Ia juga berharap, masyarakat lokal diajarkan bagaimana cara mengembangkan pertanian organik secara langsung di lapangan. Untuk mendukung terwujudnya green hotels, Annette juga menyarankan agar pemerintah daerah dapat memberikan reward kepada hotel, misalnya berupa keringanan pajak.
Jalan-jalan menuju gunung atau perbukitan harus segera diperbaiki untuk mendukung wisata alam. Masyarakat lokal dapat dilibatkan untuk mewujudkan ekonomi kreatif, misalnya dalam hal pangan atau pembuatan souvenir.
Menurut Annette, atraksi kereta gantung, wisata sepeda, trekking, homestay dan camping, kayak/sailboats, dan event-event ramah lingkungan merupakan bagian dari wisata berbasis lingkungan.
Konservasi pohon tua dapat menjadi objek/atraksi wisata. Karena itu dibutuhkan sustainability training, studi banding dan coaching yang melibatkan pemerintah, pelaku pariwisata dan masyarakat. Hal ini membutuhkan good governance dan care dengan cara mengutamakan lingkungan Danau Toba, zonasi aktivitas pariwisata, dan peraturan ramah pariwisata dan lingkungan.
Dalam kesempatan ini, beberapa tokoh masyarakat yang hadir menyampaikan harapan mereka. Salah satu harapan tersebut adalah agar akses dari Kota Medan ke daerah Tongging dapat ditingkatkan untuk mendukung pariwisata daerah Karo.
Selain itu, mereka juga berharap agar keberadaan Danau Toba dapat memperbaiki taraf hidup masyarakat di 7 Kabupaten yang mengelilingi Danau Toba.
Selain penyampaian materi dan diskusi, konferensi internasional ini juga dimeriahkan tarian-tarian tradisional yang berasal dari berbagai daerah yang termasuk kawasan Danau Toba.
Salah satunya adalah tortor enam puak yang dibawakan oleh sanggar tari T.B. Silalahi. Selain itu, terdapat beberapa stand UKM yang digelar di sebelah ruang pertemuan. Hal ini untuk menunjukkan kekayaan "Heritage of Toba" di mata dunia internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H