Hampir dua tahun terakhir, saya merasakan nyeri di pundak dan punggung sebelah kanan saya. Rasa nyeri itu semakin menyiksa ketika saya harus beraktivitas cukup lama di depan monitor laptop. Hal ini sangat mengganggu saya. Terutama ketika saya ingin menyalurkan hobi saya menulis cerita pendek. Akibatnya, saya terpaksa harus mengurangi aktivitas menulis saya. Â Â Â Â
Awalnya, saya mengira rasa nyeri tersebut muncul karena saya kelelahan. Untuk mengatasinya, saya mencoba berbaring ketika rasa sakit mendera pundak dan punggung kanan saya. Sebagai alternatif, saya mencoba pijat tradisional dan pijat di salon perawatan. Syukurlah, rasa nyeri itu agak reda dan saya bisa kembali beraktivitas seperti biasanya.
Hal itu hanya sementara. Keluhan saya berlanjut. Perut sebelah kanan sesekali terasa berdenyut. Denyut itu biasanya muncul ketika saya sedang menikmati makanan yang digoreng seperti pisang goreng, bakwan sayur, atau lainnya. Denyut itu datang lalu pergi. Akhirnya, saya memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter.
Saat memeriksakan diri ke praktik dokter di dekat rumah, dokter hanya memberikan obat pereda nyeri. Obat tersebut akhirnya tidak saya konsumsi, karena saya khawatir akan mengalami ketergantungan. Saya memutuskan untuk berobat dengan menggunakan BPJS. Kebetulan, saya memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dulunya merupakan kartu Asuransi Kesehatan (Askes). Meskipun saya memiliki polis asuransi kesehatan untuk berjaga-jaga, saya sudah memiliki pengalaman yang memuaskan sebagai peserta BPJS sebelumnya.
Meski saya sudah mengonsumsi obat yang diberikan dokter, tetapi keluhan saya tidak berkurang. Saya lantas dirujuk ke salah satu rumah sakit Kelas B terdekat (sekarang harus ke rumah sakit Kelas C dulu) pada minggu berikutnya, tepatnya ke poli ortopedi karena diduga mengalami gangguan pada tulang belakang.
Keesokan harinya, saya pun memeriksakan diri ke rumah sakit tersebut. Dokter ortopedi meminta saya untuk melakukan rontgen. Setelah hasil rontgen keluar, dokter mengatakan bahwa tidak ada masalah pada tulang. Namun, dokter menunjukkan noda-noda putih pada hasil rontgen. Batu empedu. Dokter menyarankan saya untuk berkonsultasi dengan dokter bedah digestif dan menuliskan rujukan internal ke poli bedah digestif.
Sebelum berkonsultasi ke poli bedah digestif, saya berkonsultasi terlebih dulu dengan pihak administrasi rumah sakit. Mereka menyampaikan, bahwa konsultasi harus dilakukan di minggu berikutnya karena memang demikian kebijakan dari pihak BPJS. Saya mematuhinya. Karena saya yakin, peraturan tersebut tentu sudah ditelaah dengan mempertimbangkan banyak aspek.
Ketika saya mengunjungi poli bedah digestif pada minggu berikutnya, dokter bedah digestif menyarankan agar saya menjalani USG perut (abdomen) terlebih dulu. Karena beliau tidak dapat melakukan tindakan operasi hanya berdasarkan hasil rontgen. Setelah melihat hasil USG, dokter mengatakan bahwa kantung empedu saya sebaiknya segera diangkat menimbang jumlah dan ukuran batu empedu. Namun, beliau hanya dapat melakukan tindakan bedah konvensional karena alat laparoskopi di rumah sakit tersebut sedang mengalami kerusakan.
Setelah mendapatkan informasi dari teman yang pernah menjalani operasi batu empedu, saya berniat menjalani bedah dengan risiko yang lebih minimal, yaitu bedah 3 (tiga) titik alias laparoskopi (bedah robotik). Selain minim dampak pasca operasi, bedah ini juga lebih menguntungkan dari segi estetika. Hanya ada sayatan kecil sebanyak 3 (tiga) titik di perut plus sayatan kecil di sekitar pusar. Waktu pemulihan pun relatif lebih singkat dibanding bedah konvensional.
