencoba, semoga pengalaman saya ini bisa bermanfaat untuk kita semua agar menjadi guru yang dirindukan. Berbagi itu indah, seindah sinaran pelangi di bumi pertiwi ini. Salam dan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H