Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

TMII: 40 Tahun Membingkai Keanekaragaman Indonesiaku

29 Maret 2015   14:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:50 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_406211" align="aligncenter" width="650" caption="Sumber Foto: @fitmanalu.dok"][/caption]

TRI DARMA

Rumongso Melu Handerbeni

(merasa turut memiliki)

Wajib Melu Hanggondeli

(wajib turut memelihara)

Mulat Sariro Hanggroso Wani

(bersedia selalu mawas diri)

(Raden Mas Said)

Ragam budaya di negeri ini selalu menarik perhatian saya. Saya merasa bangga turut memiliki kekayaan warisan nenek moyang tersebut. Karenanya, padatahun 1999 lalusaya sengaja meluangkan waktu untuk berkunjung ke TMII. Mengapa TMII? Sejak masih kanak-kanak, berbagai informasi tentang sarana wisata budaya resmi yang dicetuskan oleh Ibu Tien Soeharto ini sering saya temukan di buku-buku pelajaran dalam bentuk gambar maupun tulisan. Taman yang diresmikan pada tanggal 20 April 1975 ini menggambarkan aspek wilayah, budaya, kekayaan dan keindahan alam di seluruh kawasan Tanah Air. Hal inilah yang kemudian mengundang keingintahuan saya untuk melihat langsung keaneragaman negeri khatulistiwadi TMII.

Syukurlah, seorang sahabatyang berdomisili di Jakarta bersedia memandu saya berkeliling. Bermodal sebuah kamera saku sederhana kami berjalan kaki mengelilingi area taman yang luas. Meski cukup melelahkan, tapi senangnya juga bukan kepalang. Seingat saya, tak satupun rumah adat yang terlewatkan pada kunjungan perdana itu. Sayang sekali, dokumentasi kunjungan waktu itu kini entah sudah dimana keberadaannya.

Kompasianival Tahun 2014 yang diselenggarakan di TMII merupakan kesempatan bagi saya untuk mengunjungi kembaliminiatur Indonesia. Jauh-jauh berkunjung dari Pulau Samosir tentu saya tak ingin melewatkan kesempatan menjelajahi kembali ragam budaya Indonesia di TMII. Meski demikian, keinginan itu baru dapat terwujud beberapa bulan kemudian.

Kuliner Khas Minang Ala TMII

Ditemani olehseorang kerabat, saya sudah berada di halte Kalideres tepat pada pukul 08.30 wib. Bus Transjakarta menjadi transportasi pilihan kami untuk mengunjungi TMII. Cukup membayar tiket sebesar Rp. 3.500,- untuk tiba di Grogol dalam waktu 45 menit. Setelah transit di halte Grogol 1, kami tiba di halte Garuda Taman Mini. Selanjutnya, kami naik angkutan umum hingga ke pintu masukdengan membayar ongkos sebesarRp. 4.000,-.

Setibanya tiba di pintu 3, kami membeli tiket masuk sebesar Rp. 10.000,-/ orang. Sayasegera meminta brosur yang tersedia sebagai panduan berkeliling. Namun karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.45 wib, kami memutuskan untuk makan siang dahulu di kedai yang menyajikan kuliner khas Padang. Kedai itu terletak di Anjungan Sumatera Barat. Segelas teh hangat menemani nasi dan rendang menu pilihan kamisebagai ‘bekal energi’ memulai perjalanan mengelilingi TMII.Jika menginginkan menu-menu alternatif lainnya, pengunjung bisa mencicipi kuliner di Puri Caping Gunung atau Pondok Pecel Madiun.

[caption id="attachment_406212" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Foto : @fitmanalu.dok"]

14276090511388684073
14276090511388684073
[/caption]

Setelah makan siang, kami melihat-lihat ke sekeliling anjungan. Terdapat beberapa bangunan di anjungan ini seperti rumah besar (rumah gadang), balai adat (balairung), lumbung padi (rangkiang), surau serta rumah adat Suku Mentawai. Atap rumah yang terbuat dari ijuk memiliki bentuk khas dengan ujung melengkung ke atas mirip tanduk kerbau. Selain itu, terdapat pula souvenir shop yang menjual berbagai cenderamata untuk dibawa pulang oleh para pengunjung.

Bersepeda Mengelilingi ‘Indonesia’

Saat melihat-lihat brosur ternyata banyak sekali tempat menarik yang ingin kami kunjungi. Kami harus memikirkan cara agar dapat mengunjungi semuanya dalam satu hari saja. Kerabat saya menganjurkan kami bersepeda saja. Saya langsung menyetujuinya. Berwisata budaya sambil berolahraga pastilah sangat menyenangkan.

Kami menuju Museum Olahraga yang memiliki kubah unik berbentuk bola untuk menyewa sepeda dengan tarif sebesar Rp 20.000,-/ jam. KTP asli harus diberikan sebagai jaminan. Jika mengembalikan sepeda lebih lama dari waktu yang seharusnya, maka akan dikenakan denda. Kami sepakat menyewa dua buah sepeda berwarna biru.Tidak ingin berkeliling dengan sepeda? Masih ada alternatif transportasi lainnya yaitu mobil keliling. Bersantai dengan perahu angsa dan motor listrikjuga menjadi pilihan yang tak kalah menariknya.