Saya lalu mencari informasi dengan cara mendatangi kantor BPJS terdekat. Informasi yang disampaikan oleh petugas kepada saya sungguh menggembirakan. Saya dapat mengubah data kepesertaan saya dalam hal ini memindahkan Fasilitas Kesehatan (Faskes) Tingkat 1 tanpa harus mengunjungi kantor cabang BPJS. Saya dapat mengubah data tersebut menjadi Faskes Tingkat 1 semula 3 (tiga) bulan kemudian. Pemindahan tersebut dapat dilakukan secara online dengan cara mengunduh aplikasi Mobile JKN di Google Play Store atau App Store. Inovasi yang memudahkan peserta BPJS ini patut untuk diapresiasi.
Minggu berikutnya, saya pun pergi ke rumah sakit yang dirujuk oleh Faskes Tingkat 1. Saya tidak perlu mengantre lama. Meskipun saya menggunakan layanan BPJS, saya diperlakukan sama dengan pasien umum atau pasien yang ditanggung oleh asuransi. Proses pemeriksaan juga tidak berbelit-belit. Ketika saya menunjukkan hasil pemeriksaan dari rumah sakit sebelumnya, dokter memutuskan untuk melakukan tindakan operasi. Namun, beliau tidak mengatakan bahwa saya akan menjalani bedah laparoskopi. Beliau hanya menyampaikan bahwa teknik bedah akan dipilih sesuai dengan kondisi pasien. Saya pun menerimanya dengan lapang dada.
Setelah melengkapi semua pemeriksaan yang dibutuhkan untuk persiapan bedah yang meliputi: tekanan darah, berat badan, rontgen dada, cek darah, dan cek jantung (Elektrokardiogram/EKG), saya disuruh pulang untuk menanti kabar kapan bedah akan dilakukan. Hanya berselang tiga hari, saya ditelepon oleh perawat yang menangani rawat inap yang menyampaikan bahwa saya akan mulai rawat inap esok harinya.
Saya dan keluarga datang ke rumah sakit dengan membawa persiapan rawat inap keesokan harinya. Tekanan darah saya kembali diukur. Kemudian, saya diantar oleh perawat untuk mulai rawat inap di kamar kelas I. Pada malam harinya, dokter yang akan membedah saya berkunjung untuk menanyakan kondisi saya. Beliau berpesan agar saya menenangkan diri dan berpuasa selama 6 (enam) jam.
Keesokan harinya, seorang perawat menjemput dan membawa saya ke ruang operasi. Saat masuk ke ruang operasi, saya masih berbincang-bincang sebentar dengan dokter anestesi sebelum kehilangan kesadaran. Saat terjaga, tubuh saya sudah dihangatkan dengan selimut listrik. Mungkin karena itulah saya tak merasa kedinginan atau menggigil pasca operasi (saya merasakan hal itu saat menjalani operasi sebelumnya).
Tak lama kemudian, saya diantar kembali ke kamar. Keluarga saya lalu menunjukkan sepuluh buah batu berwarna kehitaman dalam tabung kecil. Itulah batu empedu yang bersarang di kantung empedu saya. Syukurlah, akhirnya saya dibedah dengan menggunakan teknik laparoskopi.
Pada hari terakhir opname, semua titik bekas operasi dibersihkan dan perban diganti. Saat hendak meninggalkan rumah sakit, saya diberikan obat untuk rawat jalan. Semua biaya rumah sakit ditanggung oleh pihak BPJS. Tak sepeser pun dibebankan kepada saya. Bukan itu saja, untuk konsultasi berikutnya hingga buka jahitan pun masih ditanggung oleh BPJS. Selama proses tersebut, obat rawat jalan masih diberikan. Saya dan keluarga sangat bersyukur atas hal itu.
Sekarang, saya sudah terbebas dari rasa nyeri di pundak dan punggung kanan saya karena penyakit batu empedu saya kelar. Semua itu berkat BPJS. Karena BPJSKesehatanMelayaniNegeri. Terima kasih BPJS.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H