Dia gadis yang menginginkan kebahagiaan menjadi miliknya pada bulan September. Maka, setiap Agustus berakhir, dia merobek kertas kalender lalu menghujani bulan yang dinantinya dengan kecupan. Baginya, September adalah anugerah. Bulan di mana kebahagiaan mungkin akan bermurah hati menghampiri gadis bercelemek dengan wajah berjelaga.
Clementine... Clementine... Orang-orang menyenandungkan namanya kala bertemu pandang dengannya. Sepasang mata bundar bercahaya cokelat keemasan miliknya menghadirkan kenangan yang menggelinding di penghujung senja. Membawa angan mereka bertualang, jatuh hati, lalu merindukan gadis rupawan dengan setangkai sapu dalam genggamannya.
Satu atau dua pengunjung pernah ingin memiliki Clementine. Penginapan kecil tempatnya mengabdi tersohor ke penjuru negeri. Orang-orang singgah demi bertemu muka dengan dara menawan itu. Mereka mengumbar janji-janji, berharap gadis miskin itu silau dan terlena. Oh, tidak. Mereka tak mengerti, mimpi Clementine hanyalah September.
Ketika orang-orang memburu mimpi, Clementine terjaga dengan mimpinya sendiri. Dia beranjak dari pembaringan lalu mengendap-endap menuju peti tua untuk menjenguk harta karun miliknya. Selembar foto memudar di bawah tumpukan pakaian-pakaian tua. Harta karun satu-satunya yang paling berharga di dunia.
Jiwa Clementine melambung tak terkira. Sepasang kaki dan tubuh lampainya berputar-putar. Lengannya terangkat, seakan sedang berdansa dengan sosok di dalam foto. Senyumnya merekah ke segala arah. Pada kekasih yang akan tiba di bulan September, Clementine menautkan khayalnya.
Klontang! Suara ember terguling membuyarkan angan Clementine. Suara berkejaran di lorong-lorong penginapan. Tikus-tikus dari gorong-gorong mulai berkelana. Mencari sisa-sisa makan malam yang luput dari ujung sapu Clementine. Dia tak terusik. Tikus-tikus kelaparan itu lebih malang dari dirinya. Biarkan saja.
Clementine... Clementine... Senandung lirih menerpa telinga Clementine. Dia berlari ke jendela dan menyibakkan tirai tebal. Pandangannya mencari-cari dalam kelam. Tiada seorang pun. Sepasang bola matanya tertumbuk pada jendela yang berembun. Senyum menari-nari di bibirnya.
September ini milik kita.
−Kau dan aku, mengamati  gadis itu dari pojok sunyi ini sambil berjuang meredakan degup yang tiba-tiba berirama lantang dalam hati kita−
***
Tepian DanauMu, 16 September 2016
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Romansa September RTC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H