[caption id="attachment_406213" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Foto: @fitmanalu.dok"]

1427609264225892815
1427609264225892815
[/caption]

Memulai perjalanan, kami memilih anjungan terpadu yang diperuntukkan bagi provinsi-provinsi baru. Setelah melewati Stasiun Budaya dan Taman Penerangan, tibalah kami di anjungan terpadu. Deretan rumah adat Maluku Utara, Banten, Bangka Belitung, Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Barat dan Kepulauan Riau menyambut kedatangan kami. Masing-masing rumah adat di anjungan ini mempersembahkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh tujuh provinsi baru tersebut. Tak terbayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan jika mengunjungi secara langsung ketujuh provinsi tersebut. Belum lagi menyediakan waktu dan lainnya. TMII benar-benar bermanfaat untuk mengenali provinsi-provinsi baru dalam waktu singkat dengan biaya yang relatif terjangkau.

[caption id="attachment_406214" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Foto: @fitmanalu.dok"]

14276094011038681613
14276094011038681613
[/caption]

Saat mengabadikan rumah adat Bangka Belitung, nostalgia tanah kelahiran hadir menyapa. Deretan pantai-pantai indah serta kerenyahan makanan ringan berbahan dasar ikan semisal getas dan kemplang takkan terlupakan. Pulau penghasil lada dan timah ini tidak hanya sarat budaya dan keindahan alamnya, namun juga memiliki hasil laut yang melimpah.

Puas melihat-lihat anjungan terpadu, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mulai dari ujung barat Indonesia, Nangroe Aceh Darussalam. Sebuah pesawat di anjungan ini menarik perhatian kami untuk segera menuju ke sana. Pesawat jenis Douglas C-47 dengan nomor registrasi RI.-001 ini merupakan sumbangan awal rakyat Aceh. Seulawah adalah pesawat pertama yang dimiliki Indonesia dan memiliki peran penting dalam merintis jalur penerbangan pada masa itu. Selain itu, pesawat ini sangat berjasa pada masa-masa awal kemerdekaan. Suatu sumbangsih yang tak ternilai dari Tanah Rencong bagi kedaulatan NKRI.

[caption id="attachment_406283" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Foto: @fitmanalu.dok"]

1427617948178706953
1427617948178706953
[/caption]

Horas Anjungan Sumatera Utara! Belum lengkap rasanya bila belum menelusuri kebudayaan nenek moyang. Kami menemukan beberapa rumah adat dalam anjungan ini mulai rumah adat Batak Toba, Karo, Pakpak Dairi, Simalungun dan Nias. Tembok batu yang berada di pelataran sangat menarik perhatian kami. Ternyata olahraga lompat batu dari Pulau Nias yang kerap disebut dengan fahombo atau hombo batu menggunakan tembok tersebut. Ritual pendewasaan yang dilakukan oleh kaum laki-laki ini menjadi objek wisata tradisional yang selalu dinanti-nanti dan termashyur hingga ke mancanegara.

[caption id="attachment_406257" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Foto: @fitmanalu.dok"]

14276122221962581904
14276122221962581904
[/caption]

Keaneragaman budaya yang kami temui di setiap anjungan membuat kami berdecak kagum. Sungguh luar biasa warisan leluhur kepada suku-suku yang tersebar di seluruh bumi pertiwi. Meski lelah, kami semakin bersemangat. Bersepeda membuat perjalanan terasa lebih mengasyikkan. Tak terasa, perjalanan kami akhirnya sampai juga di ujung timur Indonesia, Papua.

Kedatangan kami disambut gapura berhiaskan patung burung cenderawasih yang menjadi kebanggaan wilayah timur Indonesia ini. Sebuah pamflet yang bertuliskan “Manusia bisa mimpi apa saja karena semua yang bisa kita khayalkan adalah sesuatu yang mungkin kita gapai” menandakan keoptimisan daerah ini untuk bergerak maju bersama saudara se-Tanah Air.  Provinsi yang kaya dengan ragam etnik, bahasa, adat istiadat dan kearifan lokal ini memang memiliki potensi sumber daya alam nan melimpah.

[caption id="attachment_406234" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Foto: @fitmanalu.dok"]

14276101941230615916
14276101941230615916
[/caption]

Seluruh anjungan akhirnya berhasil kami kelilingi. Bersepeda mengelilingi ‘Indonesia’ di TMII dalam waktu yang singkat, benar-benar merupakan pengalaman yang mengesankan.

Sarana Rekreasi Keluarga

Berbagai sarana rekreasi yang ada di TMII seperti Kereta Aeromovel, balon raksasa, Theater 4 D (D’motion), Pemancingan Telaga Mini, Istana Anak-anak Indonesia (IAAI), Teater IMAX Keong Emas, Kereta Gantung (skylift), PP-IPTEK, dan Snowbay Waterpark. Kami memutuskan singgah sejenak di Snowbay Waterpark. Hari semakin sore, kami tak bisa berlama-lama di wahana air yang hari itu dipadati oleh pengunjung. Kamipun mengayuh sepeda menuju Istana Anak-anak Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun