Mohon tunggu...
Fitri Nur Afifah
Fitri Nur Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Administrasi Publik

Learning what matters

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kebijakan Kenaikan Harga Pertamax Menggunakan Pendekatan Etis

16 Juni 2022   02:38 Diperbarui: 16 Juni 2022   02:52 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pilihan aksi bagi lingkup suatu organisasi akan dipilih berdasarkan pencapaian tujuan organisasi. Berbagai pilihan yang ada memerlukan suatu keputusan dalam menentukan sebuah pilihan. Maka dari itu, bagi organisasi kemampuan dalam pengambilan keputusan akan memberikan dampak bagi keberlangsungan organisasi itu sendiri. Bagaimana suatu keputusan diambil dan bagaimana keberlanjutan dari hasil pengambilan keputusan akan mempengaruhi efektivitas dari tujuan organisasi. Apabila keputusan yang diambil merupakan keputusan yang bermutu maka tujuan organisasi akan tercapai serta fungsi kompenen juga akan terjaga.

Pada umumnya, keputusan diambil dengan tujuan untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Diperlukan suatu kebijakan pengambilan keputusan yang baik untuk mengatasi masalah yang terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan seperti dalam menentukan strategi, sehingga menimbulkan pemikiran tentang cara-cara baru untuk melanjutkannya.

Keputusan yang diambil akan memberikan hasil yang efektif dengan cara yang efisien apabila para pemimpin, manajer atau administrator mengetahui bagaimana cara mengambil keputusan yang paling optimal. Keputusan yang telah diambil tidak akan memberikan dampak yang merugikan jika keputusan yang akan diambil diperhitungkan dan dipikirkan akibatnya dalam semua aspek yang terkait. Keputusan yang bermutu dihasilkan dari cara  pengambilan keputusan yang baik. 

Meningkatnya kualitas dari suatu keputusan didapat dari mahirnya seseorang dalam menentukan keputusan yang bermutu. Mutu keputusan yang terus menerus meningkat bisa lebih meyakinkan orang lain tentang keputusan yang telah diambil serta dapat meningkatkan profesionalisme dari seorang pemimpin, manajer atau administrator.

Pengambilan keputusan etis melibatkan proses penalaran etis yang di dalamnya mengolaborasi kesadaran moral dan kemampuan moral kognitif seseorang yang pada akhirnya diwujudkan di dalam proses tindakan sebagai bentuk implementasi keputusan yang diambil. Kerangka kerja pengambilan keputusan etis menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas sebagai respon terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis. 

Pemangku kepentingan menuntut persyaratan yang dapat ditampilkan filosofis secara penting. Hal ini dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan Pengetahuan dalam identifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap, Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan keputusan faktor yang relevan ke dalam tindakan praktis. 

Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) menilai etiskalitas keputusan atau tindakan yang dibuat dengan melihat konsekuensi atau diciptakan offness baik dalam hal manfaat atau biaya, hak dan kewajiban yang terkena dampak, keadilan yang terlibat, dan motivasi atau kebajikan yang diharapkan.

Suatu tindakan dan juga keputusan disebut etis jika konsekuensi yang menguntungkan lebih besar daripada konsekuensi yang merugikan. Utilitarianisme klasik berkaitan dengan utilitas keseluruhan, mencakup keseluruhan varian, oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis, profesional dan organisasi. Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari tindakan, maka disebut juga teleological.

Mulai 1 Apri 2022, PT Pertamina resmi menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak non-subsidi Pertamax atau Ron 92 menjadi RP 12.500 hingga RP 13.000 per liter di 34 provinsi di Indonesia dari yang sebelumnya RP 9.000 sampai RP 9.400 per liter. 

Keputusan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak tentu saja menuai pro dan kontra dalam masyarakat. Pihak yang mendukung kebijakan penaikan harga Bahan Bakar Minyak tentu memiliki alasannya tersendiri. Mereka mengatakan ini merupakan jalan yang terbaik setelah dikaji baik positif dan negatifnya oleh pemerintah, menyelamatkan APBN yang membengkak akibat subsidi yang selalu di luar perkiraan, subsidinya dapat dialihkan ke sektor yang lebih penting seperti pendidikan dan kesehatan, dapat mengurangi ketergantungan kepada impor minyak dunia, masyarakat dapat lebih efisien dan menghemat dalam memakai Bahan Bakar Minyak, selain gi bantuan subsidi dapat tepat sasaran karena tidak lagi ditujukan untuk masyarakat menengah ke atas.

Berkebalikan dengan pihak yang mendukung kebijakan penaikan harga BBM ini, pihak yang tidak setuju merasa kebijakan ini akan menambah beban psikologis pada banyak tingkat masyarakat seperti mahasiwa yang tinggal berjauhan dengan orang tuanya  ataupun yang tidak, ibu rumah tangga, dan PNS. Mereka beragumen kebijakan ini akan mengakibatkan semakin meluasnya masalah kemiskinan, bisa memicu konflik sosial dalam masyarakat, dapat memperburuk masalah pengangguran dan akan memicu kenaikan harga barang lainnya, biaya transportasi, dan inflasi.

Pemerintah mengatakan mereka memiliki alasan dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak. Berdasarkan pendapat mereka, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak merupakan jalan satu-satunya untuk mengatasi inflasi dan juga pembengkakan dari APBN untuk subsidi yang sebelumnya telah diberikan pemerintah untuk kaum masyarakat menengah ke bawah. 

Pemerintah berpendapat sebenarnya mereka masih memikirkan nasib dari rakyat, namun kenaikan harga Pertamax dilakukan akibat dari Perang Rusia-Ukraina yang mengakibatkan fluktuasi minyak dunia. Jika BBM non-subsidi seperti Pertamax tidak dinaikkan, maka BBM bersubsidi yang diberikan pemerintah ke produk Pertalite akan menambah beban APBN.

Nuri Resti Chayyani dan direktur Center of Economic and Law studies (CELIOS), Bima Yudhistira Adhinegara sebagai peneliti The Indonesian Institute merasa ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak, Pengambilan keputusan untuk menaikkan Pertamax saat ini kurang tepat karena Indonesia tengah berada dalam masa pemulihan ekonomi akibat dari pandemi. Kebijakan untuk menaikkan harga Pertamax juga dilakukan saat masyarakat sedang tercekik oleh kenaikan harga pangan. Hal ini akan sangat memberatkan masyarakat.

Idealnya, untuk menjaga daya beli masyarakat dan menjamin pemulihan ekonomi kenaikan harga Pertamax masih bisa ditahan. Pada tahun 2020, Pertamina sempat mendapat laba sebesar RP 15 triliun. Pada saat itu Pertamina tidak menurunkan harga Pertamax. Untuk menahan selisih harga keekonomian Pertamax dari harga jual RP 9.000 per liter, Pertamina bisa menggunakan keuntungannya pada tahun 2020. Meskipun pada akhirnya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak terjadi, diharapkan apa yang menjadi kebijakan pemerintah ini mampu mensejahterakan masyarakat dan bukan untuk membuat kesengsaraan yang berkesinambungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun