[caption id="attachment_357412" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Gambar: www.okefood.com"][/caption]
“Kau tahu? Aku masih mencintainya. Tidak, lebih dari itu. Aku menginginkannya,” keluhku menerawang.
Bibir tipismu mengulas senyum. “Affogato[1]mungkin bisa membuat harimu berakhir manis,” tawarmu ramah.
“Baiklah, jika kau tak keberatan,” jawabku segera. Aku lebih butuh dia untuk mendengarkanku saat ini.
Dengan cekatan kau menaruh satuscoop vanilla ice creamke dalam gelas. Lalu kau sodorkan padaku bersama satushot[2] espresso[3]. Kutuangkan cairan pekat itu ke atasice cream. Membuatnya meleleh dan terlihat menggiurkan untuk segera dinikmati.
Satu suapan kecil di bawah pandanganmu. Saat kupejamkan mata dan membiarkan rasa manisnya mulai menjalari langit-langit mulutku, mungkin saja wajah mungilmu sedang menatapku dengan rasa yang tak kutahu.
“Bagaimana?” Kedua alismu terangkat penuh tanya.
Sungguh, aku tak ingin mengecewakanmu. Kuucapkangrazie[4]. Bukan pada racikan tanganmu yang kaya rasa, tapi pada sikap hangatmu. Kau hanya terkekeh. Lalu mencondongkan tubuh rampingmu ke arahku sambil bersedekap.
“Ceritakan padaku. Apa yang kau suka darinya?”
“Mungkin senyumnya. Senyum itu terus mengikutiku bagai bayangan.”
“Mengapa?”
“Jangan tanyakan. Aku tak tahu.”
Ah…kau malah menghadiahiku sebuah senyum yang lain.
“Kalau begitu, kau harus mendapatkannya.”
“Dia tak memilihku.”
“Kau masih bisa berjuang.”
“Aku tak sanggup lagi kecewa.”
Kau menatapku lama lalu berkata, “keputusan dalam genggamanmu.”
Seseorang memesanaffogatoyang lain. Kau berlalu menuju mesin espresso. Lalu kembali lagi padaku. Malam itu kuhabiskan bersamamu. Menumpahkan segala kerinduanku padanya. Dalam senyumanmu.
***
Hari ini aku pergi lagi menemuimu. Butuh bantuanmu untuk melupakan bayangan semu.
“Hari ini aku butuh secangkircapuccino[5]bertuliskanarrivedersi[6],” kataku padanya.
“Apa yang terjadi?” tanyamu penasaran.
“Sudah saatnya mengucapkan selamat tinggal. Itu saja.”
“Sudah kau pikirkan baik-baik?”
“Ya, dan aku takkan menyesalinya.”
“Baiklah.”
Segera kau racikespressodanlatte[7]. Gerakanmu bagai sebuah karya, bahkan sebelum dituangkan dalam secangkir kopi. Lalu, kau lukis permukaannya dengan cinta.
”Silahkan.”
Kumaknai tulisan indah pada cairan berbusa dalam diam. Menghirup aroma secangkir kenikmatan itu dalam-dalam. Tiba saat mengucapkan selamat tinggal. Kusesap perlahan racikanmu sepenuh jiwa. Huruf-huruf perpisahan pun memudar. Bersama rasa kehilangan yang pergi malam itu.
***
Mencarimu lagi malam ini. Tapi kau tak di situ. Meski aku menunggu hingga larut. Tahukah kau? Aku telah menemukan senyuman baru. Aku hanya ingin memberitahumu. Tapi kau telah lenyap…
Ti amo’[8]…bisikku. Harusnya kau mendengar hatikubarista[9]mungilku…Ti amo’…
***
Samosir, 5 September 2014 (Tepian DanauMu)
Note: cerpen ini pertamakali dipublikasikan di Kompasiana
[1] Berasal dari Bahasa Italia ‘affogato al cafe’atau ‘tenggelam di kopi’
[2] Cangkir kecil
[3] Berasal dari Bahasa Italia yang artinyaexpressatau cepat.dihasilkan dengan mengekstraksi bijikopiyang sudah digiling dengan menyemburkanairpanas di bawah tekanan tinggi(Wikipedia). Biasanya disajikan tanpa campuran apapun dengan cangkir kecil (shot)
[4] Terimakasih dalam Bahasa Italia
[5] Sejenis kopiespressoyang ditambahkan susu yang dipanaskan dan susu yang dikocok hingga berbusa (foam)
[6] Selamat tinggal dalam Bahasa Italia
[7] Susu dalam Bahasa Italia
[8] Dalam Bahasa Italia berarti ‘aku cinta padamu’
[9] Dalam Bahasa Italia berarti pelayan bar, namun saat ini istilah ini sering ditujukan pada sebagai peracik kopi pada sebuahcoffee shopatau tempat makan lainnya yang memiliki sebuah mesinespresso
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H