Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ia yang Mencintai Pohon dengan Kata-kata

16 Maret 2018   18:02 Diperbarui: 17 Maret 2018   00:15 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: houstonpress.com

Ia mendapati padang rumput itu nyaris musnah pada suatu senja. Galur-galur hitam memenuhi hampir seluruh padang itu. Padang rumput itu seperti orang tua yang akan menemui ajalnya. Sejak saat itu, sebuah pemandangan selalu menari-nari dalam mimpi-mimpinya. Ia melihat padang kehijauan dan sebuah pohon rimbun di tengah-tengahnya. Kijang-kijang merumput di sekitar pohon itu, burung-burung melintasi hamparan biru nan cerah dan telaga kecil dipenuhi ikan-ikan yang riang bercengkerama.

"Mari istri dan anak-anakku, kita pindah dari sini dan membangun peradaban baru," katanya pada suatu pagi saat terjaga. Ia lalu berkata-kata dengan gembira. Kepalanya sarat dengan rencana gemilang untuk masa depan. Semangatnya meluap-luap seperti air bah.

Istri dan kelima anaknya terpukau. Sudah bertahun-tahun lamanya, ia selalu tampak muram. Tiada seorang pun yang mampu menghiburnya. Bahkan tidak anak gadisnya yang mahir menari, anak lelaki sulungnya yang cakap bercerita, atau anak bungsunya yang bertingkah jenaka. Masakan-masakan lezat istrinya tak lagi menghadirkan seulas senyum di bibirnya. Ia berkeluh kesah tentang segala hal harta kekayaan, kehidupan, dan seisi dunia dan membenci apa yang telah dimilikinya selagi muda.

Ia menatap seisi rumahnya dan menyesali waktu yang terbuang sia-sia. "Kita akan segera menemukan kebahagiaan yang hakiki," katanya pada istrinya yang kini nampak kebingungan. "Semua ini..." ia mengibaskan kedua tangannya dan sepasang matanya menatap berkeliling, "adalah kesia-kesiaan yang telah lama membelenggu kita."

Kalimat itu lalu diikuti keheningan ketika ia membisu. Istri dan anak-anaknya diam mematung. Mereka saling mencuri pandang dengan gelisah. Berusaha memahami maksud perkataan yang baru saja mereka dengarkan, terutama tentang pencarian kebahagiaan yang hakiki.

"Kau akan membawa kita ke mana?" Suara sang istri akhirnya memecah keheningan yang cukup panjang.

Suara istrinya seperti nyanyian yang semakin menggelorakan semangatnya. "Kita akan pergi ke sebuah padang yang telah kutemukan pada suatu senja," ucapnya penuh gairah. Ingatan-ingatan yang melintas dalam mimpi-mimpinya kini terasa nyata. Ia begitu mendambakan padang kehijauan, pohon rimbun dan kesejukan telaga untuk membasuh telapak kakinya. Tidak bisa tidak. Mereka harus segera berkemas dan pergi menuju padang itu.

"Baiklah, bila itu sudah menjadi keputusanmu." Istrinya menyahuti keinginannya dengan sepenuh penghormatan. Perempuan itu lalu memanggil para pelayan untuk berkemas-kemas. Ketika anak-anaknya mulai mempertanyakan keinginan itu, perempuan itu menyuruh mereka untuk mematuhi keinginan sang ayah. Ia berlaku banyak hal tanpa bicara, seperti yang selama ini lazim ia lakukan.

Matahari mulai tinggi ketika semua yang diperlukan telah dipersiapkan. Barang-barang memadati pelataran rumah megah. Para pelayan berbaris rapi, siap mengantarkan kepergian mereka keluarga. Kendaraan berderet dan siap menanti keberangkatan. Semuanya tinggal menunggu perintah untuk pergi ke padang kehijauan. Ketika ia menatap segala sesuatunya, ia lalu berkata, "Kita tidak membutuhkan semua ini."

Anak-anaknya terlihat kesal. Mereka tak habis pikir dengan sikap sang ayah yang sulit ditebak. Para pelayan nampak keheranan dengan sikap tuannya. Hanya sang istri yang tetap sabar menanyakan keinginan suaminya. "Katakanlah, kami siap mendengarkannya." Sang istri lalu menatap suaminya dengan penuh perhatian.

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, kita akan membangun peradaban baru. Kita tidak memerlukan kemewahan-kemewahan ini. Kita cuma akan membawa segala sesuatu yang benar-benar kita butuhkan." Ia lalu memerintahkan para pelayan untuk mencari beberapa pedati. Pedati itulah yang akan membawa segala keperluan mereka menuju padang kehijauan. Lalu ia berpesan agar pelayan memasukkan sebuah bibit pohon ke dalam pedati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun