Mohon tunggu...
Fitri Nur Aini Nadziroh
Fitri Nur Aini Nadziroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Hallo saya Fitri mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian Sengketa Waris Menurut Hukum Islam

29 Mei 2023   12:30 Diperbarui: 29 Mei 2023   13:05 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang hakikat kewarisan itu sendiri. Secara umum kewarisan itu adalah peralihan harta dari yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup. Inilah kewarisan yang berlaku dalam Islam. Kewarisan Islam menganut asas individual, artinya setiap orang berhak memilikinya secara perorangan tanpa terikat oleh orang lain. 

Islam menganut asas kewarisan bilateral, yaitu masing-masing dari keluarga (ayah dan ibu) atau dari keturunan laki-laki dan perempuan berhak menerima warisan dengan sebab-sebab yang telah ditentukan, yaitu kekerabatan, hubungan pernikahan dan walaa. Pembagian harta waris menurut hukum Islam tidak selamanya berjalan lancar sebagaimana yang diatur di dalam Al-qur'an dan Hadist. Banyak sengketa terjadi di antara para ahli waris, baik yang terjadi sebelum maupun setelah harta warisan tersebut dibagikan. 

Sengketa pembagian harta waris menurut hukum Islam harus diselesaikan dengan suatu penyelesaian yang tepat sehingga tidak memutus hubungan keluarga dan tidak menyebabkan perselisihan atau perdebatan mengenai harta waris dikemudian hari. Terkait itu, menurut hukum positif Indonesia penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui jalur litigasi maupun jalur non litigasi. Jalur litigasi mengarah pada hukum acara yang berlaku yang penyelesaiannya melalui pengadilan. 

Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Ahli waris dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan agama untuk menyelesaikan sengketa pembagian harta waris. Selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi) yang lazim dinamakan dengan Alternatif Dispute Resolution (ADR). 

Pengunaan mediasi dalam sistem hukum Indonesia selain didasarkan pada kerangka peraturan perundang-undangan negara, juga dipratikkan dalam penyelesaian sengketa dalam lingkup masyarakat adat atau sengketa-sengketa dalam masyarakat pada umumnya seperti sengketa keluarga, waris, batas tanah, dan masalah-masalah pidana seperti perkelahian dan pencurian barang dengan nilai-nilai relatif kecil. Mediasi berdasarkan prosedurnya dibagi menjadi 2 bagian antara lain: 1) Mediasi yang dilakukan di luar pengadilan (Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999), 2) Mediasi yang dilakukan di pengadilan (Pasal 130 HIR / 154 RBg jo Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008).

Mediasi dapat ditempuh oleh para pihak yang terdiri dari atas dua pihak yang bersengketa maupun oleh lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu. Ada kalanya karena berbagai faktor para pihak tidak mampu mencapai penyelesaian sehingga mediasi berakhir dengan jalan buntu (deadlock stalemate). Situasi ini yang membedakan mediasi dari litigasi. 

Litigasi pasti berakhir dengan sebuah penyelesaian hukum, berupa putusan hakim, meskipun penyelesaian hukum belum tentu mengakhiri sebuah sengketa karena ketegangan diantara para pihak masih berlangsung dan pihak yang kalah selalu tidak puas. Penyelesaian sengketa memang sulit dilakukan, namun bukan berarti tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan. 

Modal utama penyelesaian sengketa adalah keinginan dan itikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan itikad baik ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudannya. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. mediasi dapat memberikan sejumlah keunggulan/kelebihan, antara lain:

1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan. 

2. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya. 

3. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun