Perempuan itu terbatuk. “Kabutku tak mampu menghalangi kabut yang datang mengurung desa ini. Aku telah kalah...”
“Itu bukan masalah. Kita bisa pergi dari sini,” bujukku.
“Kamu tak mengerti,” bisiknya. “Untuk itulah aku ada. Maafkan aku, aku harus pergi...”
“Tidak, jangan pergi...” ratapku.
Perempuan itu menatapku sambil tersenyum. Lalu perlahan-lahan kedua kelopak matanya terpejam. Perempuan itu pergi dalam pelukanku. Suara orang-orang dan kentungan masih terdengar ramai. Tapi, kepergian perempuan itu telah meninggalkan kesunyian abadi dalam hatiku...
***
Tepian DanauMu, 18 Oktober 2015
Catatan :
- Cerita ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap kabut asap Sumatera yang terus berlangsung hingga saat ini
- Copas tulisan ini harus menyertakan URL postingan ini
- Sumber ilustrasi di SINI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H