Pemerintah Kabupaten Pasuruan mengajukan tuntutan kepada Pemerintah Pusat terkait perimbangan keuangan daerah yang dinilai masih belum adil. Bupati Pasuruan, Ibu Siti Qodariah, menyampaikan keberatan mengenai besaran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima kabupaten ini selama beberapa tahun terakhir. Menurut Ibu Qodariah, porsi DAU dan DBH yang diterima Kabupaten Pasuruan tidak sebanding dengan potensi pendapatan daerah yang dimiliki. Padahal, Pasuruan merupakan salah satu kabupaten dengan kontribusi ekonomi yang cukup besar bagi Jawa Timur.
Kabupaten Pasuruan memiliki beberapa sektor unggulan seperti pertanian, industri, dan pariwisata yang memberikan sumbangan signifikan bagi perekonomian daerah. Namun, menurut Bupati Qodariah, penerimaan DAU dan DBH yang diterima kabupaten ini tidak mencerminkan potensi tersebut. Ia menilai bahwa formula perhitungan transfer dana dari Pemerintah Pusat perlu ditinjau kembali agar lebih adil dan proporsional.
Bupati Qodariah menegaskan bahwa tuntutan ini bukan semata-mata untuk kepentingan Kabupaten Pasuruan saja, melainkan untuk memperjuangkan keadilan bagi seluruh daerah di Indonesia. Ia berharap Pemerintah Pusat dapat memberikan perhatian lebih dalam mengkaji ulang kebijakan perimbangan keuangan daerah agar tidak terjadi ketimpangan yang berkepanjangan.
Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Bupati Pasuruan, Ibu Siti Qodariah memaparkan sejumlah data yang menunjukkan ketimpangan dalam pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan. Adapun data yang disampaikan terkait Dana Alokasi Umum (DAU), berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, realisasi DAU yang diterima Kabupaten Pasuruan pada tahun 2023 hanya mencapai Rp1,2 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Timur yang memiliki karakteristik serupa, seperti Kabupaten Sidoarjo yang menerima DAU sebesar Rp1,8 triliun dan Kabupaten Malang yang menerima Rp1,6 triliun.
Menurut Ibu Qodariah, ketimpangan penerimaan DAU ini tidak hanya terjadi pada tahun 2023, tetapi sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada tahun 2022, DAU yang diterima Kabupaten Pasuruan hanya sebesar Rp1,1 triliun, sementara Kabupaten Sidoarjo menerima Rp1,7 triliun dan Kabupaten Malang menerima Rp1,5 triliun.
Bupati Pasuruan menyatakan bahwa ketimpangan ini sangat memberatkan bagi daerahnya dalam upaya meningkatkan pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Dengan porsi DAU yang lebih kecil, Pemerintah Kabupaten Pasuruan terpaksa harus membatasi anggaran untuk berbagai program prioritas seperti perbaikan jalan, fasilitas kesehatan, dan pendidikan.
Ibu Siti Qodariah menegaskan, "Jumlah penduduk dan luas wilayah Kabupaten Pasuruan tidak jauh berbeda dengan kabupaten-kabupaten tersebut. Namun, kami mendapat porsi DAU yang lebih kecil. Ini tentu tidak mencerminkan keadilan dalam pembagian keuangan daerah."
Kabupaten Pasuruan juga merasa dirugikan dalam pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor sumber daya alam. Pada tahun 2023, Kabupaten Pasuruan hanya menerima DBH sebesar Rp120 miliar, sementara Kabupaten Bojonegoro yang kaya akan sumber daya minyak dan gas bumi menerima DBH sebesar Rp1,5 triliun.
"Kabupaten kami memang tidak memiliki ladang minyak atau gas, tetapi kami memiliki lahan pertanian dan perikanan yang luas serta pariwisata yang terus berkembang. Seharusnya hal ini juga diperhitungkan dalam formula pembagian DBH," tegas Bupati Qodariah.
Ibu Qodariah menegaskan bahwa perbedaan penerimaan DBH yang sangat besar ini tidak adil bagi Kabupaten Pasuruan. Meskipun tidak memiliki kekayaan sumber daya alam seperti minyak dan gas, Pasuruan memiliki potensi ekonomi lain yang seharusnya diapresiasi melalui pembagian DBH yang lebih proporsional.
"Kami menyadari adanya perbedaan potensi sumber daya alam antara daerah, tetapi pemerintah pusat harus mempertimbangkan aspek keadilan dan pemerataan pembangunan dalam pembagian DBH," tegas Ibu Siti Qodariah.