Mohon tunggu...
Fitri Maria Ulfa
Fitri Maria Ulfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi D3 Kebidanan Unisa Yogya

Ridho Ibu adalah kunci utama segala hal dipermudah. IG: @fitrimaulfa_ Fb: Fitry Maria Ulfa

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tahun Aksi Gizi dengan Tetap Menyusui Meski Pandemi

14 Agustus 2021   01:12 Diperbarui: 14 Agustus 2021   01:38 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak pandemi COVID-19 masuk di Indonesia pada awal tahun 2020 memunculkan masalah gizi pada anak. Estimasi UNICEF baru-baru ini menunjukkan bahwa diperkirakan angka masalah gizi pada anak usia di bawah 5 tahun akan meningkat 15% selama pandemi jika tidak ditangani dengan tepat (UNICEF Indonesia, 2020). 

Selain itu, menurut Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, menilai permasalahan gizi buruk di Indonesia meningkat pada masa pandemi (Republika.co.id, 2021). Selain kejadian kesakitan (morbiditas), kasus kematian (mortalitas) pada anak pun ikut meningkat. Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Aman Pulungan melaporkan, berdasarkan data COVID-19 pada anak yang dihimpun hingga 20 Juli 2020, secara keseluruhan tercatat 70% dari kasus anak meninggal akibat COVID-19 berusia di bawah 6 tahun. Persentase tersebut lebih rinci diantaranya 12% (usia 0-28 hari), 33% (usia 29 hari-11 bulan), dan 25% lainnya terjadi pada anak usia 1-5 tahun (Antaranews, 2020).

Keterbatasan pelayanan kesehatan esensial serta keterbatasan ketersediaan pangan dan gizi menjadi faktor penyebab penurunan kesehatan ibu dan anak selama pandemi COVID-19. Kualitas dan kuantitas pemberian ASI eksklusif selama usia 0-6 bulan kemudian dilanjutkan sampai usia 2 tahun dengan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI) memberikan dampak besar terhadap tumbuh-kembang anak termasuk imunitasnya. 

Studi yang dilakukan oleh kelompok studi TEDDY (The Environmental Determinants of Diabetes in the Young) menunjukkan bahwa terdapat beberapa manfaat menyusui yang berhubungan dengan kesehatan, baik saat anak sedang disusui dan (pada tingkat yang lebih rendah) pada periode waktu setelah penghentian menyusui. Menyusui terbukti bermanfaat pada masa bayi dan anak usia dini sehubungan dengan penyakit pernapasan dan pencernaan tertentu, dengan penurunan insiden otitis media mulai dari bayi bahkan hingga usia 4 tahun untuk beberapa anak yang disusui (Nicole M. Frank, dkk, 2019). Selain itu, pemberian ASI yang optimal juga berpotensi mencegah tambahan 98.430 kematian ibu akibat kanker dan diabetes tipe II setiap tahun.

Akan tetapi cakupan pemberian ASI selama pandemi diperkirakan mengalami hambatan dan penurunan akibat beredarnya isu tentang penularan virus COVID-19 melalui ASI. Akhirnya, ibu memilih untuk membeli produk minuman atau makanan pengganti ASI demi keamanan anaknya yang sebenarnya belum terjamin aman dan sesuai dengan kebutuhan gizinya. Padahal faktanya, sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan adanya transmisi langsung dari ibu ke anak melalui ASI. Maka dari itu, disarankan lebih baik membeli makanan dan minuman yang bergizi untuk dikonsumsi ibu yang nantinya akan diserap oleh anak melalui ASI yang merupakan hasil sekresi dari makanan yang dikonsumsi ibu.

Oleh sebab itu, perlu dukungan dari berbagai pihak agar ibu tetap optimal menyusui anaknya sampai usia 2 tahun meskipun pandemi COVID-19 masih melanda. Adapun dukungan yang bisa dilakukan antara lain:

Pemerintah

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dituntut harus membuat kebijakan yang membantu upaya penghapusan kekurangan gizi. Kebijakan yang dibuat berupa solusi untuk mengentaskan permasalahan ketahanan pangan dan gizi serta keamanan menyusui, baik di rumah maupun di tempat umum, seperti pemusatan pengalokasian dana desa untuk penyediaan makanan sehat, membangun sarana dan prasarana khusus untuk ibu menyusui di tempat umum, pemberian vaksin COVID-19 secara gratis, memantau pemasaran produk pengganti ASI untuk melindungi ibu dari pemasaran produk pengganti ASI yang tidak etis, dan meningkatkan program kesehatan ibu dan anak lainnya.

Instansi dan Tenaga Kesehatan

Menurut survei nasional yang dilakukan oleh Kemenkes RI dengan dukungan UNICEF, konseling menyusui di masa pandemi hanya menjangkau kurang dari 50% ibu dan pengasuh anak berusia di bawah dua tahun. Situasi ini diperparah oleh tingginya pelanggaran Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI. Dalam hal ini, rumah sakit dan tenaga kesehatan (nakes) memiliki peranan yang sangat penting. Rumah sakit dan nakes dituntut harus tetap memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat meskipun pelayanan dibatasi. Dalam langkah pengoptimalan, rumah sakit dan nakes lainnya memanfaatkan inovasi teknologi pelayanan kesehatan yang disebut dengan telemedicine dan telekonsultasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 20 Tahun 2019, telemedicine sebagai pelayanan medis jarak jauh oleh kalangan profesional di dunia kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pelayanan ini mencakup pertukaran informasi diagnosis, penelitian dan evaluasi, pencegahan penyakit, pengobatan, serta pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan demi meningkatkan kesehatan masyarakat. Namun dalam peraturan, telemedicine hanya dilakukan antar-fasilitas pelayanan kesehatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun