Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ia yang Mencintai Pohon dengan Kata-kata

16 Maret 2018   18:02 Diperbarui: 17 Maret 2018   00:15 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia menangkap nada cemburu dalam suara istrinya yang meninggi. Paras perempuan itu memerah. Perangai istrinya memang agak berbeda akhir-akhir ini. Ia berusaha menenangkan perempuan itu. "Bagaimana mungkin aku melupakan kalian? Aku yang telah membawa kalian pindah ke padang ini."

"Kalau begitu pulanglah ke rumah," istrinya menunjuk rumah beratap ilalang, "di sanalah seharusnya tempatmu berada."

Ia mengangguk gelisah. Ranting-ranting mulai bergesekan dan bicara dengannya. Ia dapat merasakan pohon rimbun turut gelisah mendengar permintaan istrinya. Namun, ia tak dapat menolak permintaan perempuan itu karena untuk pertamakalinya, ia menemukan sorot kemarahan dalam mata istrinya itu.

Ketika hari mulai gelap, ia tak kunjung terlelap. Ia mulai mendengar ranting-ranting mulai bergesekan dan memanggil-manggilnya dalam kesunyian rumah. Ia menutup kedua telinganya dan berusaha memejamkan kedua matanya. Ketika ia mendengar pohon rimbun itu berseru-seru memanggilnya, ia tak dapat lagi menguasai dirinya dan berlari kencang ke tengah-tengah padang.

Ia terperanjat saat melihat wajah-wajah penuh kebencian sedang berdiri mengitari pohon itu. Istri dan anak-anaknya. Hawa panas membakar udara malam. Lidah-lidah api sedang berpesta menghabisi pohon rimbun miliknya. Sang istri berkata, "Setelah ini, tak ada lagi alasan bagi kita untuk tinggal. Kita akan pergi dari padang ini dan kembali ke kehidupan sesungguhnya."

Ia menatap wajah-wajah di sekitarnya satu per satu. Sebelum ada yang mencegahnya, ia melangkah cepat ke dalam api lalu memeluk pohon rimbun erat-erat. Ia membisikkan kata-kata tak ingin kehilangan. Bagaimana mungkin ia rela melepaskan kebahagiaan ketika sudah menemukannya?

***

Tepian DanauMu, 16 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun